Dengan dalih globalisasi dan kesataraan , perdamaian dan kemerdekaan yang dikemas oleh bangsa barat untuk mengkampanyekan paham demokrasi telah membawa bangsa kita hanyut dalam jargon tersebut untuk akhirnya mengesampingkan paham ideologi Pancasila. Akar budaya bangsa indonesia adalah gotong royong dan kebersamaan dalam jalian musyawarah untuk mencapai tujuan bersama. Jadi akar budaya bangsa indonesia sebetulnya anti demokrasi dimana mayoritas mengontrol minoritas. Kemudian , dulu juga Indonesia tidak menerima paham sosialis marxis yang memberi hak negara mengontrol masyarakat untuk mengorganisir dirinya sendiri , termasuk hak individu untuk beragama.
“ Kita harus menjadi bangsa mandiri. “ itu yang disampaikan oleh teman ketika kami berdiskusi tentang kehidupan berbangsa bernegera. “ tapi “ lanjutnya “ Bagaimana kita mau mandiri ? Politik saja kita masih meniru paham negara lain. Demokrasi bukan produk bangsa kita. Demokrasi adalah hasil eksport bangsa barat kepada kita . Nah kalau dari segi idealogi saja kita terjajah dengan paham orang lain bagaimana kita bisa disebut sebagai bangsa mandiri.”
Pertanyaan nya kini , mengapa paham demokrasi begitu mendapat tempat dalam panggung politik. Jawaban sederhana saya peroleh dari teman ini bahwa ” Ketika negara tak berdaya menghadapi hutang luar negeri yang semakin mencekik leher dan ketergantungan begitu luas akan tekhnologi serta permodalan dengan pihak barat maka menerima demokrasi adalah bentuk lain dari kekalahan tanpa hormat sebagai bangsa. ” jadi demokrasi lahir di panggung politik adalah kekalahan dari suatu proses perang panjang sejak indonesia diproklamirkan sebagai bangsa merdeka. Akhirnya ,jadilah kini kita terjajah dalam bentuk lain. Menjadi negara dengan logo tanpa ruh. Menjadi negara dengan bendera tanpa darah.
Namannya negara terjajah maka tidak ada kamus untuk menjadikan bangsa ini menjadi besar dan makmur berkeadilan. Karena tidak ada kemakmuran bagi terjajah kecuali bagi penjajah. ” tapi ” teman saya mempunyai pendapat lain ” yang terjajah adalah elite dan penguasa. Bukan rakyat. Karena selama proses kekalahan itu rakyat tidak pernah dilibatkan dalam perang. Rakyat hanya menjadi penonton. Bila kini elite dan penguasa kalah maka itu biarkan saja menjadi bahan tontonan juga. Sementara rakyat tidak usah berharap lagi kepada elite dan penguasa untuk memperbaiki keadaan. Hegemoni ini harus dilawan dengan semangat kemandirian rakyat untuk mengorganisir dirinya sendiri lewat kegiatan ekonomi dan sosial.
Caranya bagaimana ? Teman saya ini dengan enteng menjawab seperti gaya Gus Dur ” Sebetulnya rakyat selama ini dapat survival tanpa dukungan dari pemerintah. Jadi mengapa masih juga berharap dari pemerintah. Banyak kegiatan sosial hidup subur tanpa bantuan pemerintah. Juga banyak Usaha kecil dan informal dapat tetap bertahan tanpa dukungan fasilitas negara. Yang harus dilakukan kini adalah memberdayakan masyarakat untuk tempil lebih kuat melalui program pembinaan dan pendidikan berkelanjutan tentang hak haknya sebagai rakyat. Sehingga akan tanpil kelak mayarakat yang kokoh , yang mampu mengorganisir dirinya untuk menolong dirinya sendiri. Ketika itulah elite dan penguasa kehilangan ruang untuk tetap menjadi pengekor negara penjajah. ”
” Caranya bagaimana mendidik masyarakat untuk mandiri tersebut ” ? Teman saya ini lagi lagi menjawab dengan enteng ” Kembali kepada jatidiri gerakan koperasi. Namun dalam gerakan ini harus berani lepas dari campur tangan pemerintah. Gerakan ini harus berorientasi pada perang total masyarakat kepada elite dan penguasa melalui pembangunan berbasis komunitas yang kuat dibidang ekonomi. Jadi ini adalah gerakan revolusi namun tidak melalui cara phisik tapi melalui revolusi penyebaran paham melawan ketidak adilan system. Para pedagang , petani, pekerja, pengrajin masing masing membentuk komunitas sendiri sendiri namun saling berinteraksi satu sama lain dalam jalinan sinergi yang harmonis.
