Minggu lalu saya diskusi dengan
ibu saya mengenai pribadi ulama. Saya tahu bahwa ibu saya seorang ulama yang
telah mendedikasikan hidupnya untuk syiar islam lebih dari 30 tahun. Selama lebih
10 tahun beliau memberikan siraman rohani untuk penghuni penjara wanita. Juga
selalu hadir seminggu sekali di Rumah sakit untuk memberikan siraman rohani
kepada pasien rumah sakit. Ibu saya juga selalu hadir bila diundang ke
lokalisasi pelacuran untuk memberikan siraman rohani. Mengapa beliau harus
mendatangi penghuni penjara, orang sakit dan pelacur? Menurut ibu saya bahwa
mereka adalah hamba Allah. Mereka terperosok kelembah nista karena mereka lupa.
Allah sangat mencintai makhluk ciptaannya bernama Manusia. Sangat. Itulah
sebabnya Al Quran diturunkan dan Rasul dikirim. Semua itu agar sunattullah berlaku untuk tagaknya
akhlak dimuka bumi demi keselamatan manusia. Ulama adalah penerus para Nabi. Tugas
ulama adalah mengingatkan mereka yang lupa itu. Ini pangilan tugas. Setiap
ulama merasa terpanggil untuk itu karena kecintaan mereka kepada Allah dan
berkorban untuk Allah agar manusia semakin banyak yang dekat kepada Allah. Lantas apa jadinya bila ulama atau ustadz
atau ustadzah hanya akan datang kalau dibayar dengan tariff tertentu? Tanya saya.
Ibu saya hanya menggelengkan kepala.
Saya tahu bahwa dari kegiatan itu
semua, ibu saya tidak pernah mendapatkan honor. Bahkan untuk dapat akses
kepenjara dan lokalisasi Pelacuran, ibu saya harus menembus birokrasi pemerintah agar
mendapat izin ceramah agama. Diluar kegiatan itu, ibu saya juga punya kegiatan
rutin sebagai ustadzah di majelis taklim. Karena ibu saya pengurus Panti Asuhan
maka setiap kegiatan dakwahnya di majelis taklim maka tak lupa beliau mengimbau
pada jamaah untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan amal panti asuhan. Honor yang dia terima dari jamaah
disumbangkan semua untuk panti. Bukan itu saja, ibu saya berhasil menulis buku
dan diterbitkan. Honor dan royalty dari buku itu disumbangkan semua untuk panti
asuhan. Itulah yang saya ketahui tentang ibu saya. Menurut ibu saya, apa yang diperjuangkan ulama
sekarang tidaklah seberat perjuangan ulama ketika era paska Khalifah. Dulu
belum ada alat transfortasi pesawat namun ulama datang ke Indonesia melewati
samudera luas dan didera badai laut siang malam. Islampun diperkenalkan dan
kita mendapatkan berkah islam karena itu. Ulama harus melewati gurun pasir
terluas dengan keganasan alam yang gersang dan panas. Karena mereka agama
tersebar keseluruh dunia. Jadi, sangatlah tidak bisa diterima bila ulama kini beralasan
mereka perlu makan dan karenanya mereka perlu mendapatkan honor dari dakwahnya.
Karena itulah saya ingin tahu
prinsip dari sifat ulama itu apa ? ibu saya mengatakan bahwa ulama itu harus 1.
Hemat bicara. 2. Tidak menilai orang lain. Apa itu hemat bicara ? berbicara
yang seperlunya. Setiap kata yang keluar harus bernilai dakwah dan sarat dengan
ilmu. Kurangi bahasa tumbuh dan analogi. Karena ini bisa menimbulkan nafsu dan
menjauhkan umat dari hakikat ilmu itu sendiri. Tapi bukankah bahasa tubuh dan
analogi penting untuk membuat orang mengerti. Kata saya. Tugas ulama adalah
menyampaikan dengan benar setiap firman Allah dan sunnah rasul. Apakah umat akan paham atau tidak , itu bukan
urusan Ulama. Pemahaman agama itu karena hidayah Allah, dan ini urusan Allah,
bukan tanggung jawab ulama. Dalam ceramah, berusaha untuk tidak menilai orang
lain. Siapapun dia , jangan dinilai. Andaikan memang pemerintah itu brengsek,
tapi jangan nilia personnya. NIlailah systemnya dan sampaikan apa system yang
terbaik menurut Al Quran dan hadith. Itu saja. Mengapa ? setiap tindakan orang
pasti ada alasan. Setiap kebijakan orang pasti ada agendanya. Yang paling tahu
alasan dibalik tindakan dan agenda itu , kan hanya Allah. Kita hanya menduga
duga. Sekali kita menilai orang lain maka kita sedang menyampaikan suara iblis.
Ujungnya hanyalah kebencian dan perpecahan.
Ustadz atau ustadzah atau ulama
atau pemuka agama harus tampil digaris depan dengan sikap para sufi yang selalu
jauh dari kemewahan dunia namun tangguh dalam berdakwah tanpa inferior complex
dihadapan intellectual secular. Mereka ahli berdebat secara bijak tanpa membuat
orang berbeda merasa disalahkan atau dilecehkan. Mereka ahli berwacana dan
bersikap tanpa membuat orang lain digurui dan direndahkan. Walau hidup mereka
sederhana namun mereka kaya spiritual sosialnya. Sangat kaya. Mengapa ? ya, Berkat
mereka kegiatan amal membangun masajid, panti asuhan, dan program kepedulian social
bagi kaum duapa dapat terlaksana. Orang termotivasi berkorban karena kerendahan
hati mereka. Sikap rendah hati itulah yang selalu menimbulkan inspirasi bagi
orang banyak untuk berjamaah dalam program cinta dan kasih sayang. Keadaan kini
, kata saya , tidak banyak lagi ulama atau ustadzah atau ustadz, pemuka agama
yang bisa bersikap rendah hati. Mereka kemaruk harta dan popularitas. Bahkan
cenderung mengejar kekuasaan. Padahal kekuasaan adalah sesuatu yang sangat
ditakuti oleh para ulama. Karena begitu besarnya cobaan yang diemban. Hanya
orang sombong yang berharap kekuasaan , kecuali kekuasaan itu datang karena
takdir maka ulama akan berserah diri kepada Allah.
Sikap rendah hati hanya lahir dari
orang yang ikhlas. Apa kelebihan dari Jokowi. Sehingga hasil survey bisa mengalahkan semua
capres. Jokowi tidak sepintar Anis Baswedan. Bukan lulusan Harvard seperti
Gita. Bukan professor seperti Mahfud Md, bukan pula jenderal seperti Wiranto
dan Prabowo. Bukan konglomerat seperti Hari Tanoe. Jadi apanya yang hebat? Rendah
hati berbuat dan bersikap. Inilah kelebihan Jokowi. Inilah yang paling sulit
didunia dan tidak ada ilmunya karena dasarnya harus IKHLAS. Ikhlas itu sangat
berat ...sangat. Jokowi bukan kaliber ulama
hebat tapi dia mewarisi sifat ulama sejati yaitu ikhlas dengan pribadi yang
rendah hati dalam bersikap maupun berbuat. Tidak terdengar dia bicara banyak ,
apalagi menilai orang lain dengan prasangka buruk. Tidak nampak dia memperkaya diri dengan jabatannya. Sebagian gajinya disedekahkan untuk orang tidak mampu. Karena itu rakyat
mencintainya.