Monday, January 16, 2012

Etos dan Iman

Bersama teman, saya berjalan kaki dari Stasiun LouHu ke Hotel. Jaraknya cukup jauh menurut saya. Kira kira 3 Km. Tapi ini cara mudah dan murah untuk sekedar  menghangatkan tubuh ditengah cuaca winter ini, Ditengah jalan kami menghentikan langkah. Teman itu tertarik sesuatu barang yang dijual di kaki lima. Penjualnya anak remaja. Mungkin usianya tak lebih 17 tahun.  Yang dijual itu berbagai cindera mata yang nampak kuno. Saya tertawa didalam hati ketika penjual itu begitu antusiasnya menjelaskan sejarah dibalik benda benda yang dijualnya. Yang membuat saya tertawa bahwa teman itu tertarik dengan cara penjual itu meyakinkannya dan lebih lagi saya tahu bahwa barang itu bukan asli tapi palsu. Ketika saya katakan bahwa barang yang dijualnya tidak asli, penjual itu tersenyum sambil mengatakan bahwa bila barang yang dijualnya asli tentu dia tidak berjualan di kaki lima. Saya terdiam. Balik teman saya yang tertawa. Teman itu mengatakan saya telah dikalahkan oleh pedagang kaki lima  dalam bernegosiasi. Kami berdua akhirnya membeli barang yang dijualnya. Teman itu membeli karena kagum akan kehebatan pedagang itu meyakinkan pembeli lewat ceritanya dibalik symbol barang itu. Saya membeli karena kagum dengan ketangkasannya bersikap.

Melihat anak itu mengingatkan tentang saya dulu ketika masih remaja berdagang kaki lima untuk biaya hidup dirantau.. Tempat saya berjualan diemperen toko tempat saya membeli barang dagangan. Entah mengapa pemilik toko itu tidak peduli dengan saya berdagang diemperen tokonya. Karena barang dagangan itu tidak saya beli tunai alias barang titipan tentu harganya lebih mahal ketimbang tunai. Nah, anda bisa bayangkan bagaimana saya bisa bersaing dengan pemilik toko itu. Dari segi apapun saya kalah. Harga jual saya tentu lebih mahal ketimbang harga jualnya. Tapi apa  yang terjadi ? saya tetap bisa menjual barang dagangan itu.  Apa sebab? Saya sadar posisi kalah saya dan karenanya saya harus berbuat sesuatu untuk bisa menang ditengah keterbatasan itu. Setiap pelanggan melihat barang dagangan saya maka bersegera saya menawarkannya. Mungkin pancaran wajah harap saya nampak dihadapan pelanggan itu. Ada magnit besar dari kekuatan hati untuk menjadi pemenang. Mungkin pengaruh ini membuat pembeli tidak melirik barang dagangan yang ada ditoko dan akhirnya membeli barang dagangan saya.

Almarhum ayah saya pernah menasehati saya, dan hingga kini tidak pernah saya lupa. Bahwa rendahkan hatimu dan tinggikan cita citamu.  Jangan pernah berhenti untuk melangkah berbuat .Bangun lebih awal ketimbang ayam. Pergilah keluar rumah walau kamu tidak tahu apa yang harus kamu perbuat. Keluar rumah adalah caramu untuk meraih takdirmu. Tak elok bagi pria berpangku tangan menanti takdir dirumah. Melangkah adalah keharusan bagi setiap pria. Bukankah pekerjaan besar harus diawali dari langkah pertama.  Dan ibu saya membekali saya dengan nasehat agung bahwa semua didunia ini akan datang dan pergi begitu mudahnya. Jangan gamang. Yang harus kamu pertahankan dalam situasi apapun adalah kehadiran Allah didalam hatimu. Jaga Allah maka Allah akan menjagamu siang dan malam. Maka yang sulit akan menjadi mudah, yang sempit akan menjadi lapang, yang tak mungkin bisa mungkin. Semuanya mudah bagi Allah. Dari kedua orang tua saya , saya mendapatkan energy luar bisa besarnya dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Ayah saya menanamkan etos kerja keras dan ibu saya menanamkan iman bahwa saya tidak sendirian dibumi ini. Ada Allah yang akan melindungi saya.

"Bukanlah kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit. Karena itu, jangan pernah mencoba untuk menyerah, dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan kepada Allah bawa kita punya masalah, tapi berkatalah kepada masalah bahwa kita punya Allah SWT. Yang Maha Segalanya” [ Ali bin Abu Thalib ra). Demikian kekuatan spiritual yang membumi bagaikan induk ayam yang siap menghadapi segala kemungkinan tanpa berkeluh kesah kecuali hidup dalam kesabaran dan ikhlas. 
Tak ada kebahagiaan bagi orang yang tak memiliki obsesi untuk bahagia. Tak ada kelezatan bagi orang yang tak bersabar memperolehnya. Tak ada kenikmatan bagi orang yang tidak mau berkorban untuk kenikmatan. Saya yakin anak remaja yang berdagang kaki lima itu bisa tampil percaya diri ditengah keterbatasannya karena didikan orang tuanya juga tak ubahnya dengan saya dulu.

