Apa pendapat bapak soal kenaikan pajak PPN 12 % “ tanya Lina. Peningkatan tarif PPN tujuannya tentu untuk meningkatkan penerimaan negara di setiap jalur produksi dan distribusi. Tetapi inflasi juga akan meningkat akibat harga jual barang dan jasa naik. Dalam konteks Indonesia, ini implikasinya sangat luas terhadap sektor produksi. Sebelum ada kenaikan PPN, daya beli sudah turun. Dengan kenaikan pajak PPN itu akan semakin memukul daya beli, tentu produksi juga akan turun. Padahal kita tahu sektor industri kontribusinya terhadap PBD sejak tahun 2013 menurun dibawah 20%.
Susah juga ya kelola ekonomi negara itu.” kata Lina. Menurut saya tidak juga susah. Sederhana saja. Sesederhana hukum persamaan filosofis ekonomi yaitu I= C+ S. Setiap individu punya hak menentukan sendirian pilihannya untuk mendapatkan income. Setiap Income digunakan untuk pengeluaran konsumsi. Sekaya apapun orang, makannya hanya tiga kali sehari. Nah kelebihan dari pendapatan setelah konsumsi itu mereka salurkan ke tabungan. Tabungan itu bukan hanya di bank tetapi juga dalam bentuk investasi.
Dari rumus I=C+S, fenomena ekonomi terjadi secara makro.Seharusnya kebijakan negara menginfluence terjadinya perubahan pada sisi S (saving). Karena ini berkaitan dengan behaviour economy dalam masarakat, yang kadang terjebak dengan kebutuhan Maslow. Makannya diperlukan ilmu diluar ekonomi untuk melahirkan kebijakan yang bisa menimbulkan proses social engineering terhadap kelebih pendapatan. Dalam study public policy, social engineering itu dipelajari.
Misal, agar tidak terjadi tumpukan uang di sektor moneter dan beralih ke sektor real seperti industri barang dan jasa, maka pemerintah membuat kebijakan bahwa tabungan di Bank dikenakan pajak progressive. Tentu ini ditentang dalam teori ekonomi klasik. Tapi dampaknya bagus terhadap perubahan behaviour tentang uang. Bahwa esensi uang itu adalah apabila produksi dan distrbusi berjalan lancar secara sistem.
Nah agar aliran dana terjadi meluas dan tidak terakumulasi kepada sekelompok saja, maka pemerintah buat kebijakan anti rente. UU Persaingan usaha di-implementasi dengan tegas. Sehingga antara yang besar dan kecil hidup berdampingan dengan sinkronize. Kebijakan ini jelas ditentang oleh teori ekonomi pro market. Tetapi bagus untuk kelancaran proses produksi. Kemudian agar sektor real bergairah, efisien atas dasar kreatifitas, pemerintah membuat kebijakan insentif pajak bagi dunia usaha yang melakukan riset IPTEK. Juga jelas tidak sesuai dengan ekonomi pasar. Tapi dari sini akan melahirkan kolaborasi dan sinergi antara akademisi, profesional dan dunia usaha. Perubahan pun terjadi.
Jadi tidak selalu harus mengikuti teori dasar ekonomi bekerja. “ Kata Lina. Memang teori ekonomi itu bukan ilmu eksakta. Selalu berdiri diatas asumsi ideal. Tetapi dalam prakteknya kehidupan ini tidak ada yang sempurna. Mana ada ideal itu. Artinya public policy itu basisnya adalah social engineering. Rekayasa sosial untuk terjadinya transformasi dari ekonomi tradisonal ke ekonomi modern, dan itulah perlunya negara mengatur, agar terjadi proses social engineering terus menerus.
Hanya dengan social engineering ? tanya Lina. Dalam public policy, social engineering tidak akan efektif menginfluence perubahan prilaku ( behaviour) publik kalau tidak disertai dengan proses value engineering. Kalau dianalogikan seperti teko dan teh. Social engineering itu teko. Sementara value engineering tehnya. Indah gimanapun teko tapi tehnya tidak berkualitas, ya itu namanya penampilan doang yang hebat tapi tidak ada manfaatnya. Setinggi apapun pertumbuhan ekonomi tetapi tidak berkualitas itu hanya fake growth.
“ So, Value engineering itu apa ? tanya Lina. Rekayasa nilai terhadap kebiasaan yang menghambat kita berkembang mengikuti perubahan zaman. Kalau bahasa mesranya value engineering itu adalah spiritual. Spiritualitas bukanlah lari dari agama secara esensi dan nilai. Spiritualitas berkembang di setiap dimensi kehidupan dengan cinta, tanggung jawab, keseimbangan batin, kreativitas, dan kasih sayang.Saya peluk kamu. Itu jelas agama melarang. Karena bukan muhrim. Tetapi bagi saya memeluk itu sikap anti diskriminasi gender, meningkatkan trust dan rasa nyaman bawahan terhadap atasan. Jadi esensinya bukan soal patut atau muhrim. Tetapi value kemanusiaan. Bahwa kasih atas dasar rasa hormat.
Kadang kita terjebak dengan standar normatif. Kita anggap hubungan resmi menikah itu standar yang solid bagi agama. Soal hak dan kewajiban belaka. Tetapi kadang esensi hubungan manusia atas dasar hormat diabaikan. Betapa banyak wanita direndahkan suami. Hanya kelambanannya, ketidak sempurnaannya dibandingkan WIL dan lain sebagainya. Itu lebih rendah dari pelacuran dan perbudakan. Sama halnya kita banggakan pertumbuhan ekonomi, tetapi demi tataniaga pasar dalam dimensi ketahanan pangan, kita korbankan petani atau produsen. Itu lebih buruk daripada kolonialisme.
Lina mengangguk angguk. : Singkatnya value engineering itu adalah bagaimana berproses menjadi orang sabar, jujur, dermawan, sopan, rela berkorban, adil, bijaksana, dan karenanya dia bisa melewati perubahan zaman dengan rendah hati melakukan kreatifitas dan inovasi tanpa jeda untuk peradaban yang lebih baik. Ya revolusi mental menjadi manusia free Will dan berani melakukan perubahan dan memperbaiki diri terus menerus