Saya diskusi dengan teman yang bekerja sebagai konsultant geostrategis. Ada yang menarik dari pembicaraan dengannya. Menurutnya mengapa Venezuela itu walau sudah bangkrut tetapi pemerintah masih kuat ? Padahal secara ekonomi praktis negara itu gagal mengelola keseimbangan demand and supply sehingga mata uang terjun bebas. Dia menjawab, bahwa jatuhnya pemerintahan di awali oleh distrust ( ketidak percayaan ) rakyat terhadap pemerintah. Distrust itu tidak ada kaitannya dengan ekonomi. Tetapi berhubungan dengan Politik. Namun distrust itu akan menimbulkan chaos bila didukung oleh kinerja ekonomi yang buruk. Jadi antara ekonomi dan distrust itu saling kait mengkait.
Ada tiga hal yang bisa menimbulkan distrust terhadap pemerintah. Pertama adalah negara dianggap gagal mengelola pluralisme. Kedua, anggapan bahwa semua Lembaga Negara korup. Ketiga, negara melakukan pelanggaran HAM berat. Di Venezuela , ketiga hal itu tidak terjadi. Rakyat venezuela tidak punya masalah soal pluralisme. Agama jadi pemegang obor besar menerangi semua golongan. Kepercayaan kepada Lembaga Negara sangat tinggi. Itu berkat subsidi besar dari negara. Tidak ada pelanggaran HAM berat negara terhadap rakyat. Walau ekonomi hancur, negara tetap kokoh berdiri. Elite selalu punya narasi untuk menjadi sumber harapan rakyat.
Keadaan di Venezuela berbeda dengan di Suriah. Distrust terhadap negara terjadi secara sistematis. Pemerintah Suriah gagal mengelola konplik antar golongan agama. Antara syiah dan Sunni saling curiga dan bermusuhan. Antara Islam dan kristen saling curiga. Keadaan ini dimanfaatkan oleh oposisi untuk membangun distrust terhadap negara. Korupsi terjadi massive. Sehingga sampai pada satu kesimpulan bahwa tidak ada lembaga negara yang bersih. Dalam menangani kerusuhan, aparat polisi dan militer Assad kadang melakukan tindakan represif sehingga melanggar HAM berat. Puncaknya adalah ketika harga pangan melambung, dan rakyat kelas menengah bawah merasa terjepit. Maka terjadilah chaos.
Apa yang terjadi di Indonesia selama periode pertama kekuasaan Jokowi tidak jauh dengan Suriah. Ada upaya dari secara sistematis untuk membangun bad image dan distrust terhadap negara, terutama pemerintahan Jokowi. Gelombang demontrasi atas nama agama seperti kasus 212 ,411, perasaan tidak adil bagi kelompok minoritas, konplik di Papua yang dipicu soal SARA, dan lain sebagainya , adalah satu kesatuan dari narasi besar untuk distrust terhadap pemerintah. Bahwa negara gagal mengelola pluralisme. Kemudian upaya OTT terhadap pejabat negara tanpa ada sistem pencegahan adalah bagian dari upaya distrust terhadap lembaga negara. Kini sudah terjadi stigma bahwa semua lembaga negara korup. Puncaknya semua UU yang dibuat oleh DPR tidak dipercaya.
Setiap aksi demontrasi selalu dengan cara anarkis. Tentu tujuannya agar aparat bertindak respesif dan berujung kepada pelanggaran HAM berat negara kepada rakyat. Ini akan menimbukan distrust bahwa negara gagal melindungi HAM rakyat. Perhatikanlah, bagaimana sikap komnas HAM cepat sekali bersuara kalau ada tindakan represif aparat terhadap demontran. Dan tidak pernah mempermasalahkan korban aparat dalam menangani kerusuhan. Perhatikanlah bagaimana Novel Baswedan yang melaporkan kasusnya ke Amnesty International. Begitu juga kasus Papua yang dilaporkan ke Amnesty international.
Kelemahan Jokowi dibandingkan SBY adalah Jokowi tidak punya konsep zero enemy seperti SBY. Jokowi terlalu berani membuat kebijakan yang melahirkan banyak musuh di tingkat elite. Apalagi Jokowi menyentuh bisnis rente yang tadinya sebagai sumber daya keuangan bagi elite untuk kaya mudah. Belum lagi JOkowi berani bersikap netral di tengah konplik antara AS dan China di kawasan Asia Pacific. Para elite dan proxy asing dengan mudah memanfaatkan musuh idiologi negeri ini untuk menciptakan kerusuhan sistematis sehingga menimbulkan distrust terhadap negara terjadi.
Saya berharap kita sebagai bangsa menyadari ini. Terutama kaum elite dan terpelajar harus menyadari ini. Pepatah lama perlu kita pegang “ Right or wrong is my country”. Mengapa ? Tahun 2019 ini adalah awal menuju mega crisis ekonomi dunia. Ini akan menjadi krisis dunia terburuk sejak krisis keuangan tahun 2008. Indonesia akan kena dampak tentunya. Bila krisis ekonomi melanda, kita tidak perkuat persatuan, maka distrust yang sudah terbentuk akan menjadi momentum untuk merubuhkan negara ini. Chaos akan terjadi dan bendera Tauhid akan berkibar merebut kekuasaan…