Apa yang terjadi kini paska kenaikan harga BBM ? Tabung gas langka. Minyak tanah langka dan kalaupun ada harganya diatas harga patokan pemerintah. Daya listrik PLN semakin menyusut. Harga harga kebutuhan pokok terus melambung sejak issue kenaikan harga BBM dan terus meroket setelah kenaikan harga BBM diumumkan. Keliatannya pemerintah memanng tidak siap dengan kebijakannya, walau tadinya begitu yakin bahwa memperkecil difisit APBN dan kebijakan moneter adalah cara ampuh untuk menekan inflasi. Nyatanya cost of capital moneter terlalu mahal dan menggiring BI terjebak dalam kebijakan akrobatnya yang memakan ongkos mahal. Mungkin lebih mahal dibandingkan dengan tidak menaikkan harga BBM. Sumber klasik pemasukan APBN untuk menutup difisit lainnya adalah "hutang". Benarkah ? Melalui SUN keliatannya semakin sulit karena yield yang diminta oleh investor semakin tinggi sebagai akibat dari pengaruh inflasi global. Keadaan pasar semakin bearish , yield berkisar 13,5% - dan 13,4%. Yang pasti sejak era reformasi SUN sudah diterbitkan mencapai Rp. 857 trilliun atau sama dengan hutang orba selama 32 tahun. Dari tahun ketahun selalu meningkat. Jadi reformasi hanya berhasil menambah hutang dan hutang. Inilah membuat posisi APBN semakin renta untuk menopang fungsi sosialnya.
Indonesia adalah negeri yang paling brengsek perencanaan perekonomiannya. Semua asumsi yang terdapat dalam APBN tidak pernah diadakan analisa konprehensive seperti test criticality, test design, test outcome, test assumption, test schedule, Seharusnya itu dilakukan sebagai bagian dari assumption plan. Tapi itu tidak pernah dilakukan. Sepertinya assumption dibuat sambil melamun. Akibatnya kita tidak perlu terkejut bila pemerintah selalu salah membuat asumsi harga minyak pada tahun 2008. Inflasi yang diasumsikan sebesar 6,2%- 5,8% , terbukti mendekati gagal total dengan inflasi yang sudah merambat keangka kisaran 11,8% hingga 12,8%. Sebagai akibat kenaikan harga minyak , BI rate naik menjadi 8,5% dan tentu ini akan berpeluang naiknya SBI overnight pada kisaran posisi 12,5% melalui intervensi BI di Pasar Uang Antar Bank. Artinya angka inflasi sebagai asumsi ekpektasi pemerintah telah melonjak sebesar dua kali lipat. Meyedihkan, !. Berbagai upaya BI melakukan kebijakan moneter untuk menekan inflasi namun nampaknya semakin kehilangan arah dan bahkan tak ada lagi instrument moneter yang dapat meredam inflasi.
Keliatannya BI masih begitu yakin bahwa peningkatan BI rate adalah kunci ampuh untuk meredam inflasi. Disisi lain, Bank Central Eropa justru mempertahankan suku bunganya dan bahkan FED berencana untuk menurunkan suku bunganya. Akibatnya , peningkatan BI rate justru akan semakin membuat liar inflasi didalam negeri sebagai second round effect inflation dari kenaikan BBM. Stragey mengandalkan BI rate berjangka pendek tidak lebih menyelesaikan jangka pendek atau terjebak dalam management illusion. Semua ini memakan biaya moneter yang sangat mahal. Cadangan devisa terus turun. Cara BI ini keliatannya mengikuti cara FED yang berhasil memanfaatkan operasi pasar terbuka melalui system term auction facility. Padalah cara ini terbukti gagal melakukan smoothing terhadap cost of capital. Ya kalau tujuannya untuk membuat likuiditas semakin langka memang tepat. Tapi bagaimana dengan sector Riel ?
