Monday, May 06, 2019

Persepsi tentang puasa dan Tauhid.



Medio akhir tahun 90, Saya pernah ikut program healing di Ponpes di suatu desa di Banten. Saya harus melalui ritual puasa selama 41 hari. Saya hanya berbuka puasa dengan air putih dan nasi putih tanpa sayur. Setiap hari seusai sholat melakukan wiritan. Setiap tengah malam bangun untuk sholat tahajud tanpa tidur lagi sampai subuh. Setelah beberapa hari disana ada pengalaman yang menarik. Tengah malam seusai sholat tahajud saya melihat ustadz sedang duduk seperti orang bersemedi di masjid.

“ Saya perhatikan setiap malam kamu bangun dan melaksanakan ritual sholat. Sangat khusu. “ Terdengar suara. Tapi saya tidak tahu dari mana sumber suara itu. Ustadz nampak tersenyum ketika melihat saya kebingungan mencari sumber suara. “ Itu saya yang bicara. Saya menggunakan telepati bicara dengan kamu. Dengan bahasa ibumu“ Nampak wajahnya tersenyum. Langsung saya duduk menghadap dia.
“ Bagaimana anda bisa bicara dengan saya menggunakan bahasa ibu saya “ 
“ Persepsi saya tentang kamu bukanlah kamu seperti ujud mu.” 
“ Jadi apa ?
“ Gelombang pikiran, dan itu adalah energi. Makanya tidak sulit bagi saya masuk kedalam pikiran kamu, melalui gelombang itu.”
“ Bukankan energi manusia dibatasi oleh ruang dan waktu. Jadi bagaimana mungkin anda bisa masuk kedalam pikiran saya.”
“ Energi memang dibatasi ruang waktu tapi pikiran membebaskan itu.”
“ Pikiran apa ?
“ Tentang persepsi. Bahwa semua materi itu tidak ada. Yang ada hanya Tuhan.”
“ Lantas kita dan alam ini apa ?
“ Itu hanya visualisasi dari pikiran kita saja. “
“ Bagaimana dengan perasaan lapar, lelah, kecewa, dan senang, sakit, itu nyata ada dalam diri setiap manusia “
“ Itu manifestasi dari pikiran kita. 
“ Apa artinya itu semua? Bingung saya”
“ Semua yang ada disemesta ini tidak ada. Semua yang kita rasakan juga tidak ada.. 
‘ Tida ada ? Yang ada apa ? 
“ Yang ada hanyalah Tuhan. Tuhan memvisualkan semesta kepada kita agar kita mengagungkan Dia. Tuhan memanifestasikan pikiran lewat perasaan untuk kita mengagungkan Dia. Semua karena Dia. “
“ Oh…bagaimana dengan agama ?
“ Agama adalah kunci kamu memasuki gerbang keagungan itu dan menemukan rahasia tentang Tuhan.”
“ Caranya ?
“ Tiap agama punya cara yang diajarkan langsung oleh Tuhan melaui utusanNya.”
“ Untuk apa rahasia Tuhan ditemukan kalau toh pada akhir kita tidak ada.”
“ Untuk menunjukan Dia Maha Agung, tak terdefinisikan oleh apapun. Yang lain lenyap, bahkan kampung akhiratpun tidak kekal. Yang kekal hanya Tuhan, karena memang existensi Tuhan adalah Tuhan itu sendiri, bukan yang lain.

Setelah pembicaraan itu , sehabis sholat subuh saya lebih banyak tafakur tentang Tuhan. Lambat laun persepsi saya tentang Tuhan terbentuk. Bahwa tidak ada apapun di semesta ini selain Tuhan. Hanya Tuhan semata. Tanpa disadari saya tidak lagi merasa lapar bila makan sekali sehari. Yang lebih mencengangkan adalah saya bisa bangun tidur tepat waktu sesuai kehendak saya tanpa di bangunkan oleh alarm. Cukup saya berkata kepada diri saya “ Tuhan bangunkan saya jam 3 pagi.” Maka terjadilah.

Bagi kita orang yang terbiasa dekat dengan kebiasaan makan , rasanya ritual puasa mutih itu tidak akan mampu. Dan lagi terkesan menganiaya diri. Bahkan menurut ilmu kesehatan, itu tidak baik untuk tubuh. Tapi faktanya tidak ada  oang mati karena puasa putih. Bahkan banyak penyakit dapat disemubuhkan dari puasa itu. Umumya  orang yang berhasil puasa mutih, secara kebatinan orang itu lebih kuat, yang menurut orang awam terkesan magic. Hari ke 41 usai sudah ritual healing saya di Ponpes. Malamnya saya bermimpi entah darimana suara datang namun saya melihat cahaya dibalik suara itu “ Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya disisi Tuhan kekal, disisi makhluk lenyap. Maka tidakkah kamu memahaminya ? jangan kuasai perasaan kamu karena kebencian, amarah, cinta, pujian, kepada manusia. Jangan kuasai pikiranmu karena sakit dan sehat. Jangan kuasai pikiranmu karena harta, jabatan dan kepintaran. Apapun yang terjadi dialam ini adalah cara Tuhan menampakan diriNya dan menyebut diriNya Maha Agung, penuh pengasih lagi Penyayang. Maka ikhlaslah selalu.