Teman saya sempat berkata bahwa yakinlah bila duapuluh tahun lagi kita masih hidup, anak itu akan jadi indutriawan atau businessman kelas dunia. Karena tak banyak anak remaja yang mengikuti pendidikan keras seperti anak itu. Dia mendapatkan tempat terhormat di
University of Reality. Dari sini dia dididik untuk smart, patience , sincerity. Mata pelajaran itu didapatnya lewat tempaan dari realitas hidupnya untuk sampai pada titik kesempurnaan. BIla dia kelak tumbuh dan besar maka memang dia qualified mendapatkannya.

Wednesday, January 11, 2012

Musibah

Bulan lalu putra saya mendapat kecelakaan dijalan. Mungkin karena kelelahan perjalanan dari Bandung Jakarta dan dalam keadaan mengantuk, dia tidak bisa mengendalikan kendaraan, Akhirnya terjadilah. Kendaraanya 60% hancur. Alhamdulillah , dirinya tidak kurang apapun. Ketika peristiwa itu terjadi, saya lagi di luar negeri. Taka da berita sampai kesaya prihal kejadian itu. Saya baru mengetahuinya ketika sampai dirumah.  Putra saya dengan hati hati menceritakan peristiwa itu. Saya tahu dia kawatir saya akan marah besar. Karena memang dari awal saya tidak setuju dia punya kendaraan. Tapi karena dorongan dari istri dan kemampuannya meyakinkan saya serta didorong rasa kasih sayang, akhirnya saya setuju. Apa yang saya kawatirkan bukanlah soal kecelakaan. Tapi lebih daripada itu adalah kesiapan mentalnya mempunya mobil pribadi. Apakah dalam usia muda dia bisa berlaku bijak dan rendah hati dengan memiliki mobil pribadi. Sanggupkah dia bersyukur dengan apa yang dia miliki. Inilah yang selama ini saya kawatirkan.  Setiap habis sholat, saya selalu berdoa agar putra saya hidup  dalam rendah hati .

Ketika mendapat kabar darinya bahwa dia mengalami kecelakaan. Mobil hancur. Didalam hati saya bersyukur kepada Allah. Mengapa ?  Allah mendengar  doa saya selama ini. Melalui peristiwa kecelakaan itu, Allah mengirim surat cinta kepada putra saya, untuk kembali kepadaNya dalam kerendahan hati tanpa terkecoh dan tersesat dengan kesenangan dunia. Allah juga mengirim pesan kepada saya untuk menjauhkan anak dari kesenangan dunia.   Itulah sebabnya, saya punya alasan kuat untuk segera menjual kendaraan itu dan selanjutnya dia harus mampu hidup tanpa kendaraan pribadi. Saya tahu bahwa dia kecewa dengan keputusan saya. Dan barusaha meyakinkan saya bahwa setiap orang pasti mengalami kecelakaan dijalan, Ditabrak atau menabrak. Demikian argumen dia.  

Ketahuilah, lanjut saya bahwa musibah adalah proses pembelajaran dari Allah. Benar musibah dapat menimpa siapapun. Ini berhubungan dengan human error atau terkait erat dengan hukum sebab-akibat. Misalnya karena kecerobohan dan kelengahan maka seseorang mengalami kecelakaan, seperti dia.  Masalahnya adalah dapatkah kita menarik pelajaran / hikmah dari musibah itu. Itulah intinya. Bahwa kecelakaan itu adalah pesan dari Allah untuk dia kembali kepada Allah dalam taubah dan kerendahan hati.  Kehidupan yang selama ini serba mewah dan lapang berkat kasih sayang orang tua  ternyata tidak efektif membuat dia lebih baik, pandai bersyukur. Maka kecelakaan adalah pilihan sempurna bagi dia. Sekaligus menguatkan hati saya untuk lebih keras mendidiknya agar hidup sederhana.

Lewat kecelakaan yang menimpanya itu, saya berharap putra saya dapat memahami hakikat kehidupan . Nabi pernah bersabda: ” Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kedukaan, penyakit, kesulitan hidup,kesengsaraan, hingga semisal duri yang menusuk kakinya, melainkan itu semua berfungsi sebagai pencuci dosa masa lampau” (Hadis Muttafaq ’Alaih/sangat shahih). Dalam kesempatan lain Rasulullah pernah bersabda: ”Jika Allah SWT menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya maka Ia menyegerakan siksaan-Nya (di dunia) dan jika Allah SWT menghendaki sebaliknya kepada hamba-Nya maka Ia menunda siksaan-Nya di hari kiyamat” (Haadis dari Anas, riwayat Turmudzi). Musibah dan kekecewaan tidak mesti diratapi atau disesali, bahkan sebaliknya kita perlu mengambil hikmah yang amat penting darinya. Seringkali kita harus bersyukur bahwa musibah memang membawa kekecewaan hidup tetapi pada saat bersamaan kita bisa merasakan adanya kedekatan khusus diri kita dengan Tuhan.

Setelah kecekaan itu, saya tahu bahwa ada banyak perubahan terhadap putra saya. Dia semakin dekat kepada Allah. Mungkin kedekatan itu tidak pernah dirasakan sebelumnya. Justru rasa kedekatan itu lebih menonjol ketimbang rasa kekecewaan itu akibat  tak lagi punya kendaraan. Ini artinya musibah membawa nikmat dan betul-betul musibah terasa sebagai ”surat cinta” Tuhan kepada  dia. Semenjak musibah itu terjadi, semenjak itu terjadi perubahan hubungan dirinya dengan Tuhan. Hatinya mulai melembut. Semoga selanjutnya , dia bisa membentuk dirinya menjadi manusia yang pandai bersyukur, bertawakal dan senantiasa ikhlas berbuat karena Allah. 

