Siapa bilang petani itu bodoh dan
lemah? Mereka cerdas dan kuat. Cerdas karena mereka tahu berlaku patuh kepada
pemimpin yang adil dan masa bodoh dengan pemimpin yang culas. Kuat karena
mereka tidak pernah mengeluh walau nasip mereka dipermainkan oleh penguasa yang
lalim. Mereka kuat ditengah rupiah yang terpuruk, Mereka kuat ditengah difisit
neraca perdagangan. Mereka kuat ditengah para pejabat yang tak henti mengemis
bantuan kepada fiund manager dan underwriter obligasi valas. Mereka kuat ditengah para pejabat bermental
bedebah. Ya, mereka adalah mayoritas
populasi negeri. Mereka tinggal dilereng
gungung, dipelosok desa , dilembah. Mereka tak akan pernah mengerti apa itu
indicator economic macro yang bicara percentase economic growth, inflasi, neraca
pembayaran, kurs rupiah, atau apalah. Mereka tidak peduli dengan korupsi dan
gratfikasi. Juga tida peduli dengan para penguasa kaya raya dari hasil korup
sementara mereka miksin dan lapar. Mereka juga tidak ada waktu untuk berpikir
tentang masa depan karena hari hari mereka hanya berkutat makan dan tidur,
serta berdoa kepada Tuhan.
Mereka tidak pandai mendebat
kebijakan Penguasa. Mereka sangat menghormati orang lain. Mereka mudah
dimobilisasi untuk keperluan apa saja dan mudah pula dilupakan. Mereka ada dan
perlu untuk melegitimasi kekuasaan bernama negara untuk menempatkan sederet jenderal , insinyur, ekonom sebagai
pemimpin. Teman di china berkata kepada
saya bahwa China pernah memobilisasi
para petani dalam satu barisan untuk meningkatkan produksi. Apa yang terjadi setelah itu? tidak ada
produktifitas. Kelaparan terjadi dimana mana. Rakyat patuh apa yang
diperintahkan tapi bukan berarti mereka melaksanakan perintah itu. Walau
disiksa dengan cambuk, ancaman maut, mereka tetap tidak akan bergerak seperti
yang anda mau. Itulah bedanya manusia dengan hewan. Anda bisa melakukan apa
saja terhadap raga manusia namun belum tentu anda bisa menguasai jiwanya,
apalagi keimanannya. Ketika reformasi
Deng, ini disadari sebetulnya bahwa Idiologi Partai adalah perut dan kepetingan
petani dan buruh atau rakyat banyak. Rakya tidak peduli dengan istilah idiologi
yang diusung seperti komunis,sosialis,agamais atau apalah. Selagi kepentingan
mereka dijaga, keadilan tegak, kebenaran dibela, kebaikan diutamakan maka
rakyat akan patuh lahir batin kepada penguasa.
Dinegeri ini Petani selalu dipuja
dan dimanjakan hanya ketika Pemilu datang dan orang ingin menjadi penguasa.
Setelah itu petani cukup cerdas untuk
masa bodoh dengan penguasa yang lalai dengan janjinya dan membiarkan lahannya
dibeli oleh pemodal kebun sawit atau real estate, dan selanjutnya bermigrasi ke
Kota , atau kemana sajalah asalkan tidak jadi petani yang by design terjajah
oleh pemerintah. Lihatlah faktanya, jumlah petani pada 2003 lalu masih mencapai
31,17 juta orang. Namun hingga pertengahan tahun 2013 ini, jumlahnya sudah
menurun menjadi 26,13 juta orang. Ini berarti dalam sepuluh tahun terakhir ada
penurunan jumlah petani sebesar 5,04 juta orang atau ada penurunan 1,75 persen
per tahun. Bagaimana dengan generasi muda? Penduduk berusia 15 tahun ke atas
yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang di
tahun 2004 menjadi 39,96 juta orang pada 2013. Sementara itu, persentasenya
menurun dari 43,33 persen di 2004 menjadi 35,05 persen di 2013. Ini menunjukkan
bahwa penurunan jumlah profesi petani karena profesi lain lebih terhormat dan
memberikan penghasilan lebih baik.
Diakui atau tidak, bahwa lahan
bumi pertiwi yang subur ini memang di design oleh pemerintah untuk meminggirkan
petani miskin agar orang kaya dapat menguasai tanah untuk industri, real
estate, perkebunan dan tambang...dan sebagian besar yang kaya itu adalah orang
asing yang menjadikan orang terdidik indonesia sebagai kacung dan agent untuk menguras SDA. Itulah sebabnya
kerabat saya di kampung banyak yang pergi merantau ke jakarta atau kota besar
lainnya karena bagi mereka penghasilan sebagai petani tidak lagi bisa
memberikan kehidupan untuk mereka. No hope as farmer here. Apa pasal ? Harga jual hasil produksi mereka hampir 90% habis
untuk menutupi ongkos. Tidak harus jadi
Sarjana hebat untuk mengetahui bahwa menjadi kuli kebun sawit di tanah Jiran
jauh lebih baik penghasilannya dibandingkan bertani dengan tanah sendiri.
Mereka tahu bahwa pemerintah zolim kepada mereka. Sangat zolim. Mereka tak mampu melawan namun mereka mampu
menghindar dengan cara sederhana,yaitu hijrah.Hijrah tempat tinggal atau hijrah
profesi. Mereka bergerak atas kehendak sunatullah karena Allah membentangkan bumi
begitu luas dan kesempatan juga terbuka lebar.
Proses hijrah profesi dan hijrah tempat tinggal ini berlanjut dari tahun
ketahun.Tahun 2013 ini Data statistik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah rumah tangga petani dari tahun ke
tahun terus menurun. Hal ini disebabkan penduduk mulai berpindah pekerjaan
dengan pendapatan lebih baik. Ketika difisit perdagangan terjadi
mengakibatkan rupiah terjun bebas, Bursa
keok, pemerintah baru menyadari bahwa negeri yang dikenal sebagai zamrut
katulistiwa seharusnya menjadi lumbung pangan dunia ini malah menjadi pengimpor pangan...ternyata
yang bodoh itu bukan petani tapi penguasa. Mengapa bodoh? berkuasa di negeri
yang diberkati SDA kaya namun rakyatnya miskin demi memakmurkan negara lain. Ternyata
yang lemah itu bukanlah petani tapi pemerintah. Karena kekuasaan didapat hanya
untuk berlaku seperti pecundang yang tak henti memelas hutang kepada
kreditur,dan memohon kepada negara maju agar membantu Indonesia keluar dari
krisis.