Teman saya beragama Budha ortodok pernah melakukan ritual puasa selama 7 hari 7 malam tanpa makan kecuali minum. Dia merasa nyaman dan tenang. Bila dia semedi, tubuh ringan seperti kapas. Makanya itu menjadi rutinitas baginya untuk menjaga tubuhnya tetap sehat dan pikiran serta batin juga sehat. Ada teman saya di Macao yang bisa menembus kayu tebal dengan kedua jarinya. Hanya sekali tekan, kayu tebal itu tembus. Kedua jarinya tetap seperti semula tanpa ada goresan. Saya perhatikan dia melakukan itu tanpa tenaga. Namun walau saya lakukan dengan tenaga tidak mungkin bisa melakukan hal yang sama dengan dia. Kekuatannya seperti magic. Menurutnya itu bukan magic. Tapi berkat latihan berpuluh tahun. Dia setiap hari latihan menggoreng pasir dengan menggunakan tangan sebagai sendok. Bertahun tahun itu dia lakukan. Berkali kali tanganya melepuh dengan rasa sangkit sangat. Namun dia ulang kembali setelah sembuh. Lama lama rasa sakit itu hilang. Saat itulah dia bisa menembus tembok tebal dengan dua jarinya.

Semua Agama punya ritual puasa. Puasa mutih ala kejawen, puasa ramadhan, puasa budha dan lain lain  adalah membunuh rasa lapar. Teman yang latihan berat menggoreng pasir dengan tangannya sebagai sendok adalah ritual membunuh rasa sakit. Kedua cara itu adalah suatu proses menghilangkan " rasa ". Apapun " rasa" itu kembali pada dirikita sendiri. Jeruk itu manis, tapi itu hanya dilidah. Lewat lidah "rasa manis " itu hilang. Kalau kita tidak ada lidah tentu tidak merasakan manis. Namun rasa manis itu tidak datang begitu saja tapi lewat proses berpikir melahirkan persepsi bahwa jeruk itu manis. Rasa manis itu tidak pada jeruk tapi pada diri kita sendiri. Jeruk tetaplah jeruk.  Nah , kalau kita bisa meng-eliminate "rasa " maka persepsi kita terhadap materi juga berubah. Otomatis nafsu sebagai pemicu timbulnya rasa lewat pikiran akan berkurang bahkan dengan latihan berat bisa hilang sama sekali. Dengan begitu, secara kejiwaan kita kuat. Kita tidak lagi terisolasi oleh nafsu dan pikiran yang mendorong ktia tergantung kepada materi dan lemah.

Ritual puasa yang diajarkan dalam islam pada intinya sebuah metodelogi untuk tujuan meraih taqwa. Taqwa itu adalah dekat kepada Allah. Mendekati Allah tentu tidak bisa dengan nafsu dan pikiran tapi dengan jiwa yang bebas dari ketergantunga terhadap materi. Bila kita bisa mencapai ini maka kita akan kuat secara lahir maupun batin. Kekuatan jiwa kita menuntun kita untuk tidak mendewakan materi dan menjauh dari kesenangan yang bisa menjebak nafsu dan pikiran kita menjadi lemah. Kalau berharta kita suka berbagi. Karena harta bukan apa yang didapat tapi apa yang diberi. Kalau miskin kita kuat dalam kesabaran, Karena hidup bukan apa yang dialami tapi bagaimana melewatinya. Kalau kita berkuasa, kita cenderung menjadi pelindung dan rendah hati daripada sombong. Kalau kita lemah kita cenderung berserah diri kepada Tuhan tanpa takut. KIta menjadi makhluk istimewa karena apapun yang terjadi baik bagi kita.

Ya puasa adalah ritual untuk membangun persepsi bahwa materi itu tidak ada. Semua di alam ini akan musnah dan lenyap kecuali Allah. Dan tentu membangun persepsi ini tidak bisa mengandalkan pikiran dan nafsu tapi keimanan. Bahasa keimanan adalah bahasa meniadakan diri kita dan semua yang ada kecuali Allah. Yang tahu kita puasa hanya Allah tapi manfaatnya kembali kepada kita sendiri. Kalau persepsi puasa kita benar maka apapun godaan tidak akan menggoyang keimanan kita. Engga perlu takut orang dagang makanan siang hari bolong. Selamat berpuasa, semoga kamu menjadi orang yang bertaqwa..

Sunday, May 05, 2019

Mindset Yahudi




Waktu di Canton fair, saya amprokan dengan Daniel. Dia masih tetap sehat dan bugar diusia diatas 70 tahun. Penampilannya tetap sederhana. Saya kali pertama mengenalnya waktu di Rotterdam. Tahun 2008 saya pernah tinggal di Swiss beberapa waktu lama. Kalau weekend saya selalu ke Rotterdam ditemani supir saya. Entah mengapa saya suka tinggal di Rotterdam. Ini kota kecil namun udaranya bersih sekali. Karena sebagian besar orang menggunakan sepeda sebagai alat transfortasi. Angkutan umum juga tersedia berupa kereta listrik yang membelah kota. Masyarakatnya sangat ramah dan tidak nampak terburu buru seperti Hong kong dan China.

Di kota ini saya berkenalan dengan Daniel yang menghabiskan usia pensiunnya sebagai banker di Utrecht. Dia yahudi tulen. Orangnya ramah. Daniel di masa tuanya tinggal sendirian karena anaknya tinggal di Amerika sebagai banker. Ia hidup senang walau hartanya banyak namun dia tidak beli kapal pesiar atau rumah berkamar puluhan. Apartemennya di Utrecht hanya berukuran 45 meter. Jadi hidupnya sangat efisien.

Mungkin termasuk Yahudi yang taat. Dia tidak makan babi, tidak minum alkohol dan tidak menyentuh wanita yang bukan muhrimnya walau itu sahabat dekatnya. Bahkan menurut cerita dia disunat. Mengapa saya tertarik menulis tentang sahabat saya ini ? karena pemikirannya termasuk Yahudi yang moderat. Jadi bukan Yahudi yang kolot. 