Nak, Jalanilah kehidupan ini dengan datar dan lurus. Sikap rendah hati dan ikhlas akan memberikan power dan keajaiban di dalam dirimu. Ini jaminan Tuhan: ”Jangan berduka cita, sesungguhnya Allah bersama kita” (Q.S. al- Taubah/9:40). Biarkan orang lain merendahkan kamu karena memang kamu tidak berhak untuk meninggi kan hati.  BIla karena kerendahan hati dan sikap iklasmu membuat orang lain menjauh, biarkan. Karena memang hanya Allah yang patut kamu dekati. Semua didunia dapat hilang namun akan selalu ada gantinya. Namun bila Allah hilang dalam dirimu maka itu tidak akan ada gantinya. Bila kau berjalan dijalan kebenaran  maka kau akan sampai pada tujuan sebenarnya. 

Sunday, January 08, 2012

Professional

Apabila kita mendengar orang berkata tentang professional maka bayangan kita adalah suatu pekerjaan ahli dari orang yang ahli.  Entah itu dokter , pengacara, consultant , notaries, insinyur , manager dan lain sebagainya. Bahkan ada anggota DPR yang juga petinggi partai menyebut dirinya sebagai politisi professional. Namun satu hal yang harus dipahami bahwa dalam difinisi kata professional itu melekat tentang tanggung jawab moral, etik atau lebih lengkapnya adalah akhlak. Semakin tinggi moral akhlaknya semakin tinggi standard profesionalitasnya. Jadi bukan hanya menyandarkan kepada keahlian skill saja tapi juga harus dilengkapi oleh kekuatan moral. Bila ada orang punya keahlian namun miskin moral maka dia disebut amatir. Artinya tidak terlatih secara penuh sebagai professional.
***
Seperti pengalaman dalam penerbangan dari Singapore - Jakarta, badan saya terasa panas dingin. Saya demam.  Karena penerbangan singkat , saya berusaha untuk menahan deman itu dengan berusaha untuk tidur sambil menutup diri saya dengan selimut. Beberapa menit kemudian, terasa oleh saya selimut  disibak dan tangan halus menyentuh kening saya. Seorang pramugari tersenyum dan mengatakan bahwa saya deman dan dia akan memberikan obat untuk saya. Tak berapa lama , dia sudah datang dengan obat parasetanol. Dia tetap tersenyum sambil menyerahkan obat berserta segelas air putih. Selama dalam penerbangan itu, saya hitung ada empat kali dia datang ke seat saya untuk memastikan keadaan saya baik baik saja. Memang parasetamol obat yang efektif meredam panas. Tak lupa pramugari itu menyarankan agar saya cukup istirahat.  Teman satu penerbangan dengan saya sempat mengatakan bahwa pramugari itu memang professional.

BIla difinisi professional dilekatkan kepada pramugari itu, maka saya setuju. Mengapa ? Dia tidak menunggu saya mengeluh sakit baru bertindak dengan memberikan obat. Dia pro-aktif karena dia  menghayati pekerjaannya dengan sungguh sungguh. Bahwa dia harus memberikan pelayanan terbaik bagi setiap penumpang. DIminta atau tidak diminta , dia akan tampil dengan sempurna untuk kepuasan pelanggan.  Pramugari itu tidak hanya menggunakan keahliannya dalam pekerjaannya tapi juga mengactualkan tanggung jawab moralnya melalui perhatian yang tulus. Bahwa di udara ,semua penumpang harus merasa nyaman bersamanya. Dan dia akan selalu ada untuk penumpang dalam situasi apapun. Bila dalam keadaan darurat pramugari dilatih untuk mengutamakan keselamatan penumpang daripada dirinya. sendiri Bahkan mereka harus tampil tenang dalam situasi tersulit. Ya mereka pantas disebut sebagai kaum professional.

Pernah juga saya harus kedokter karena pencernaan saya terganggu. Kebetulan saya lagi di luar negeri. Teman saya membawa saya ke klinik.  Dokter dengan seksama mendengar keluhan saya. Beberapa pertanyaan diajukan kesaya. Selama tanya jawab itu , wajahnya terus memancarkan persahabatan dan senyuman. Saya merasa rilek. Dia menyarankan agar saya mengikuti beberapa test lab. Setelah hasil test keluar. Dia tersenyum sambil mengatakan bahwa penyakit saya tidak terlalu serius. Dia menguraikan penyebab gangguan pecernaan itu dalam bahasa yang mudah saya pahami.  Bahwa saya kekurangan enzim pencernaan. Untuk memenuhi enzim itu dia memberikan pilihan dua yaitu obat kimiawi atau natural. Kalau saya ingin kimiawi maka dia akan memberikan resep tapi kalau saya inginkan natural maka dia menyuruh saya mengkonsumsi papaya Enzyme. Saya pilih natural.  Dokter itu menghormati pilihan saya.

