Ada tiga point yang diajukan oleh Anies-Sandi. Pertama , peningkatan APBD Rp71,16 triliun atau meningkat 11,87 persen dibandingkan dengan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017. Peningkatan ini dengan target petumbuhan ekonomi 6,12-6,52 persen, di atas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 sebesar 6,03-6,43 persen. Kedua, peningkatan penerimaan daerah. Penerimana ini bukan berasal naiknya PAD tapi berasal dari penghematan anggaran era Ahok dalam bentuk Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2017 dan hutang atau pencairan pinjaman untuk Proyek MRT. Ketiga, semua belanja daerah tersebut dialokasikan untuk focus pada program unggulan OK OCE, KJP Plus, rumah DP 0 rupiah, dan lainnya termasuk meningkatkan pembinaan Ormas agar masyarakat lebih berperan serta langsung dalam pembangunan.
Saya akan membahas soal APBD. Penyusunan APBD itu tidak segampang seperti orang ngoceh. Ada SOP yang ketat dalam bentuk Permen dan UU, Perda, yang mengatur bagaimana APBD itu disusun. Adapun landasan hukum penyusunan APBD adalah UU No.32 tahun 2003 tentang pemerintahan daerah, UU No.33 Tahun 2003 tentang Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Keputusan Menteri dalam negeri No.29 Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban keuangan daerah serta tata cara pengawasan, penyusunan dan penghitungan APBD. Apa tujuan APBD disusun ? untuk dijadikan pedoman oleh pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan dan belanja untuk pelaksanaan pembangunan daerah sehingga kesalahan, pemborosan dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.
Nah sekarang apa fungsi APBD ? ya fungsi otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi dan fungsi distribusi. Fungsi otorisasi adalah pedoman untuk melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada tahun yang bersangkutan. Fungsi perencanaan yaitu pedoman untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan, kemudian fungsi pengawasan sebagai pedoman untuk menilai kinerja pemerintah daerah, fungsi alokasi sebagai pedoman dalam pembagiannya harus diarahkan sesuai dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya dan meningkatkan efisiensi/efektivitas ekonomi, dan fungsi distribusi sebagai pedoman dalam pendistribusiannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutatan. Jadi tidak mungkin Gubernur seenaknya membuat RAPBD tanpa memperhatikan Tujuan dan fungsi dari APBD. Kalau dia abaikan itu maka dia bisa di masgulkan oleh DPRD dan masuk kerangkeng KPK.
Mungkin bagi daerah lain yang belum menerapakan egovernment secara database online seperti e-planning, e-budgeting, e-procurement, e-pelayanan terpadu, bisa saja ngakali anggaran dengan kerjasama berjamaah sesama kepala daerah dan DPRD. Tapi untuk DKI tidak mudah. Mengapa ? karena DKI di era Ahok sudah menerapkan e-planning. Jadi Rencana kerja Jangka Menengah dan Panjang telah di masukan kedalan e-Planning. Ini tidak mungkin diubah. Mengapa ? karena sudah ada PERDA nya dan persetjuan dari Menteri Dalam negeri. Tentu dasarnya sangat kuat karena telah melewati kajian akademis yang menyeluruh dan lagi penyusunan itu melibatkan uang negara. Jadi kalau Anies mengajukan anggaran diluar e-planning maka otomatis akan ditolak oleh system. Apalagi sistem ini terhubung dengan KPK dan BPK. Pelanggaran terhadap itu akan jadi target KPK.
Kalau anggaran yang disusun telah sesuai dengan e-planning maka masih ada lagi e-budgeting. Detail anggaran itu akan di uji oleh system database e-budgeting. Kalau tidak sesuai dengan aturan yang ada maka otomatis di tolak. Tidak boleh diajukan ke DPRD. Kalau anggaran sesuai dengan e-Budgeting , maka masih ada lagi e-procurement. Contoh, satu mata anggaran itu seharusnya seharga Rp. 100.000 tapi dianggarkan sebesar Rp. 500.000 maka otomatis akan ditolak oleh system database. Dan ini akan berdampak kepada semakin membesarnya sisa anggaran tidak terpakai karena tidak sesuai denga e-procurement. Apalagi Pejabat pemangku anggaran tidak mau masuk penjara alias takut sendiri. Karena sudah di detek oleh sistem adanya pelanggaran.
Kalau semua system database bisa dilewati maka masih ada lagi database pendapatan yang berkaitan dengan PAD dan pendapatan daerah. Anggaran belanja harus bisa memastikan pertumbuhan pendapatan Daerah. Untuk menguji belanja itu akan mendorong peningkatan pendapatan, ada lagi UU dan Permen yang mengatur sehingga secara trasfarance bisa di analisa oleh mendagri apakah belanja itu telah memenuhi unsur kepatutan atau tidak. Kalau tidak maka akan ditolak oleh Mendagri.
Ada nitizen mengirim data lengkap mengenai anggaran DKI. Data itu di lengkapi dengan analisa perbandingan antara APBD era Ahok dan Anies. Saya juga membaca lewat media digitar tentang anggaran DKI yang bikin heboh itu. Tapi saya tidak mau ikut nyinyir. Mengapa ? Apa yang disusun oleh Anies-Sandi itu bukanlah final. Itu hanya wacana yang sengaja ditiupkan kepada pendukungnya. Bahwa mereka berdua punya keberpihakan kepada pemilihnya. Terbukti memberikan jatah anggaran lebih besar kepada Ormas, memberikan tunjangan dan fasilitas lebih besar kepada anggota DPRD, memberikan fasilitas dan tunjangan lebih besar kepada team pendampingnya yang juga ex team suksesnya. Itu hanya wacana. Prakteknya tidak semudah itu. Mengapa ? jabatan Gubernur bukanlah jabatan seperti presiden. Gubernur itu staf presiden yang harus menjalankan program yang sudah direncanakan sebelumnya. Engga ada hak mengusung agenda pribadi.
Kelak APBD akan mengikuti platform yang sebenarnya tanpa ada celah mudah dijarah. Apa yang dikatakan anies dan Sandi di media massa hanyalah seni berkomunikasi kepada publik khususnya kepada pemilihnya yang botol. Tak ubahnya dengan penutupan Alexis yang walau tidak diperpanjang izinnya tapi sampai sekarang tetap buka. Sama dengan Reklamasi walau statement mereka berdua jelas menolak reklamasi tapi reklamasi jalan terus dan penjualan rumah di kawasan reklamasi jalan terus. Wacana sepeda motor bisa masuk jalan thamrin, itu jelas tidak mungkin dia bisa lakukan. Karena dasar aturan dibuat Ahok sangat jelas sesuai dengan UU. Mereka hanya menjalankan program sesuai dengan UU dan peraturan. Sedikit saja mereka atau apara pemda atau DPRD melakukan kesalahan maka KPK dan BPK akan memanggangnya.