Di Hong Kong saya mengajaknya makan malam di Caffe & Bar di kawasan Wachai. Ikut bersama saya teman dari Malaysia. Kami melihat ada wanita bergerombol mendatangi Bar, salah satu teman saya nyeletuk “ mereka jauh datang dari negerinya, hanya untuk jadi PSK ilegal. Kalau bukan karena kemiskinan tidak mungkin mereka mau datang ke Hong Kong. Itu karena di negerinya Tuhan tidak hadir, walau mereka beragama.”

Saya tersenyum. 

“ Tuhan selalu hadir, kapan saja , dimana saja.” Kata Daniel. “ Jangan kamu lihat kemiskinan lantas kamu bilang Tuhan tidak hadir. Kamu lebih kafir dari Setan. Sejahat jahat setan, tidak pernah mengabaikan Tuhan. Tetap percaya kehadiran Tuhan dimana saja dan kapan saja.” sambungnya dengan tenang. 

“ Tapi kemiskinan itu karena pemerintah zolim. Hanya memberi kesempatan kepada orang kaya saja.” Kata teman saya. Saya tersenyum. Karena dia berdialogh dengan mitra saya dari Malaysia, memang muslim yang taat.

“ Tadi Tuhan kamu keluhkan tidak hadir, sekarang pemerintah kamu keluhkan zolim. Di kapala kamu hanya ada mengeluh. Semua disalahkan.” Kata Daniel tangkas. 

“ Saya tidak mengeluh, tapi saya bicara soal empati dan keadilan. “ mulai sewot teman saya.

“ Lantas kamu anggap Tuhan dan Pemerintah tidak punya empati dan keadilan. Hanya kamu yang peduli ? 

“ Saya hanya mengingatkan. Itu aja”

“ Ya mengingatkan cara bersikap yang salah. Karena itu kalau besok ada orang bicara keadilan untuk si miskin kamu jadi follower. Besok ada orang bicara Tuhan kamu jadi Follower. Ketahuilah, hidup bukan retorika tapi perbuatan. Karena dengan retorika, bisnis atas nama keadilan dan Tuhan bisa mendatangkan uang dan kekuasaan. Dan kamu jadi follower dari profesional yang menjual retorika itu. Itulah yang terjadi di negara yang mayoritas beragama. Mereka brengsek daripada kapitalis. “ Kata Daniel dengan santai.

“ Tuhan itu Maha Adil dan Maha bijaksana. Tidak ada orang dilahirkan untuk jadi miskin dan dizolimi. Namun karena manusia diberi Tuhan hak Free Will maka setiap manusia punya pilihan menentukan sendiri jalannya. Karenanya sorga dan neraka tercipta, Kaya miskin terbentuk. Business dan economy class tersedia. Justru keadilan Tuhan itu ada karena selalu di dunia ini berpasangan. Setiap pilihan berkaitan dengan Mental kita sendiri.

Kami, yahudi mengejar harta namun tidak menumpuk harta non Produktif. 90% elite terkaya di dunia sekarang adalah orang Yahudi. Padahal kami minoritas. Tetapi istana dan rumah termewah didunia adalah milik orang islam seperi Raja Arab, dan Brunei. Emas terbanyak di miliki orang islam tapi penguasaan saham di bursa adalah Yahudi. Tempat ibadah terbanyak dimiliki orang Islam tapi penguasaan saham di perusahaan mulinasional adalah Yahudi. Ini soal pilihan.

Kami tidak hidup dalam simbol material: dalam bentuk harta, istana, kendaraan rubicon, lamborgini, alphard atau apalah dan tidak juga tempat ibadah bertebaran dimana mana. Tapi dalam bentuk seni berbagi dengan cara smart. Penguasaan saham lewat bursa memberikan kesempatan orang yang punya effort mentunaikan fungsi sosial perusahaan. Penguasaan saham di perusahaan secara langsung, satu cara mengaktualkan ide berbagi secara intelektual dan spiritual.

Dengan seni berbagi itu walau kami tidak punya negeri yang dirahmati Tuhan seperti kalian, tapi kami menjadi mesin berkembangnya perabadan. Kelaparan, kemiskinan di planet bumi ini terjadi karena pilihan pribadi manusia sendiri. Mereka dididik dari kecil harus utamakan retorika agama, dan sorga lebih utama. Tapi anehnya ketika mereka kalah bersaing mereka salahkan Tuhan dan Pemerintah. Padahal ketika mereka sibuk mengisolasi dirinya dari luar agar suci dan bersih, orang lain berjuang mengembangkan iptek dan pasar. Pilihan berbeda, tentu hasil juga berbeda.

Jadi kalau kalian mencintai Tuhan dan ingin meng aktualkan Tuhan, maka jangan jadikan materi sebagai Tuhan. Karenanya jauhi barang mewah berlebihan, apapun itu dan berbagilah, tetapi lakukan itu dengan smart.

Saya mampu beli rumah mewah atau mobil mewah tapi itu memakan ongkos mahal. Hasilnya apa ? hanya di pandang dan dibanggakan. Useless. Lebih baik beli apartemen yang kecil dengan ongkos murah. Kalau ingin sekali kali merasakan tinggal di Istana kami bisa tinggal di hotel berkelas diamond lengkap dengan layanan limo. Kalau ingin melihat dunia lain, kami bisa liburan dengan pesawat layanan first class tanpa perlu beli private jet. “ Kata Daniel membuat teman saya dari Malaysia terdiam dan menyimak.

“Lantas untuk apa uang banyak ? 

“ Ya. jangan di tabung di bank. Itu cara idiot. Kamu bisa tempatkan di portfolio saham. Tanpa kerja kamu menikmati hasil kerja orang lain. Tanpa berlelah membangun usaha kamu memberikan kesempatan orang lapangan kerja. Lets money working for you. Tanpa disadari kamu juga memberikan bantuan bagi orang miskin dengan pajak yang dibayar oleh perusahaan yang sahamnya kamu punya. Dengan deviden yang kamu terima kamu bisa berbagi lewat pajak.