Bagi saya dokter itu telah melaksanakan tugasnya dalam difinisi professional. Mengapa ?  Tugasnya menganalisa hasil test untuk menemukan penyebab penyakit dan kemudian  disampaikan kepada pasien dengan jujur. Ketika dia memberikan solusi penyembuhan , diapun memberikan pilihan yang jujur. Bahwa tidak harus menggunakan obat kimiawi yang diperlukan resep dokter. Sebetulnya dokter itu bisa saja menulis resep dan mendapatkan komisi dari pabrik obat. Tapi dia tidak lakukan itu. Dia lebih  mengedepankan tanggung jawab moral dan kejujuran berdasarkan keahliannya untuk memuaskan pasien. Itulah professional sesungguhnya.

Namun dalam dunia kapitalis sekarang ini, pengertian professional lebih dekat kepada standard bayaran yang mahal dan penampilan yang mewah.  Bahkan kaum professional telah menjadi kelompok menengah yang arogan dan miskin moral. Pengalaman di AS dan Eropa paska krisis membuktikan kesalahan persepsi tentang Professional. KIni orang baru menyadari bahwa standard professional yang hanya mengandalkan kepada almamater unversitas , skill untuk mendapatkan bayaran mahal tak lebih cara yang salah dan menipu sekaligus sebagai biang ketidak efisienan ekonomi nasional. Sudah saatnya dihayati oleh semua orang entah itu pegawai swasta, Negeri atau pengusaha, bahwa skill dan moral akhlak harus menyatu untuk pantas disebut sebagai kaum professional/

Sunday, January 01, 2012

Sesal

Ketika di Bandara HKIA saya bertemu teman lama. Kebetulan ketika itu kami juga  bertemu dengan salah satu teman yang bekerja di Lambaga Keuangan International. Walau tujuan kami berbeda beda namun karena sama naik CX , gate kami bersebelahan. Kami yang businessman  dan satu lagi teman yang berkarir di lembaga keuangan kelas dunia. Dua dunia yang berbeda. Namun kami tetaplah sahabat. Dalam pertemuan ini kami bicara banyak hal. Yang menarik apa yang dikatakan oleh teman saya yang juga pengusaha seperti saya. Dia punya business tersebar di banyak negara namun penampilannya tetap sederhana.  Saya juga tahu bahwa dia banyak memberikan bantuan untuk program kemanusiaan. Tentu dia membantu dengan caranya yang jauh dari ceremonial ala orang berduit kebanyakan.  Apa katanya tentang dirinya ? 
***
Orang melihat kita dari sisi yang subjective. Demikian yang dapat saya pahami dalam kehidupan ini. Demikian katanya mengawali. Saya belajar dari kenyataan bahwa saya memenuhi syarat secara subjective sebagai orang  yang  gagal. Sebagai business man saya tidak punya mobil mewah lengkap dengan supir pribadi. Saya tidak punya keanggotaan club mewah. Saya bukan penggemar golf yang menjadi standard businessman kelas menengah. Saya tidak suka makan direstoran mewah karena merasa tidak bisa kenyang kecuali  direstoran murah meriah. Saya tidak peduli dengan pakaian bermerek seperti kebanyakan businessman. Jadi kalau ada pra syarat qualifikasi kredibilitas dari penampilan, maka saya termasuk businessman yang gagal. Bertahun tahun saya menjalani hidup sebagai businessman karena memang tidak ada pilihan. Karena bekerja sebagai orang kantoran tidak berbakat. Bekerja sebagai professional tidak punya akreditas.

Singkatnya hanya dunia business yang cocok bagi saya yang tidak butuh qualifikasi yang rumit asalkan ada nyali alias keberanian. Jadi ketika saya memasuki dunia business, saya tidak melihat itu sebagai profesi atau apalah. Saya hanya menjalani sebisa saya dalam kondisi tidak punya pilihan lain kecuali harus melangkah dalam dunia yang memang tidak pernah saya rencanakan dengan baik. Mengapa ? bagaimana saya harus berencana ? modal tidak ada. Pendidikan tidak cukup. Kepintaran meloby koneksi tidak ada.  Menjilat aparat agar diberi fasilitas sebagaimana banyak business lainnya ,juga tidak ada Mau mencoba suatu usaha, tidak tahu apanya yang harus dicoba.  Lantas dari mana saya memulai dan apa yang harus saya perbuat untuk menjadi business man ? Bingungkan ? oh jangan bingung. Sebagaimana saya katakan bahwa ini jalan yang tidak direncanakan dan memang harus dilawati tanpa pilihan. Maka yang terjadi , terjadilah.

Bertahun tahun dunia business saya geluti. Dari usia muda sampai kini menjelang setengah abad. Orang lain melihat saya adalah pribadi yang akrab dengan kegagalan. Itu penilaian mereka dari luar. Apalagi ketika banyak orang sudah lebih dulu sukses dengan segala rencananya dalam business dan melihat keadaan saya masih serba kekurangan dan kadang terjerat dengan masalah financial akibat kegagalan.  Itu mungkin  ada benarnya. Namun yang pasti benar adalah saya orang yang akrab berbuat. Tapi ketahuilah bahwa saya sendiri tidak pernah merasa gagal. Bagi saya , semua yang terjadi dalam hidup ini tak lain adalah proses belajar. Mungkin saya merasa beruntung karena tak henti mendapatkan kesempatan untuk terus belajar dan belajar. Apakah ada guru terbaik diplanet bumi ini dibandingkan kegagalan ? Saya rasa tidak. Hanya orang bebal yang tidak bisa belajar dari kegagalannya. Begitu keyakinan saya untuk berdamai dengan realita yang kadang menyesakan dada.