Apa yang dikatakan teman ini mengingatkan akan Adam Weishaupt sebagai sosok manusia yang paling dikenal di kalangan komunitas zionis dan freemason. KIta semua tahu bahwa Yahudi adalah bangsa yang terusir dari tanah kelahirannya dan akhirnya menjadi pesakitan bagi semua bangsa lain. Ketika perang dunia kedua, Hitler menggiring ras yahudi ke penjaran dan kamar gas beracun. Namun berkat jargon kerbersamaan akan senasif , Adam Weishaupt berhasil menciptakan kekuatan komunitas yahudi yang sehingga walau minoritas namun menjadi penguasa disegala bidang kehidupan dan mengontrol perubahan dunia dibidang science ,budaya, sosial dan ekonomi. Juga ada kelompok Nan Yang Inc, yang merupakan kelompok masyarakat china perantauan yang muncul karena mereka merasa tidak bisa berharap banyak negara dimana mereka berada akan peduli pada mereka. Lambat namun pasti Nan Yang Inc telah menjadi komunitas yang kuat dan bahkan berpengaruh besar dimanapun mereka berada. Keberhasilan mereka telah mampu membuat mereka mempunyai posisi tawar menawar yang kuat dengan para elite dan penguasa untuk kepentingan usaha mereka dibidang pereknomian.
Kembali kepada diri kita sendiri , apakah kita bisa meniru gerakan Nan Yang Inc atau Yahudi dalam konteks yang positip ? Apakah yang akan menjadi perekat kita untuk menjadi komunitas yang kuat ? Siapakah yang akan menjadi mentor ? Mentor yang paling dekat kepada masyarkat adalah para pemuka agama. Merekalah yang kini satu satunya leader yang masih bisa diharapkan untuk memimpin komunitas dalam satu barisan yang kuat. Hal terakhi inilah yang membuat teman saya terdiam. Karena dia menyadari bahwa sebagian besar pemuka agamapun sudah menjadi tak terpisahkan bagian dari elite dan penguasa. Saatnya rakyat harus membentuk komunitas mandiri atau mati ditelan kehinaan..
“ Kita harus menjadi bangsa mandiri. “ itu yang disampaikan oleh teman ketika kami berdiskusi tentang kehidupan berbangsa bernegera. “ tapi “ lanjutnya “ Bagaimana kita mau mandiri ? Politik saja kita masih meniru paham negara lain. Demokrasi bukan produk bangsa kita. Demokrasi adalah hasil eksport bangsa barat kepada kita . Nah kalau dari segi idealogi saja kita terjajah dengan paham orang lain bagaimana kita bisa disebut sebagai bangsa mandiri.”
Pertanyaan nya kini , mengapa paham demokrasi begitu mendapat tempat dalam panggung politik. Jawaban sederhana saya peroleh dari teman ini bahwa ” Ketika negara tak berdaya menghadapi hutang luar negeri yang semakin mencekik leher dan ketergantungan begitu luas akan tekhnologi serta permodalan dengan pihak barat maka menerima demokrasi adalah bentuk lain dari kekalahan tanpa hormat sebagai bangsa. ” jadi demokrasi lahir di panggung politik adalah kekalahan dari suatu proses perang panjang sejak indonesia diproklamirkan sebagai bangsa merdeka. Akhirnya ,jadilah kini kita terjajah dalam bentuk lain. Menjadi negara dengan logo tanpa ruh. Menjadi negara dengan bendera tanpa darah.
Namannya negara terjajah maka tidak ada kamus untuk menjadikan bangsa ini menjadi besar dan makmur berkeadilan. Karena tidak ada kemakmuran bagi terjajah kecuali bagi penjajah. ” tapi ” teman saya mempunyai pendapat lain ” yang terjajah adalah elite dan penguasa. Bukan rakyat. Karena selama proses kekalahan itu rakyat tidak pernah dilibatkan dalam perang. Rakyat hanya menjadi penonton. Bila kini elite dan penguasa kalah maka itu biarkan saja menjadi bahan tontonan juga. Sementara rakyat tidak usah berharap lagi kepada elite dan penguasa untuk memperbaiki keadaan. Hegemoni ini harus dilawan dengan semangat kemandirian rakyat untuk mengorganisir dirinya sendiri lewat kegiatan ekonomi dan sosial.