Berpuluh puluh tahun saya memburu uang akhirnya saya tidak butuh uang. Berpuluh tahun saya mengejar harta demi kehormatan akhirnya saya tidak butuh kehormatan. Mengapa ? time is money tapi faktanya justru kita tidak punya waktu disaat kita punya uang. Kita kumpulkan uang karena kawatir miskin. Tapi faktanya kita selalu kawatir harta berkurang. Jadi, intinya uang akan memenjarakan kebebasan kita kalau kita maknai uang adalah segala galanya. Tetapi kalau kita maknai uang hanyalah alat maka kita bisa menikmati hidup tanpa diperbudak uang. Tanpa kawatir menebarkan kesempatan kepada orang lain untuk berkembang,  tanpa membuat kita bangkrut tentunya.

Hidup itu secure bukan karena financial resource tetapi karena financial freedom. “ Kata Daniel. Saya melirik teman saya dari Malaysia yang nampak tersenyum.


Saturday, May 04, 2019

Ketakutan



Dalam satu kesempatan survey tambang, ditengah perjalanan, rombongan yang jalan di depan berteriak “ Ular”. Dia pun berlari. Diikuti oleh yang lainnya. Saya bingung mengapa mereka lari? “ Ularnya besar sekali”  kata salah satu teman dengan wajah ketakutan. Tinggal saya sendirian. Saya perhatikan ular itu sedang berusaha keluar dari saluran air. Kepalanya ada di jalan setapak. Tubuhnya masih di saluran air yang bersemak. Panjangnya mungkin lebih dari 3 meter. Saya mendekati ular itu. Dengan cepat saya memegang lehernya dan melemparnya kembali kesaluran air. Ular itu menjauh dari jalan setapak. 

Teman saya bengong. Bagaimana saya begitu tenangnya menghadapi ular ?. Mungkin anda punya pikiran sama. Sebetulnya ular itu matanya buta. Dia tidak bisa melihat targetnya dengan jelas seperti kita manusia. Mata ular itu bekerja dengan sistem sonar atau semacam infra merah. Ular hanya akan melihat kita apabila matanya kita tatap secara langsung. Dalam persekian detik mata ular bisa merekam kita dan otaknya lansung menterjemahkan siapa kita. Bagi ular apapun didepannya adalah mangsa. Selagi dia bergerak itu tandanya dia lapar. Makanya ular kalau kenyang dia engga jalan. Dia tidur. Jadi dengan mudah saya bisa memegang lehernya tanpa ada perlawanan. Karena  saya tahu apa itu ular. 

Manusia itu makluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk lain ciptaan Tuhan. Kekuatan manusia itu ada pada pikirannya. Namun kelemahannya juga ada pada pikirannya. Kalau anda berpikir ular itu menakutkan maka apapun pengetahuan yang anda punya itu akan sia sia. Kalau pengetahuan itu mencerahkan anda maka rasa takut akan hilang, berganti dengan keyakinan dan kekuatan. Dalam kehidupan juga begitu. Orang memilih Prabowo karena rasa takut yang ditiupkan ulama berdaster bahwa kalau Jokowi menang maka umat islam akan dipinggirkan. Membela prabowo adalah membela islam. Jalan kemenangan islam. Yang tidak mengikuti saran ulama akan masuk neraka. Kafir. Ketakutan neraka itu terus ditiupkan.

Padahal kalaulah bersandar kepada pengetahuan, engga perlu ada rasa takut. Ulama juga manusia, yang bisa saja salah. Pemilu hanya kegiatan rutin lima tahunan. Tidak ada yang luar bisa dari sebuah pemilu. Berkali kali pemilu digelar sejak Orla, apakah umat islam dipinggirkan? Apakah umat islam berkurang jumlahnya ? apakah semua orang jadi kafir ? kan engga.  Komunis, China, Asing. Semua hal yang berbeda menjadi hantu yang menakutkan. Padahal paham komunis di China justru membuat negara itu makmur dan tidak menghalangi orang melaksanakan ritual agamanya. China ada di Indonesia jauh lebih dulu daripada orang Arab. Asing sudah berbisnis di Indonesia sejak abad ke 6. Kan lucu kalau China, asing, komunis menjadi momok menakutkan. Tapi karena rasa takut sudah menjadi mindset maka S3 jadi S-teler. 

Orang tidak tertarik   kepada  wirasausaha karena takut gagal. Banyak orang gagal bukan karena dia tidak punya pengetahuan atau tenaga tetapi karena rasa takut gagal. Makanya sikapnya selalu ragu. Sama dengan orang takut ular karena takut mati. BIsa ular itu memang mematikan. Anda tidak harus takut. Ketakutan adalah pembunuh pikiran. Ketakutan adalah kematian kecil yang membuat anda jadi zombi. Hadapilah dan lewati ketakutan itu. Yakinlah setelah anda lewati ternyata semua biasa biasa saja. Jadi tidak ada yang perlu ditakuti.

Thursday, May 02, 2019

Penglihatan



Kemarin saya dinner dengan teman. Mereka direksi BUMN yang berbeda. Kami bicara santai di cafe anak muda. Saat itu suasana cukup ramai. Di samping table kami ada tiga orang wanita. Walau usia mereka tidak muda lagi tetapi mereka cantik cantik. Saya perhatikan kedua direksi BUMN itu nampak tidak serius lagi berbicara santai dengan saya. Karena kadang pandangan mereka diarahkan kesamping table kami. Saya lirik kesebelah. Para wanita itu memalingkan wajah ketempat lain dengan wajah masam. Selama 45 menit bertemu mereka, keadaan sudah tidak nyaman. Saya segera undur diri. Karena ada urusan lain.

