Tuesday, February 02, 2010

SBY

“Your president is very tolerant with the law and culture. His political style truly humbled” Kata teman saya ketika saya bertemu dalam satu kesempatan. Teman ini terkesan dengan sikap presiden dalam menyelesaikan berbagai masalah politik dalam negeri maupun luar negeri. Ungkapan ini acap saya dengar dari slogan Partai Demokrat yang mengutamakan politik egeliter, santun dan saling hormat menghormati serta menempatkan hukum diatas segala galanya. Sikap ini adalah cermin dari pribadi seorang SBY. Padahal” He is a soldier with a four-star” lanjut teman saya yang seakan memperkuat logika bahwa sikap SBY adalah antagonis terhadap latar belakang dia dibesarkan.

Saya tak mengenal terlalu jauh tentang SBY. Tapi saya tahu betul bahwa didekatnya ada sahabat saya yaitu Achmad Mubarok, yang saya kenal baik. Achmad Mubarok adalah seorang tokoh religius yang dibesarkan dikalangan NU dan intelektuali yang rendah hati. Pernah satu kesempatan sebelum Partai Demokrat berkibar atau exist, saya sempat bertanya sikapnya yang selalu diam dalam setiap debat diskusi. Kesan saya dia terlalu lemah untuk berbeda pendapat. Tapi apa jawabannya atas sikapnya ” sikap diam saya bukanlah tidak sependapat atau sependapat dengan orang lain tapi hanya sekedar meyakinkan orang itu bahwa saya bersedia mendengar. Mungkin itu lebih baik bagi dia daripada saya menyangkalnya. ” Itulah pribadi sahabat saya ini dan itu pula mungkin dia cocok untuk terus bersama SBY.

Achmad Mubarok bukanlah orang yang doyan dengan kekuasaan dan kehormatan. Dia tak ingin duduk di DPR walau kesempatan untuk itu ada. Diapun tak ingin duduk di kabinet walau dia sangat dekat dengan SBY.Penguasaan agama yang begitu luas dan pergaulan yang luas dikalangan pelajar Islam didalam maupun luar negeri telah menempatkannya sebagai pribadi yang tawadhu. Tak sulit baginya untuk mematahkan setiap argumen orang dalam tesis agama maupun sekular tapi dia memilih menjadi pendengar yang baik. Bila dia berbicara maka itu karena orang meminta dia berbicara. Seperti kotbah agama, atau dalam forum diskusi. Kadang kata kata yang keluar dari mulutnya terkesan pedas” Kebenaran itu kalau disampaikan oleh orang yang berbeda paham kadang terdengar sangat pedih.” dan dia tidak peduli bila karena itu orang kecewa dengannya.

Begitulah tentang sahabat saya itu yang dipercaya oleh SBY sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. Saya tidak tahu apakah SBY dalam sikap kesehariaannya sebagai presiden dipengaruhi oleh Achmad Mubarok. Tapi kata orang bijak, sikap kita dipengaruhi oleh orang terdekat kita” . Kenyataanya yang ada dimana situasi politik kita yang diwarnai oleh gaya politik para elite yang sarat dengan kepentingan golongan, memang terkesan mendapat ruang kebebasan dalam bersikap dan berbicara.. Pansus DPR , protes LSM , Protes Tokoh Masyarakah adalah repliksi dari pribadi SBY yang memang tahu betul bahwa orang membutuhkan untuk didengar. Dengan kekuasan yang ada ditangannya, dan dukungan significant dari rakyat, tak sulit bagi SBY untuk meredam itu semua tapi dia memilih untuk menghadapinya dengan santun.

Bagi kebanyakan orang menilai SBY bersikap lambat dan tidak tegas. Sebetulnya kita lupa bahwa sebuah tindakakan yang bijak bukanlah dinilai dari apa yang kita lihat dan dengar tapi lebih daripada itu apa yang kita rasakan. Disinilah seseorang dituntut untuk berdialogh dengan dirinya, juga dengan Tuhan. Akal ditempatkannya sebagai raja dalam dirinya namun nuraninya sebagai hakim agung untuk menilai dan kemudian memanfaatkan nafsunya sebagai laskar untuk bertindak. Itulah sebabnya sikap dan perbuatannya terkesan lambat dan tidak tegas karena nafsu dibawa komando akal yang loyal kepada nurani sebagai hakim agung dalam dirinya.

Masalah bangsa ini adalah masalah karakter. Kita ingin semua serba cepat dan mudah, yang dibungkus oleh sikap paranoid tentang segala hal. Ya, kita benci neoliberal tapi bukan berarti kita membenci semua hal tentang liberalisasi yang akhirnya membuat kita kembali ke sistem yang otoriter business dan kekuasaan. Kita marah dengan korupsi tapi bukan berarti kita harus terjebak dengan paranoid buta. Seharusnya dengan concern kita yang besar terhadap korupsi dan neoliberal, dasar kita semua bersikap seperti Firman Allah ( Al Baqarah : 45) ”Mintalah bantuan pada sabar dan shalat; dan sesungguhnyalah yang demikian itu benar benar berat kecuali bagi mereka yang khusyu” . Demikianlah tentang SBY...Wallahualam

Persepsi sesat

  Persepsi itu penilaian atas dasar realita. Realita itu apa yang kita lihat, baca dan dengar. Realita bukan fakta.  Nah di era sosial media...