Saya pernah ditanya, apakah poligami itu dianjurkan atau diperintahkan? Saya sulit menjawab ini kalau dalilnya adalah telandan Nabi setelah istri pertama nabi (Siti Khadijah ) meninggal, tanpa mau tahu konteks yang melatar belakangi poligami yang dilakukan Nabi. Tapi saya hanya ingin mengulas dengan standar akal dan pengetahuan yang saya miliki. Jadi saya menjawabnya belum tentu benar. Belum tentu sependapat dengan orang yang suka Poligami. Teori yang saya gunakan adalah Al-Qur’an ,Surat An-Nisa’ ayat 3 “ dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Firman Allah ini turun tentu ada sebab musababnya, Yaitu sebelum ada Firman Allah ini , sudah menjadi tradisi pria Arab mempunya istri lebih dari satu, bahkan ada yang sampai 10 istri. Ketika mereka memeluk islam, maka Nabi minta agar cukup 4 saja yang dipertahankan, yang lainnya di ceraikan atau di merdekakan. Jadi sifatnya bukan umum tapi khusus terhadap yang sudah terlanjur terjadi. Lantas bagaimana dengan yang belum melakukan poligami ? Dari Firman Allah tersebut adalah beberapa hal yang harus kita cermati.
Allah tidak melarang Poligami , tapi dari firman itu Allah, mengajak manusia menggunakan akalnya dengan keimanannya untuk bersikap bijak atas firmannya. Apa itu ? adalah apabila yakin dapat berlaku adil memperlakukan isteri-isterinya. Nah pertanyaannya adalah adil itu dari sisi pria atau wanita ? Ada dua sudut pandang tentang keadilan”, yaitu pada al-qisth dan al-‘adl. Kalau al-qisth, itu keadilan dimana kedua belah pihak bisa berdamai dengan kenyataan dan menerimanya. Contoh wanita tidak punya pilihan dimadu dan karenanya dia menerima kenyataan itu. Artinya, pria tidak perlu merasa wajib berlaku adil menurut persepsi istrinya. Sementara al-‘adl, adalah adil dari sisi salah satunya. Contoh walau istri tidak bisa menolak keinginan suaminya untuk menikah lagi namun dia tidak bisa menerima itu. Kalau suami tetap melakukannya maka itu sama saja berbuat tidak adil terhadap wanita. Kalaupun dia setuju maka persepsi adil itu harus sesuai maunya istri, dan ini tidak mungkin bisa dipenuhi.
Dalam hal adil ini pendapat ulama terbelah. Dan para pengikutnya tentu juga berbeda pendapat. Bagi yang ikut pendapat ulama tetang keadilan ( al-qisth,) dia merasa enteng saja melakukan poligami. Dan bahkan merasa melaksanakan sunah rasul sebagaimana dia pakai baju gamis, celana cingkrang dan sorban. Tapi bagi penganut adil (al-‘adl.) , dia tidak akan berani melakukan poligami. Mengapa, ? Karena sadar dia tidak akan bisa berlaku adil secara subjective menurut istrinya. Dan itu sudah diperingatkan oleh Allah “ dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian ( QS.al-Nisâ`/4: 129:). Berlaku tidak adil itu adalah haram hukumnya dan dosa besar. Jadi sama saja dengan kalimat seperti ini “ Silahkan makan batu koral, tapi kalau kamu engga yakin bisa makannya ya makan nasi aja. “ Sederhana saja, tapi sulit dipahami oleh orang yang libidonya tinggi..
Dan lagi Firman Allah ini berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharaan seorang wali, dan hartanya bergabung dengan harta wali. Artinya poligami itu selama dibutuhkan untuk menjaga dan mengelola harta anak yatim dari perempuan-perempuan yang ditinggal suaminya, dibolehkan. Itupun dengan syarat wanita itu sebatang kara. Tidak punya kakak laki laki atau adik laki laki, Tidak punya paman dan ayah. Dan bisa berlaku adil. Kalau engga bisa adil ya tolong sajalah jaga dia. Tapi umunya bagi yang menganut adil al-qisth, jarang menikah lagi karena niatnya melindungi perempuan yang ditinggal mati suaminya demi menjaga harta dan memelihara anak yatim. Umumnya pria menikah lagi dengan perawan, atau karena kecantikan wanita atau lebih muda dari istri pertama. Dengan alasan klasik “ lebih baik poligami daripada berzina” Jadi memang alasannya menyelematkan libido yang besar agar tidak masuk ke lembah zina.
Di era modern sekarang ini dimana "otak atas" lebih dominan berperan untuk kreatifitas menghadapi kompetisi hidup yang semakin lama semakin keras maka "otak kecil dikepala burung memang kurang dapat peran sehingga response libido juga rendah. Apalagi usia pria diatas 50, jelas libido nya udah lemah ya..." perjuangan hidup". Tapi sebagian orang yang otak atasnya kurang dominan memang otak kecil kepala burung lebih rewel dan mau nagih terus.. ya poligami tidak bisa dihindari..itu aja. Maklumi saja.
Wallahu a'lam