Dari pintu keluar saya lihat tiga wanita di samping table kami itu bergabung dengan table teman saya. Saya geleng geleng kepala dan tersenyum sendiri. Ternyata saya memang tidak exciting bagi wanita. Atau dalam ilmu komunikasi saya bukan pria yang catching eyes. Hampir di setiap cafe berkelas didalam dan di luar negeri, pengalaman saya tidak pernah ada wanita tertarik dengan saya pada pandangan pertama. Makanya saya bisa berdiam seorang diri berlama lama di cafe tanpa diganggu. Saya pernah tanya sama istri " apakah saya pria yang menarik secara penampilan" Istri saya menjawab " papa itu limited edition. Hanya gua doang yang tertarik, bukan untuk semua wanita ."

Saya pernah di usir oleh petugas Financial Club di luar negeri. Setelah saya perlihatkan kartu keanggotaan saya, mereka nampak terkejut dan akhirnya tersenyum. Tetapi saya perhatikan ada orang lain, yang tidak pernah di cegat masuk ke dalam club, dan baru setelah duduk  ditanya dengan hormat kartu keanggotaannya.  Di pesawat, di business class. Dengan ramah  pramugari menawarkan untuk tag jas pria bule. Bahkan pramugari membantu bule itu membuka jasnya. Sementara saya duduk disebelah bule itu , dicuekin saja. Tidak ada nampak ramah menawarkan agar jas saya juga di tag.

Saya memang tidak punya cover yang exciting berada dikalangan terbatas.  Mengapa ? saya explore diri saya sendiri. Saya menemukan  penyebabnya adalah kekurangan saya. Wajah keras dan penampilan yang sederhana. Sehingga tidak menarik bagi wanita. Mengapa saya ceritakan ini? karena saya perhatikan teman teman saya yang tidak mendukung Jokowi, sebagian besar lebih karena ketidak tertarikan mereka kepada penampilan Jokowi.  Padahal kinerja SBY bukanlah hal luar biasa namun pemilih SBY adalah sebagian besar para wanita. Konon katanya, di Sumbar, SBY menang dalan pemilu, karena penampilan gagah. Ketertarikan pemilih kepada Anies dan Sandi, juga karena penampilannya yang exciting sangat membantu. Pemilih PS juga alasanya karene penampilan PS yang gagah.

Dalam kondisi pramodern, orang juga sudah menganggap sejarah bergerak karena penglihatan. Melalui ilmu, misalnya. Orang Jawa menyebut ”ilmu” sebagai kawruh. Kata ini punya akar dalam kata weruh, yang dalam kamus Jawa susunan W.J.S. Poerwadarminta tahun 1939 berarti ”bisa menggunakan penglihatan” dan juga berarti ”mengerti”. Dan bila benar wayang adalah sumber kearifan, makin jelas bagaimana cahaya (dan akibatnya: bayangan) adalah teknologi purba untuk pen-cerah-an. Kecenderungan mengutamakan mata, oculus, sebagai sumber pengetahuan (dan penguasaan) itu bahkan sudah ada di Yunani Kuno: peradaban yang oculocentric dimulai jauh sebelum Plato. Plato pernah menyebutkan satu upacara purba, satu milenium sebelum dia, yang berlangsung di Eleusis: tiap musim semi ratusan orang berkumpul di sebuah kuil yang gelap pekat bagaikan gua, menantikan ajaran tentang kematian, kelahiran kembali, dan keabadian. Mereka ingin mengetahui hal-hal itu agar dapat mengatur hidup. Nah, Dewi Demeter akan tampil dalam sinar yang terang. Kebenaran akan disampaikan.

Kini jutaan orang, berkelompok atau menyendiri, menantikan informasi. Bukan di Eleusis, tapi melalui sinar di televisi, film, layar komputer dimana saja. Aku melihat, maka aku ada. Tapi hari ini Kindle dan iPad dan entah apa lagi sedang menghapus sumber informasi (bahkan ”kebenaran”) itu. Setiap hari digedor iklan yang tanpa jeda.Etalase-etalase mal yang memamerkan tubuh peraga yang rupawan, busana berpotongan memukau. Atau ratusan botol parfum yang lebih enak dilihat bentuknya ketimbang dicium harumnya. Atau makanan yang mengimbau lidah lewat fotografi. Dan di atas semua itu: logo, logo, logo. Dengan desain yang tak ingin terabaikan.

Kapitalisme, dengan kemampuannya merayakan apa yang visual, mencoba menebus sesuatu yang hilang. Ia bagian dari modernitas yang lahir bersama penaklukan dunia dan kehidupan, yang menghabisi sihir, pesona, dan aura yang dulu dirasakan hadir dalam alam. Sejak awal abad ke-19, ketika benda-benda dipajang di toko-toko besar, orang pun jadi konsumen yang ternganga-nganga takjub. Dengan teknik pemasaran yang piawai, lewat komoditas, pesona dikembalikan ke dunia. Kini, yang secara visual mempesona itu punya dua sifat. Yang pertama, ia tak punya kedalaman. Ia datar seperti etalase, tanpa misteri. Yang kedua, ia dibebani kesementaraan. Bentuk gaun, ukuran dasi, warna kain harus berganti terus, selalu sementara, tiap musim. Hasrat disebut ”hasrat” karena ia tak terpuaskan. ”Mata adalah peranti yang rapuh,”  Artinya, jauh di dalam diri yang tak tampak, ada yang tak tertaklukkan. Kapitalisme mencoba menangkapnya, tapi kata + kisah yang fantastis, yang ”gelap”, menyembunyikannya kembali. Mungkin itu sebabnya kita selalu cemas akan kehilangan fantasi.