Apakah saya menyesal dengan kehidupan ini ? oh tidak. Karena yang paling saya akui dalam hidup ini adalah saya tidak pernah bisa menyesali sesuatu yang harus saya sesali. Seperti mengapa saya tidak jadi seorang insinyur atau ahli fisika nuklir sebagaimana mimpi saya ketika remaja dulu ? atau mengapa saya tidak jadi pejabat hebat yang memerintah orang banyak. Atau mengapa tidak menjadi seorang direktur BUMN  dengan standard kemewahan berkelas. Singkatnya tidak ada dalam kamus hidup saya tentang sesal. Mengapa ? sebagaimana saya katakan orang yang menyesal karena dia hidup dalam banyak pilihan dan ketika dia memilih bisa saja benar , bisa saja salah. Bila salah , dia akan menyesal. Namun tidak bagi saya. Saya hidup tidak untuk memilih karena memang tidak punya pilihan. Kalau dihadapan saya ada tanah, saya akan bertani. Kalau dihadapan saya ada sungai., saya akan buat kapal. Kalau dihadapan saya ada pasar, saya akan berdagang. Begitu saja.

Ini tahun baru setelah tahun kemarin terlewati. Ketika orang banyak bersuka cita dengan pergantian tahun karena hope untuk lebih baik ditahun mendatang maka saya hanya melewati pergantian tahun itu dengan hambar saja. Ketika  orang berduit berdatangan ke Hong Kong untuk menikmati persta kembang api paling spektakuler didunia justru saya memilih keluar dari Hong Kong untuk pulang kerumah tepat dimalam tahun baru.  Tahun berganti tahun, saya tetap dibumi Allah tanpa pernah berubah karena situasi apapun. Saya tetaplah saya sebagai hamba Allah yang lemah dan tak berdaya kecuali harus terus melangkah dalam kerendahan hati, tanpa symbol kesuksesan yang dimaknai orang banyak , sampai kelak pada titik pemberhentian dan selesai.

Apa yang diceritakan teman akan sikap hidupnya tak lain budaya  yang meniru air. Air mengalir ketempat yang rendah, Semakin rendah semakin kencang air mengalir dan selalu. Sekuat apapun bendungan menahan air hanya masalah waktu bendungan itu akan jebol. Air terlalu kuat untuk ditahan atau dihentikan dan keberadaan air tak lain sebagai sumber kehidupan bagi makluk diplanet bumi ini, begitupula kehidupan sebagai businessman sejati yang memang tak ada waktu untuk aktualisasi diri kecuali bagaimana setiap langkahnya memberikan manfaat bagi negara, pegawai , rekanan dan lingkungannya. Ya hidup dibaktikan untuk suatu manfaat bagi orang banyak,bukan dirinya sendiri.  Tak peduli karena itu harus berkorban dalam banyak kegagalan...
***
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)

Tuesday, December 27, 2011

Natal...

Karena tugas yang harus diembannya, dia tak bisa berkelit untuk tidak datang. Dia datang ke Hong Kong tepat dua hari sebelum natal. Rencananya hanya sehari di Hong Kong dan setelah itu kembali ke Eropa. Tapi rencananya kandas untuk pulang. Urusan belum selesai. Dia harus mendampingi saya untuk rapat pada tanggal 28. Saya sudah menyarankannya untuk pulang dan kembali tanggal 26 tapi pesawat penuh untuk jadwal penerbangan tanggal tersebut.  Maka terpaksa dia harus Natal jauh dari keluarga. Bagi saya yang muslim, suasana Natal tidak begitu terpengaruh walau saya jauh dari keluarga. Namun tidak bagi teman ini. Tentu sangat berat baginya. Semua tahu bahwa bagi umat kristiani Natal bukan hanya hari sacral tapi juga hari kebersamaan untuk mengaktualkan cinta kasih bersama keluarga dan sahabat. Tahu bahwa dia dalam suasana batin kesendirian dihari Natal, saya berinisiatif untuk  bersama sama dengannya menghabiskan hari libur natal ini. Usulan saya untuk mengajaknya berlibur ke Shenzhen diterimanya.

Kami berjalan kaki menuju CITIC Plaza untuk makan malam. Karena tidak begitu jauh dari hotel kami menginap. Langkah kami seketika terhenti didepan gedung Pemerintah. Ada tiga orang sedang duduk didepan gedung itu. Seorang  ibu yang menyelimuti dirinya dengan selimut tebal , duduk bersimpuh didepan gerbang. Dua anak juga duduk bersimpuh disamping ibu itu. Disamping mereka ada photo berukuran agak besar. Mungkin itu photo suami atau ayah dari dua anak itu. Mereka tidak bersuara. Wajah mereka menyiratkan penderitaan ditengah cuaca 7 derajat Celsius dimalam hari. Taka da yang peduli dengan protes diam itu. Tidak ada. Ada apa  dengan mereka ? saya berusaha mendekati mereka. Ada tulisan dihamparan karton didepan mereka. Salah satu sahabat saya orang china yang ikut bersama kami mengatakan bahwa mereka adalah keluarga yang berharap kepada pemerintah agar ayahnya dikembalikan kepada mereka.  