Keadaan tersebut diatas akan terus bergerak samakin menyeramkan pada tahun 2009. Akibatnya akan terjadi destabilisasi kondisi makro ekonomi dalam bentuk kesulitan liquidatas perekonomian nasional. Tentu kembali RAPBN akan dikoreksi lagi untuk lahirnya kebijakan baru seperti menghapus subsidi pupuk dan lainnya. Disisi moneter mungkin , BI akan melakukan cara lain yang tidak terstrukture dan lagi lagi bersifat jangka pendek dan semakin menyulitkan sector riel akan bangkit. Kalau sudah begini , nampak jelas bahwa kebijakan ekonomi makro memakan sektor mikro, yang semakin kita sadar bahwa masalah perekonomian nasional sudah diluar kemampuan pemerintah SBY-JK untuk mengatasinya.
Indonesia adalah negeri yang paling brengsek perencanaan perekonomiannya. Semua asumsi yang terdapat dalam APBN tidak pernah diadakan analisa konprehensive seperti test criticality, test design, test outcome, test assumption, test schedule, Seharusnya itu dilakukan sebagai bagian dari assumption plan. Tapi itu tidak pernah dilakukan. Sepertinya assumption dibuat sambil melamun. Akibatnya kita tidak perlu terkejut bila pemerintah selalu salah membuat asumsi harga minyak pada tahun 2008. Inflasi yang diasumsikan sebesar 6,2%- 5,8% , terbukti mendekati gagal total dengan inflasi yang sudah merambat keangka kisaran 11,8% hingga 12,8%. Sebagai akibat kenaikan harga minyak , BI rate naik menjadi 8,5% dan tentu ini akan berpeluang naiknya SBI overnight pada kisaran posisi 12,5% melalui intervensi BI di Pasar Uang Antar Bank. Artinya angka inflasi sebagai asumsi ekpektasi pemerintah telah melonjak sebesar dua kali lipat. Meyedihkan, !. Berbagai upaya BI melakukan kebijakan moneter untuk menekan inflasi namun nampaknya semakin kehilangan arah dan bahkan tak ada lagi instrument moneter yang dapat meredam inflasi.
Keliatannya BI masih begitu yakin bahwa peningkatan BI rate adalah kunci ampuh untuk meredam inflasi. Disisi lain, Bank Central Eropa justru mempertahankan suku bunganya dan bahkan FED berencana untuk menurunkan suku bunganya. Akibatnya , peningkatan BI rate justru akan semakin membuat liar inflasi didalam negeri sebagai second round effect inflation dari kenaikan BBM. Stragey mengandalkan BI rate berjangka pendek tidak lebih menyelesaikan jangka pendek atau terjebak dalam management illusion. Semua ini memakan biaya moneter yang sangat mahal. Cadangan devisa terus turun. Cara BI ini keliatannya mengikuti cara FED yang berhasil memanfaatkan operasi pasar terbuka melalui system term auction facility. Padalah cara ini terbukti gagal melakukan smoothing terhadap cost of capital. Ya kalau tujuannya untuk membuat likuiditas semakin langka memang tepat. Tapi bagaimana dengan sector Riel ?
Keadaan tersebut diatas akan terus bergerak samakin menyeramkan pada tahun 2009. Akibatnya akan terjadi destabilisasi kondisi makro ekonomi dalam bentuk kesulitan liquidatas perekonomian nasional. Tentu kembali RAPBN akan dikoreksi lagi untuk lahirnya kebijakan baru seperti menghapus subsidi pupuk dan lainnya. Disisi moneter mungkin , BI akan melakukan cara lain yang tidak terstrukture dan lagi lagi bersifat jangka pendek dan semakin menyulitkan sector riel akan bangkit. Kalau sudah begini , nampak jelas bahwa kebijakan ekonomi makro memakan sektor mikro, yang semakin kita sadar bahwa masalah perekonomian nasional sudah diluar kemampuan pemerintah SBY-JK untuk mengatasinya.