Ijtimak ulama dan Politik



Hasil Ijtimak Ulama dan Tokoh Nasional III memutuskan lima poin yang menegaskan ada kecurangan terstruktur, masif, dan sistematis dilakukan kubu paslon 01 dalam Pilpres 2019, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin. Atas dasar itu, ijtimak ulama III memutuskan agar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melakukan langkah menyikapi keputusan tersebut. Mendesak Bawaslu dan KPU memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi Pasangan Calon Presiden-Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01. Teman saya bertanya kepada saya apakah ulama bisa mengeluarkan maklumat seperti itu? Saya katakan bahwa itu pernyataan sikap politik, bukan agama. Namun memang kebetulan mereka yang hadir itu adalah mereka yang menyebut dirinya ulama.

Mengapa saya katakan itu bukan berkaitan dengan agama?   Dalam urusan dunia, walau kita tidak bisa menerima, namun kita diminta untuk memaklumi. Kemungkinan salah atau curang itu bisa saja terjadi. Itu dilakukan oleh kedua kubu. Fitrah manusia memang tidak sempurna. Bahkan dalam urusan agama, Nabi pernah bersabda “ Sungguh agama ini mudah, dan tidaklah seseorang berkeras-keras dalam menjalankannya kecuali ia akan kalah. Akan tetapi (yang benar adalah) jalankanlah dengan sempurna, (kalau tidak mampu) maka mendekatlah pada kesempurnaan, (kalau ada yang tidak mampu) maka berilah kabar gembira…..” ( Bukhari muslim). 

Masalah Pemilu itu sudah dilakukan dengan niat baik agar proses terjadi secara sempurna. Engga percaya? perhatikan.  KPU Itu didirikan berdasarkan UU. KPU adalah lembaga indepedent atau bukan organik dibawah Presiden. Jadi engga mungkin Presiden bisa kendalikan untuk kepentingannya agar bisa menang. Karena KPU tidak tunduk dengan presiden kecuali kepada UU. Anggota KPU itu dipilih oleh anggota DPR. Walau masing masing fraksi di DPR berhak memilih anggota KPU namun mereka yang terpilih itu bukan partisan, dan tidak pernah terkait dengan ormas atau Partai Politik sedikinya 5 tahun. Jadi hampir tidak mungkin anggota KPU akan berpihak kepada salah satu calon.

Sudah cukup? Belum. Ketika pemilihan umum dilakukan, semua partai dan paslon punya hak mengirim saksinya. Saksi itu ada di setiap TPS. Negara juga melengkapi dengan adanya BAWASLU, untuk memastikan proses PEMILU terlaksana tanpa ada kecurangan, dan wasit independent. Bahkan pengamat pemilu pun dari dalam dan luar negeri berhak memantau langsung sampai ke TPS. Dengan demikian tidak mungkin ada rekayasa untuk memenangkan salah satu paslon.

Hasil pemungutan suara itu dari setiap TPS itu, di hitung secara manual. Kemudian di rekap. Rekapitulasinya dihadiri semua saksi, Bawaslu dan dilakukan berjanjang dari tingkat kecamatan sampai ke pusat. Sementara itu KPU juga membuat perhitungan suara ( SITUNG) secara online dan di publis terbuka. Tujuannya agar masyarakat bisa ikut mengkoreksi perhitungan itu. Hasil final bukanlah Situng tetapi rapat pleno atas rekap suara tingkat pusat.  Itupun dihadiri semua paslon. Jadi benar benar terbuka atau transparan. Semua proses itu diawali oleh hasil quick count yang secara ilmiah dapat dipertanggung jawabkan dan dibenarkan oleh KPU sebagai bagian dari sistem keterbukaan. Hasil quick count sebagai banmark atau patokan untuk memastikan tidak ada rekayasa dalam perhitungan real count. 

Secara sistem memang benar benar KPU itu di design sangat sempurna. Namun namanya perbuatan manusia tentu tidak ada yang sempurna. Pasti ada salah. Makanya UU Pemilu membuka peluang untuk mengajukan gugatan melalui jalur hukum, MK. Disanalah perseteruan bagi yang merasa dirugikan untuk mendapatkan keadilan.  Apalagi ? apakah ulama yang sedang berkumpul mengeluarkan ijtimak paham soal sistem ini ? Dalam urusan agama saja Nabi mengatakan tidak ada manusia  yang mampu melaksanakan secara sempurna. Bahkan kalau tidak bisa sempurna, kita hanya diminta untuk mendekati sempurna. Kalaupun tidak bisa mendekati kesempurnaan, maka ulama diminta untuk menyampaikan kabar gembira. 

Apa itu kabar gembira ? Yaitu kabar gembira buat siapapun yang tidak mampu beramal ibadah sempurna, selama ketidakmampuan tersebut bukan karena niatannya maka tidak akan mengurangi pahalanya.” Jadi kalau pemilu sudah dilaksanakan atas dasar niat baik, dan dilakukan dengan sungguh sungguh sampai lebih 100 orang petugas meninggal berjuang agar pemilu dapat terlaksana, saya rasa itu adalah bukanlah kesalahan yang disengaja. Itu adalah pahala. Kalaupun ada ketidak sempurnaan, namun tidak mengurangi pahalanya di sisi Allah.

Tetapi mengapa harus dikeluarkan ijtimak ulama yang dihadiri oleh mereka yang bukan ulama, seperti Prabowo, Sandiaga Uno, Fadlizon? Sebenarnya para ulama yang dimaksud tersebut sedang berusaha nego dengan firman Allah “ Wahai Rabb Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. [Ali ‘Imrân/3:26]. Tapi Allah berbuat sesukanya. Walau doa dilantunkan mereka dengan berbusa mulut. Airmata jatuh ke bumi. Hasilnya bukan kehendak mereka yang terpilih sebagai presiden, tapi Jokowi-Ma’ruf Amin. Mengapa ? hanya Allah yang tahu. Seharusnya kita menerima dengan ikhlas dan berharap mendapatkan hikmah. 
Tapi ulama yang melakukan ijtimak jilid 3 seharusnya meniru akhlak sebagian besar umat islam pada khususnya dan penduduk indonesia pada umumnya. 95% rakyat bisa menerima hasil pemilu walau pilihannya kalah. Mereka ternyata lebih beriman atas keputusan Allah walau mereka sebagian besar bukan kaliber Ulama.