Kami tidak tahu alasan mengapa pemerintah menahan ayahnya. Kami hanya peduli kepada dua anak anak yang diam membisu sambil bersimpuh didepan gerbang kantor megah itu. Mereka nampak dari keluarga miskin. Teman dari China sempat bercerita bahwa persoalan antara rakyat dan pemerintah bukanlah soal politik tapi soal hak tanah. Ada saja orang  yang terpanggil untuk melawan kebijakan pembangunan yang merampas tanah rakyat, selalu saja orang itu berhadapan dengan pedang hukum dan selalu pemerintah dipihak yang benar. Akibatnya mereka terelimnate dari lingkungan dan keluarga yang dibelanya. Tentu demi grand design pembangunan, yang memang harus ada korban. Apakah  demi pembangunan harus ada korban ? tanya teman saya yang kristiani ketika sampai direstoran.

Teman saya orang  China menjawab dengan sederhana bahwa Ini bukan masalah harus ada korban atau tidak. Ini masalah grand design pembangunan menyangkut populasi diatas 1 miliar orang. Pembangunan yang digerakan oleh pemerintah China seperti arus besar , membuat semua orang shock. Yang tidak siap harus rela ditelan arus gelombang besar itu. Yang siap harus berselancar diatas gulungan ombak besar. Ada yang berhasil melewatinya, adapula yang tersungkur. Ini hukum alam dalam sebuah peradaban modern. Dimana saja terjadi hal yang sama. Berhentilah berharap terlalu ideal. Tidak mudah untuk bersikap ideal. Bagi saya , bagaimanapun sulit untuk memahami  pola pembangunan yang harus ada korban, apalagi itu dirasakan oleh simiskin yang lemah.

Walau begitu kami sepakat bahwa ada sesuatu yang salah dalam pembangunan diera modern sekarang ini. Entah itu komunis, sosialis, kapitalis, semuanya berujung kepada penindasan kelompok bawah yang lemah.  Saya merindukan bagaimana Madinah dibangun oleh Rasul tanpa ada korban rakyat. Perang adalah jalan terakhir  namun tidak untuk tujuan hegemoni tapi untuk keadilan. Rasul membangun peradaban dengan cinta dan kasih sayang.  Membuka diri untuk bermusyawarah tentang urusan dunia. Selalu tampil digaris depan melawan kezoliman. Beliau mencintai simiskin yang lemah dan menghormati orang yang berbeda paham maupun agama.  Karenanya para sahabat, keluarga dan masyarakat merasa aman dan tentram. Keadilan dan rahmat Allah menjadi bagian dari peradaban yang dibangunnya. Ya Rasul adalah bayang  bayang Allah yang hanya bersuara untuk cinta dan kasih sayang.

Ketika hidangan datang, teman saya umat kristian meminta saya berdoa sebelum makan. Dia ingin di hari natal ini saya yang memimpin doa. Tanpa bisa menolak , Sayapun berdoa “ Ampunkan kami ya Tuhan. Kami paham titahMu namun kami tidak menghiraukannya. Dihadapan kami ada orang yang di zolimi namun kami tak berdaya menolongnya. Orang miskin dan lapar  diseluruh benua terbentang dihadapan kami yang setiap hari memohon bantuan namun kami tidak menghiraukannya. Ada orang yang berbuat baik kepada kami namun kami lupa berterimakasih. Ada orang meminta maaf kepada kami namun kami tak memaafkannya. Banyak kami berjanji namun banyak pula kami inkari. Bila kami mengetahui aif sahabat, kami tidak menyembunyikannya. Ampuni kami Ya Tuhan, dari semua keburukan sifat itu. Tuntunlah kami untuk bertobat dan berubah agar kami menjadi rahmat bagi alam semesta.”

Teman saya umat kristian itu nampak berlinang  airmata ketika saya usai berdoa. Dia merangkul saya. This time I felt a very meaningful Christmas, thanks so much for being my friend.  Ketika usai makan malam, kami berjalan kaki menuju hotel. Ketika kembali melintasi  gedung pemerintah dimana sebuah keluarga masih bersimpuh disana dengan dingin yang menggigit malam, kami menundukan kepala tanpa bersuara apapun kecuali berdoa didalam hati. Itulah yang kini dapat kami lakukan ditengah seruan natal tentang hidup damai. Bayangan saya kepada negeri saya yang tak henti jatuh korban rakyat miskin yang membela tanahnya, tak terbilang mereka beteriak butuh keadilan namun kita semua berdiam diri dan berdoa dalam hati sekedar meyakinkan kepada Allah bahwa kita peduli tapi kita takut berbuat, juga ragu berubah... 

Tuesday, December 20, 2011

Ian dan mereka

Entah kenapa saya teringat akan Ian. Dia tidak menamatkan SD. Tak pandai membaca namun paham berhitung. Dia ponakan saya dari pihak istri. Dia menikah terlalu muda barangkali. Karena ketika dia menikah usianya barulah 17 tahun. Baginya pernikahan bukanlah sesuatu yang rumi. Mungkin kehidupan Jakarta yang keras , tidak membuat dia nyaman. Maka hijrah ke lampung adalah pilihan yang rasional , mungkin. Tanpa bekal modal , kepintaran atau apalah , dia bertekad membangun sebuah keluarga di tempat baru itu. Demikian cerita awalnya yang saya ketahui. Ada niat saya untuk membantunya namun dia nampak tegar ketika melangkah membawa beban, Dia tidak berusaha meminta tolong, dan juga tidak minta dikasihani. Saya memberinya zakat . Dia junjung uang itu dan sujud syukur kepada Allah. Begitulah caranya berterima kasih.Tak terasa waktu berlalu, lebih 10 tahun rumah tangga dibangunnya. Selama itu dia mampu mandiri hidup di sebuah kecamatan di Lampung.