Caranya bagaimana ? Teman saya ini dengan enteng menjawab seperti gaya Gus Dur ” Sebetulnya rakyat selama ini dapat survival tanpa dukungan dari pemerintah. Jadi mengapa masih juga berharap dari pemerintah. Banyak kegiatan sosial hidup subur tanpa bantuan pemerintah. Juga banyak Usaha kecil dan informal dapat tetap bertahan tanpa dukungan fasilitas negara. Yang harus dilakukan kini adalah memberdayakan masyarakat untuk tempil lebih kuat melalui program pembinaan dan pendidikan berkelanjutan tentang hak haknya sebagai rakyat. Sehingga akan tanpil kelak mayarakat yang kokoh , yang mampu mengorganisir dirinya untuk menolong dirinya sendiri. Ketika itulah elite dan penguasa kehilangan ruang untuk tetap menjadi pengekor negara penjajah. ”
” Caranya bagaimana mendidik masyarakat untuk mandiri tersebut ” ? Teman saya ini lagi lagi menjawab dengan enteng ” Kembali kepada jatidiri gerakan koperasi. Namun dalam gerakan ini harus berani lepas dari campur tangan pemerintah. Gerakan ini harus berorientasi pada perang total masyarakat kepada elite dan penguasa melalui pembangunan berbasis komunitas yang kuat dibidang ekonomi. Jadi ini adalah gerakan revolusi namun tidak melalui cara phisik tapi melalui revolusi penyebaran paham melawan ketidak adilan system. Para pedagang , petani, pekerja, pengrajin masing masing membentuk komunitas sendiri sendiri namun saling berinteraksi satu sama lain dalam jalinan sinergi yang harmonis.
Apa yang dikatakan teman ini mengingatkan akan Adam Weishaupt sebagai sosok manusia yang paling dikenal di kalangan komunitas zionis dan freemason. KIta semua tahu bahwa Yahudi adalah bangsa yang terusir dari tanah kelahirannya dan akhirnya menjadi pesakitan bagi semua bangsa lain. Ketika perang dunia kedua, Hitler menggiring ras yahudi ke penjaran dan kamar gas beracun. Namun berkat jargon kerbersamaan akan senasif , Adam Weishaupt berhasil menciptakan kekuatan komunitas yahudi yang sehingga walau minoritas namun menjadi penguasa disegala bidang kehidupan dan mengontrol perubahan dunia dibidang science ,budaya, sosial dan ekonomi. Juga ada kelompok Nan Yang Inc, yang merupakan kelompok masyarakat china perantauan yang muncul karena mereka merasa tidak bisa berharap banyak negara dimana mereka berada akan peduli pada mereka. Lambat namun pasti Nan Yang Inc telah menjadi komunitas yang kuat dan bahkan berpengaruh besar dimanapun mereka berada. Keberhasilan mereka telah mampu membuat mereka mempunyai posisi tawar menawar yang kuat dengan para elite dan penguasa untuk kepentingan usaha mereka dibidang pereknomian.
Kembali kepada diri kita sendiri , apakah kita bisa meniru gerakan Nan Yang Inc atau Yahudi dalam konteks yang positip ? Apakah yang akan menjadi perekat kita untuk menjadi komunitas yang kuat ? Siapakah yang akan menjadi mentor ? Mentor yang paling dekat kepada masyarkat adalah para pemuka agama. Merekalah yang kini satu satunya leader yang masih bisa diharapkan untuk memimpin komunitas dalam satu barisan yang kuat. Hal terakhi inilah yang membuat teman saya terdiam. Karena dia menyadari bahwa sebagian besar pemuka agamapun sudah menjadi tak terpisahkan bagian dari elite dan penguasa. Saatnya rakyat harus membentuk komunitas mandiri atau mati ditelan kehinaan..
2 comments:
Bahwa para pemuka agama yang mendekati elite penguasa atau pejabat membuktikan dirinya bukan seorang yang masuk dalam kategori yang bisa dijadikan pemimpin (baca : HUDA – PETUNJUK). Jadi kita harus terus mencari dan mencari.. Bagi orang awam apa PEDOMANnya …? PEDOMANnya adalah tercantum dalam surat Al-Fatiha ayat 5-7, Al-Baqarah 1-3, Al-Alaq 2-5.
Menurut yang pernah disampaikan guru saya ada 10 tapi yang baru disebutkannya baru 3 yaitu:
1. Makan tidak pernah pake tangan kiri
2. Dalam rumahnya tidak terpampang foto dirinya...apalagi di tempat umum
3. Tidak pernah mengatakan ”Anna khairu minha”
Manusia yang memenuhi kriteria tersebutlah yang kita angkat bukan mengajukan dirinya untuk kita jadikan PETUNJUK yang bijaksana (fathanah) yang berhak bertanggung jawab dunia dan akhirat dan yang akan menuntun kita ke jalan shiratal mustaqim. Shiratal ladzina an’am ta alaihim..(al-fatiha) ghairil maghdu bi ’alaihim waladhdhollin...
Dalam kalangan sufi bahwa kewalian seorang wali hanya diketahui seorang wali juga…
Kalau sudah dapat, pegang erat dan ikatkan ke pinggang erat-erat agar tidak terlepas (kaffah). Ibarat layang-layang, biarlah yang pongkol menarik atau mengulurnya..
Sehingga .....
Berlakulah pernyataan SAMI’NA wa ATHO’NA.. dan kalaupun masih ragu bisa menggunakan ISTIKHARAH....tapi itupun tata cara/petunjuk dan pelaksanaannya berdasarkan dari HUDA tersebut...
Karena....
“jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun lagi Maha Mengetahui.” (Surah Ali Imran: 31)
Post a Comment