Friday, April 19, 2019

Jokowi menang, dear

Dear…
Ada haru kemarin ketika rehat seminar. Saya mendengar sekelompok orang berbicara tentang pemilu di Indonesia. Mereka mengatakan bahwa  Hasil Quick Count Jokowi menang, beselisih hanya 9% dari rivalnya. Namun yang hebatnya, Jokowi bisa membuat partisipasi Pemilu diatas 80%. Selisih kemenangan tidak penting. Yang penting itu adalah memberikan kesadaran kepada rakyat akan hak pilihnya sebagai warga negara. Kamu tahu dear, Indonesia yang pluralis dengan luas terbentang sama seperti jarak London Siberia itu, tidaklah mudah melaksankan pemilu secara demokratis. Ini benar benar people power. Dunia terkejut. Betapa tidak. Indonesia yang baru 15 tahun melaksanakan demokrasi langsung, mampu melahirkan kesadara demokrasi yang begitu tinggi.

Kamu tidak bisa membandingkan demokrasi seperti Era  Orba, atau seperti Pemilu Anggota Komite rakyat China,  Pemilu ala Korea Utara, atau pemilu di Singapore dimana orang dipaksa untuk datang ke bilik suara. Ada ancaman serius bagi yang tidak ikut Pemilu. Di  indonesia, orang hanya dilarang mengkampanyekan golput. Namun kebebasan memilih dilindungi haknya sama dengan yang tidak memilih. Faktanya lebih banyak yang menentukan hak pilihnya daripada yang tidak. Itulah nilai demokrasi yang luar biasa, yang tidak mungkin bisa dicapai oleh AS sebagai penyokong utama sistem demokrasi. Tidak juga di Eropa yang mengenalkan paham sekular dalam politik.

Dear, Populasi indonesia diatas 200 juta. Penduduk terbesar keempat di dunia. Mendidik demokrasi untuk populasi lebih dari 200 juta tanpa riak berarti, adalah tidak mudah dear. Namun seni pengelola kebebasan dilakukan dengan begitu indah oleh Jokowi. Saya katakan indah, karena hanya orang yang berjiwa besar dan hati bersih penuh keimanan yang bisa memberikan kebebasan orang untuk bersuara. Bahkan sepanjang kekuasaanya tidak pernah sepi dari hujatan dan fitnah. Jokowi menikmati perbedaan itu walau kadang menyakitkan bagi sebagian orang yang mencintainya. Massa menyemut berdatangan ke Jakarta. Mereka menentangnya. Didepan istana mereka berteriak lantang. Jokowi tidak menghadapinya dengan moncong senjata TNI. Aksi itu dihadapi dengan cinta. Semua selesai begitu saja.

Begitu banyak yang percaya bahwa Jokowi harus diganti. Apalagi melihat lautan massa berdatangan menentangnya. Bukan hanya di Jakarta tetapi hampir disemua kota besar bergema aksi ganti presiden. Ini semakin meyakinkan para elite Politik bahwa Jokowi tidak disukai rakyat. Banyak orang yang tadinya dekat dengan Jokowi akhirnya memilih oposisi.  Namun dear, dibalik aksi dan gemuruh kebencian datang bertalu talu itu, ada kelompok diam yang terus berdoa untuk seorang Jokowi. Mereka tidak menampakkan diri dengan aksi berjilid jilid. Mereka tidak bersuara dengan taburan amarah kepada mereka yang membenci Jokowi. Mereka terus bekerja dalam diam dan  berdoa tentunya. 

Kemarin, ketika Pemilu mereka yang diam itu datang ke bilik suara untuk menentukan pilihan politiknya. Ternyata mereka bukan sedikit, tetapi merekalah silent majority di Indonesia. Hukum demokrasi berlaku. JOkowi sebagai pemenang dalam hitungan cepat. Dan Prabowo bersama kelompoknya harus menyadari bahwa sistem demokrasi tidak menghitung kerumunan orang. Tidak melihat siapa yang peling kencang bicaranya. Tidak melihat siapa yang paling banyak titelnya. Tidak melihat orang berbicara dengan lantunan firman Tuhan dan janji negeri utopia. Demokrasi ditentukan oleh rakyat yang menggunakan hak pilihnya. Prabowo kalah bukan karena dia tidak hebat tapi begitulah demokrasi. Kemenangan Jokowi adalah kemenangan demokrasi.  Kemenangan akal sehat. Itulah people power sesungguhnya. Tidak ada yang bisa menentangnya. 

Dear,
Kalau orang mengatakan bahwa Jokowi meminggirkan islam, itu juga tidak tepat. liatlah fakta hitungan cepat. PKS  yang merupakan satu satunya partai idiologi islam, yang terpuruk di Pemilu sebelumnya, justru di era Jokowi mendapatkan suara terbaiknya. Bahkan mengalahkan partai islam nasionalis lainnya. Mengalahkan Partai Demokrat. Apa artinya itu? itu fakta bahwa narasi idiologi islam punya tempat terhormat diera kekuasaan Jokowi. Itu hanya mungkin karena pemahaman Pancasila yang bersumber dari Tauhid , yang memang tidak seharusnya melarang orang berpolitik menggunakan agama. Tentu sepanjang ia tetap patuh kepada palsafah Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Eka dan NKRI. Umat islam harus bersyukur dengan munculnya Jokowi sebagai presiden. Kemenangan Jokowi adalah kemenangan akhlak, yang menghormati pluralisme atas dasar cinta bagi semua. 