Dari uang zakat yang saya beri itu, dia gunakan untuk berdagang keliling dari kampong ke kampong. Bukan barang mewah yang dijualnya, tapi hanyalah pakaian bekas yang dibelinya dari pedagang besar di kota. Konsumennya kadang membayarnya dengan uang tapi lebih banyak melakukan barter dengan hasil kebun. Dari usaha seperti inilah dia menghidupi keluarganya lebih dari 10 tahun. Tahun lalu dia datang ke Jakarta. Wajahnya nampak tua dari usianya. Menderitakah dia ? tidak! Hanya memang beban hidup yang semakin sulit karena usahanya berdagang semakin kehilangan daya beli konsumen. Menurutnya, hidup di kampong semakin sulit. Banyak rakyat melepas ladangnya kepada pengusaha Perkebunan. Yang bertahan menjual akan mendapat tekanan dari aparat. Harga jual ladang itu memang cukup besar  bagi rakyat namun tak lebih dua tahun uang hasil jual ladang itu habis karena semua kebutuhan hidup terus meroket.

Kalau tadinya mereka sebagai petani berladang sendiri namun kini mereka menjadi buruh kebun sawit, tebu, dan lain lain, katanya. Tak ada lagi panen besar yang dinanti dengan pesta ala kampong. Tak adalagi rencana petani untuk memikirkan nasip anak anaknya bersekolah dikota. Juga tak ada lagi berpikir untuk merubah nasip. Jangankan untuk hidup sederhana , untuk membeli baju bekas saja mereka tidak mampu lagi, Demikian yang dikeluhkan oleh Ian. Itu sebabnya usahanya berjualan baju bekas dari kampong ke kampong semakin sulit dan akhirnya dia memilih untuk tutup tenda. Anak dan istrinya ditinggalkannya di kampong. Katanya. Itulah sebabnya dia minta zakat dari saya untuk memulai usaha berjualan asongan di Pasar.  Sampai kini Ian masih bertahan dan setiap bulan sekali dia mengirim uang belanja untuk keluarganya di kampung.

Bagi Ian, dan juga rakyat kebanyakan yang kalah oleh kepongahan penguasa dan pemodal, uang begitu berarti bagi mereka untuk bertahan hidup. Sementara kelompok menengah dan atas di Indonesia punya kegemaran berburu barang mewah di pusat mode dunia, seperti Paris, Italia, London, Hong Kong. Bagi konsumen seperti ini, harga tidak penting. Untuk sebuah prestige berapapun uang selalu tersedia. Konon katanya kedekatan Nunun dengan Miranda Gultom karena sama sama penggemar  salah satu merek tas wanita (Hermes) yang harganya mencapai Rp 500 juta rupiah. Mari berhitung,  uang Rp 500 juta untuk sebuah tas bermerek itu bisa membiayai mahasiswa miskin sebanyak 5 orang sampai jadi sarjana. Ada anggota DPR dan juga petinggi Partai yang punya kendaraan mewah seharga Rp. 7 miliar. Itu sama dengan penghasilan 1000 orang miskin seperti Ian selama setahun.  Tas hanya puas dipandang dan dibanggakan, begitu juga kendaraan. Tapi bagi simiskin uang adalah kehidupan.

Dari tahun ketahun  yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terpuruk. Gap sikaya dan simiskin semakin lebar dan lebar. Andaikan, kelompok menengah dan atas Indonesia mau sedikit berempati dengan menghidupkan ruh cinta didalam hatinya, saya yakin keadilan social ( ekonomi?) di Indonesia akan terjelma. Andaikan para pejabat sadar akan amanah yang harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah, maka  keadilan ekonomi akan terjelma. Ketahuilah bahwa rakyat miskin hanya butuh sebuah system yang memungkinkan mereka tak sulit mendapatkan papan, sadang, pangan. 

Ya, rumah sederhana untuk berlindung dari hujan dan terik matahari . Mereka butuh makan untuk sekedar mengganjal perut yang lapar dan kesehatan untuk sekedar menahan sakit menuju ajal dan pendidikan untuk sekedar membuat mereka tidak bodoh dan dibodohi. Itu saja. Tapi itupun dari tahun ketahun semakin mahal dan mahal mereka dapatkan…begitulah yang dirasakan oleh Ian.

Monday, December 12, 2011

Be Smart

Ada satu cerita. Seorang perampok melarikan diri dengan mengendari pesawat ringan. Yang menjadi pilot adalah dia sendiri. Dia terbang seorang diri. Ketika berada ditengah hutan, dia melompat keluar dari pesawat dengan menggunakan parasut. Bersama dia ada satu koper uang hasil rampokan. Pesawat akan jatuh dengan sendirinya. Rencana pelariannya dibuat dengan begitu rapi. Tentu orang akan menduga dia ikut terkubur bersama pesawat yang meledak ketika jatuh kebumi. Selanjutnya dia akan mengoperasi wajahnya untuk sekaligus merubah indentitas dirinya. Namun sebaik baiknya rencana, yang terjadi lain. Dia jatuh tidak diatas tanah datar tapi jatuh terprosok kedalam sumur bersama parasutnya, juga uang satu koper. Lobang sumur itu cukup dalam hingga tidak mungkin dia bisa keluar dari sumur itu. Kini dia berada ditangah hutan dan didalam sumur tanpa ada yang tahu.

