Ketika
ditanya oleh wartawan mengapa dia
menangis, wanita itu tidak bisa berkata banyak kecuali sepotong kata bahwa dia
akan mendapatkan apa yang selama ini tak pernah bisa diraih. Wanita itu tidak
tahu apakah benar janji yang dia dengar itu akan terjelma tapi wajah sejuk dan
penuh kasih dari pemberi janji itu telah membuat dia punya Hope. Begitulah sekilas yang saya
perhatikan dalam tayangan Youtube seputar kunjungan Jokowi blusukan
keperkampungan kumuh yang ada di Ibukota. Wanita yang tinggal di perkampungan
kumuh itu tak bisa menahan haru akan kehadiran seorang Gubernur kewilayahnya. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tidak pernah. Wanita itu hanya bisa menangis
sebagai cara dia mengungkapkan perasaan terdalamnya, bahwa pemimpinnya mencintainya. Itu lebih dari cukup. soal janji akan tunai atau tidak, itu tidak lagi penting. Sebetulnya wanita itu
bersikap dengan hatinya. Allah hadir disetiap hati manusia. Ketika dia melihat
dan dia merasakan kesejukan, terdengar bisikan “ Jangan takut dan kawatir,
Allah bersama orang yang teraniaya. Kehadiran
Jokowi seakan menjawab doa orang orang tertindas dan terlupakan selama ini oleh
pejabat yang tinggal di istana gading.
Ibukota
memang diisi oleh berbagai lapisan masyarakat.
Ada golongan atas, golongan menengah dan golongan bawah. Tapi ada juga
masuk golongan teramat bawah. Mereka tidak punya KTP , tidak punya tempat tinggal tapi mereka hidup di Jakarta dengan
caranya sendiri. Selama ini Jakarta
dikelola oleh Birokrasi yang malas namun pintar membuat rencana untuk semakin
besarnya anggaran PEMDA tapi anggaran itu dialokasikan untuk belanja pegawai
yang boros dan culas. Ada juga digunakan untuk membangun jalan layang demi
memanjakan segelintir orang yang punya kendaraan pribadi. Gedung PEMDA dari
tingkat Provinsi sampai Lurah terus dipercantik untuk membuat para pegawai
semakin menjauh dari rakyat kebanyakan dan pantas mendapatkan suap dari
pengusaha yang ingin menjadikan Jakarta sebagai lahan business bagi yang mampu
membeli. Mall dibangun dimana mana dan menyabot lahan resapan air. Ketika
banjir, orang kaya tinggal di hotel jangkung dan orang miskin berkubang lumpur.
Jokowi
tahu semua itu dan hatinya terpanggil untuk berbuat ketika menyaksikan ketidak
adilan dibentangkan dihadapannya. Terutama ketika dia datang ke tempat kumuh.
Ketika dia naik angkutan umum yang usianya diatas 20 tahun dalam kondisi ala
kadarnya. Ketika melihat pasar rakyat yang kumuh dan tak terurus. Setiap kunjungan mendatangi rakyat , ia membawa para kepala Dinas. Dia ingin agar bawahannya terpanggil empatinya untuk berpikir dan berbuat hanya untuk rakyat. Karena yang kurang dari para birokrat DKI selama ini adalah kurangnya empati keberpihakan kepada orang miskin. Para pejabat DKI terlalu asik hidup senang dengan kepintarannya diruangan AC dan men design pembangunan tanpa ada empati. Akibatnya pembangunan hanya ada diatas rencana tanpa implemetasi apapun. Bila sebelumnya orang kaya dimanjakan namun
kini saatnya orang kaya berbagi kepada orang
miskin yang lemah. Memang orang
miskin tidak mampu membayar pajak sebagaimana orang kaya yang selalu membayar
pajak kendaraan, pajak penghasilan, pajak PPN dan segala pungutan pemda. Tapi inilah realitasnya bahwa Negara diisi
oleh berbagai lapisan masyrakat dan tugas Pemimpin untuk memastikan orang lemah
terlindungi dan orang kaya dibina untuk berbagi.
Ahok
berada di back office untuk memastikan program Jakarta Baru dapat terlaksana.
Ketika Jokowi datang ketempat kumuh dengan kerendahan hati dan senyum namun Ahok
berkata lantang kepada para pejabat PEMDA untuk memaksa mereka melihat
kenyataan yang ada didepan mereka. Sebagaimana tayangan Youtube dalam rapat Anggaran PU DKI, Ahok ingin rakyat menyaksikan bagaimana sikap tegas dan kerasnya kepada pejabat teras DKI. Bahwa Anggaran yang mereka susun selama ini
telah mengakibatkan ketidak adilan dan jauh dari kebenaran hati nurani. Para pejabat itu tidak bisa diberi kata kata
bersayab atau sindiran atau diperlakukan penuh kasih sebagaimana orang miskin. Budaya bebal hati nurani ini harus diberikan shock therapy , rasa takut akan hilangnya jabatan dan status bila mereka tidak mau berubah. Mengapa ? karena satu satunya yang dicintai pejabat DKI itu adalah jabatan. Demi jabatan mereka mau melakukan apa saja dan Ahok mengarahkan mereka untuk mulai bekerja bersih, jujur dan cinta kepada rakyat kecil. Visi ini harus dipegang teguh oleh semua pejabat DKI dan harus tercermin dalam setiap pelayanan kepada publik atau jabatan mereka akan hilang. Kini saatnya transference . Bagi Ahok, Pejabat harus sadar bahwa mereka bukan bekerja untuknya
tapi mereka bekerja untuk rakyat. Rakyat berhak tahu semua hal yang mereka
kerjakan karena mereka dibayar oleh uang rakyat.
Perjalanan
kedepan bagi Jokowi dan Ahok masih panjang. Ini jalan yang tidak mudah. Mungkin
ini jalan terberat. Karena mereka melakukan revolusi metal dan budaya terhadap gaya kepemimpinan selama ini. Dari
presiden, sampai lurah menjadikan Kepemimpinan
itu seperti istana yang sacral tempat orang menyembah. Orang harus datang dan
membungkuk untuk mendengar “perintah” dan memberi upeti. Ahok
merubahnya menjadi pemimpin yang mudah diakses secara lahir maupun batin oleh
rakyat. Tidak ada yang rahasia untuk tugasnya. Semua transfarance. Jokowi merubahnya menjadi pemimpin pengemban
amanah rakyat. Itu sebabnya Jokowi
merasa risih menggunakan baju dinas kebesaran seorang Gubernur. Tidak ada istilah penguasa. Yang ada
hanyalah Pemimpin yang bekerja untuk rakyat dan dibayar oleh rakyat. Yang kaya terbina dan yang miskin
terlindungi. Pasangan yang serasi tanpa
satu sama lain menepuk dada siapa yang terbaik. Karena semua bekerja untuk
rakyat, kepentingan rakyatlah yang utama….
No comments:
Post a Comment