Dari kebebasan yang dikelola Jokowi dengan baik, tingginya partispasi Pemilu, sunattulah terpilihnya pemimpin sesuai kehendak Allah terjadi di Indonesia. Takdir berlaku menjadi hikmah bagi semua. Semoga om Wowok bisa mengerti. Menjadi pemenang itu penting tetapi jauh lebih penting menerima kekalahan dengan ikhlas. Bukankah kekuasan itu bersumber dari Tuhan. Dan kepada Tuhanlah semua itu kembali, ya kan dear..


Salam

Thursday, April 18, 2019

Fiksi VS Fakta.

Mungkin sebagian anda sering mendengar istilah fiksi. Dalam benak anda bahwa fiksi itu lawan dari fakta. Sebenarnya bukan begitu. Fiksi itu adalah sebuah Prosa naratif yang bersifat imajiner. Meskipun imajiner sebuah fiksi tetaplah masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. Kebenaran dalam sebuah dunia fiksi adalah keyakinan yang sesuai dengan pandangan pengarang terhadap masalah hidup dan kehidupan. Dari definis fiksi tersebut maka dapat saya singkat bahwa fiksi itu bukan realita, namun dia bisa juga fakta yang ada dalam keseharian kehidupan kita.

Kalau kita analogikan maka Jokowi itu adalah fakta. Sementara lawannya adalah fiksi. Lawanya sengaja membangun narasi imajiner tentang negeri makmur dan sejahtera dibawah lindungan syariat islam. Sangking makmurnya semua murah dan bahkan gratis. Pajak rendah dan pendapatan negara dari SDA terkonsentrasi untuk seluas luasnya bagi rakyat banyak. Saya katakan itu fiksi karena tidak akan bersua dengan realitas. Itu sama dengan dongeng negeri utopia. Namun bukan berarti tidak sesuai dengan fakta yang ada. Karena bisa saja terjadi walau tidak sesempurna yang digambarkan dalam narasi fiksi.

kIsah fiksi negeri yang digambarkan oleh pengusung syariat islam itu ternyata faktanya sebagian bersua dalam kepemiminan Jokowi. Pembangunan terjadi merata lewat penyediaan infrastruktur ekonomi dan distribusi modal lewat dana desa dan kredit mikro. Keadilan sosial tersentuh lewat program jaminan sosial, kesehatan dan pendidikan. Kehidupan beragama tegak. Bahkan alokasi APBN untuk Kementrian agama masuk yang terbesar anggarannya. Hukum tegak dengan semakin banyaknya pejabat yang kejaring OTT KPK. Kejujuran teraplikasikan lewat transfaransi APBN dan sistem pemerintahan. Jokowi sendiri tidak terkontaminasi kehidupan elite yang korup, kolutif, nepotisme. Dari itu semua, walau negara lain mengalami penurunan ekonominya, Indonesia tetap tumbuh dan percaya diri.

Namun fakta yang dikerjakan oleh Jokowi itu tenggelam dengan narasi fiksi negeri utopia yang digambarkan oleh Prabowo- sandi dalam setiap kampanye. Walau Prabosan tidak pernah bicara dalil agama, namun dalam bisik bisik semua narasi Prabosan itu diterjemahkan oleh mereka para pendukungnya sebagai narasi syariah islam yang tegak. Di akar rumput diskusi tentang fiksi negeri utopia itu sangat inten. Sehingga melahirkan militansi perjuangan ganti system, ganti presiden. Itulah lawan Jokowi sebenarnya. Lawannya adalah mereka yang mengusung fiksi negeri utopia dibawah panji islam.

Namun gerakan syariat islam dalam bingkai fiksi negeri utopia itu, oleh sebagian besar rakyat Indonesia dianggap tidak masuk akal. Semakin kencang gerakan fiksi utopia semakin kencang pula gerakan rasional, yangmana iconya adalah Jokowi. Jadi pemilu ini bukan pertarungan antara idiologi Pancasila vs Khilafah atau syariat islam. Bukan pertarungan partai nasonalis dengan partai identitas. Tetapi antara seorang Jokowi dan kaum utopian. Seandainya semua Parpol koalisi PDIP bergabung dengan Gerindra mendukung Prabowo-Sandi, tetap hasilnya tidak akan berbeda. Jokowi yang akan menang. Seandainya Jokowi tidak kampanye. Diam saja. Hasilnya tetap akan sama. Jokowi pemenang.

Sebaliknya, seandainya bukan Prabowo lawan Jokowi, hasilnya engga akan jauh berbeda. Jokowi menang tipis. Apa kesimpulannya ? ini bukanlah pertarungan kekuatan mesin partai. Tetapi antara fakta dan fiksi. Bagi kaum utopian, fiksi itu adalah realitas itu sendiri. Makanya mereka tidak mengakui kekalahan. Mereka memang hidup dalam fiksi. Dan kemenangan Jokowi adalah kemenangan akal sehat. Keputusan KPU kelak tidak akan diakui mereka. Selanjutnya mereka akan terus bergerak lewat narasi fiksi, sampai hari kiamat. Dan ini adalah cobaan bagi kita yang waras. Karena kesempurnaan tidak akan pernah ada, namun tanpa tangtangan orang tidak akan lebih baik. Biarkan aja mereka nyinyir tanpa bisa move on. Kita nikmati saja hidup sebagai orang waras.

Peran otak dalam memberi

Sore hari. Tahun 83 setelah antar bon dan pembayaran kain tekstil kepada Boss di bilangan kota. Jumlah uang dan bon sama. “ Mengapa kamu tid...