Waktu berlalu, badan mulai terasa dingin. Setiap malam untuk menjaga hangat tubuhnya, dia membakar uang hasil rampokan. Begitulah setiap malam ,ketika dingin mulai menusuk tulang, uangpun dibakar. Itu dilakukanya setiap malam sampai tidak ada lagi lembaran uang untuk dibakar menghangatkan tubuh. Akhirnya dia menemui ajalnya seorang diri ditengah hutan didalam sumur. Ini hanya sebuah cerita. Tapi hikmahnya teramat luas. Bahwa dia melakukan apa saja untuk mendapatkan harta. Akal dan kemampuannya digunakan untuk itu Namun ketika tidak ada lagi jalan keluar dari ancaman maut maka harta yang ada menjadi tak ada nilai. Uangpun dibakar begitu saja untuk sebuah kehidupan. Dan berharap bila umur masiih panjang aka nada pertolongan datang untuk dia bebas dari dalam sumur. Tentu doa siang malam tak henti dipanjatkan untuk keluar dari himpitan rasa takut mati itu

Tak ubahnya seperti cerita lain, seorang pejabat yang pension dengan deposito hasil korup tak terbilang. Namun ketika dia pension, penyakit kanker datang. Segala daya digunakan untuk keluar dari ancaman kematian. Karena harta berlebih maka tak lagi dipikirkan biaya berobat bila harus keluar negeri atau mendatangi dokter ahli dari manca Negara. Lambat namun pasti , harta yang dikumpulkan dari hasil korup bertahun tahun akhirnya terkuras habis. Ketika harta habis, mautpun menjemput. Tak usah dibayangkan betapa penderitaan yang harus dirasa selama proses pengobatan itu. Selama proses menanti ajal. Rasa cemas akan maut yang segera menjemput. Rasa takut akan meninggalkan semua yang dicintai. Semua menyatu jadi satu dalam derita tak bertepi. Akhirnya Semua sirna begitu saja. Tak ada lagi kehebatan dan kepintaran yang dulu dibanggakan hingga pantas mencuri uang rakyat dengan menggunakan jabatan dan kekuasaan.

Apa yang diilustasikan diatas dengan jelas kita ketahui bahwa betapa kehidupan itu sangat mahal. Tidak ada harta dan kekuasaan didunia ini yang dapat membeli kehidupan. Bila saatnya datang tak ada yang bisa menghindar. Tidak ada!. Masalahnya kita ingin seperti apa akhir dari kehidupan ini Apakah ingin happy ending ataukah suffered ending. ? BIla ingin happy ending maka turutilah aturan dari Allah sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasul. Agama mengatur kehidupan ini tak lain agar kita smart menentukan pilihan. Mengapa saya katakan smart? Karena hanya orang bodoh yang memperturutkan hawa nafsu hingga menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan kebahagiaan didunia. Bila kebahagiaan bersandar kepada harta maka harta itu pulalah yang akan menyiksa kita. Penyakit phisik maupun psikis datang akibat dari sumber harta yang kita makan. Buktinya sebagian besar penyakit jantung dan stroke dihidap oleh golongan berharta. Ramainya tempat hiburan malam diisi oleh orang orang berduit yang stress.

Benarlah , Orang yang tidak smart akan “ … berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak…," (al-Hadiid: 20). Ini merupakan sebuah kebodohan. Karena semua kemilikan di dunia dikuasai oleh Allah. Manusia hanya membodohi diri mereka sendiri dengan menyangka bahwa mereka memilikinya. Hal ini karena mereka tidak menciptakan yang mereka miliki dan mereka pun tidak memiliki kekuatan menjaga semuanya secara abadi. Ditambah lagi, mereka tidak dapat mencegah kerusakan yang terjadi. Juga, karena mereka tidak memiliki hak untuk "memiliki" sesuatu karena mereka termasuk "milik" dari pemilik yang lain. Pemilik tertinggi ini tidak lain (an-Naas: 2), yaitu Allah. Al-Qur`an memberitahu kita bahwa seluruh alam adalah milik Allah, "Kepunyaan-Nyalah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah." (Thaahaa: 6)

"Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allahlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Alah Mahakuasa atas segala sesuatu." (al-Maa`idah: 40). Camkanlah firman Allah ini untuk smart menjalani hidup. Kalau kita mengejar harta karena ingin kepuasan dan kebanggaan tanpa menyadari bahwa semua itu adalah titipan Allah maka tunggulah siksa Allah yang sangat pedih. Namun bila kita mengejar harta karena niat beribadah kepada Allah maka hasilnya adalah cinta dan kasih sayang untuk ikhlas berbagi kepada yang lemah. Maka rasa syukur meliputi hidup kita, kebahagiaan akan merupakan bagian dari keseharian kita untuk meraih happy ending dalam drama kehidupan kita didunia. Be smart!

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...