Namun bagaimanapun hebatnya istilah yang diungkapkan oleh ilmu management, tidak akan mengurangi hakikat awal istilah strategi. Dalam kehidupan modern, dalam kontelasi global dewasa ini, peperangan bukanlah suatu kerja kolektif belaka. Ia melibatkan banyak unsur masyarakat dan beresiko besar, termasuk nyawa manusia. Maka ia harus dipikirkan secara menyeluruh untuk melahirkan keputusan kondisional menetapkan tindakan tindakan yang harus dijalankan guna menghadapi masa depan yang tidak pasti. Artinya, ia berupa rencana “alpha “ untuk menghadapi kerjadian “A” , rencana “beta” untuk menanggulangi rencana “B” dan lain lain.
Sejalan dengan kehidupan di era reformasi sekarang dimana tentara tidak lagi berperan penuh dalam kehidupan social politik, ekonomi maka tidak perlu kita juga apriori dengan keampuhan tentara, khususnya kehebatan ABRI menjaga stabilitas keamanan , politik, ekonomi selama masa orde baru.. Para militer yang berada dalam pusat kekuasaan tempo dulu dengan jumlah militer yang hanya sebanyak 500.000 orang , terbukti mampu meredam segala gejolak social,politik dan ekonomi dengan populasi rakyat sebanyak 160 juta orang. Ini bukanlah pekerjaan mudah dan murah. Tentu diperlukan keahlian luar biasa mengelola segala factor yang cepat sekali berubah ditengah tuntutan emosi, intelektual yang juga berkembang seiring kesadaran masyarakat akan hak haknya.
Karena militer yang berkuasa kala itu dengan dikomandani oleh jenderal yang juga ahli strategy maka segala kekuatan eksponen bangsa ditempatkan sebagai bagian dari “tentara” untuk mencapai cita cita nasional. Berbagai “tentara” dibidang ekonomi , pertanian, industri, perdagangan, yang melibatkan angkatan professional atau sipil dan angkatan yang dipersenjati atau ABRI, diniscayakan untuk menanggapi, menyiapkan serta mengendalikan setiap kegiatan operasional guna membangun ketahanan nasional menuju masyarakat yang adil dan makmur. Berhubung kegiatan operasional ini berinteraksi dengan budaya local dan kepentingan dunia international maka “tentara” yang diterapkan menjadi geostrategi. Artinya terjadi hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara geopolitk dan geostrategy.
Maka hubungan antara geostrategi dan geopolitik bagai lepat dengan daun. Sama-sama punya makna substansial sendiri, namun bila digabungkan menghasilkan nilai total yang jauh lebih besar daripada jumlah nilai individual masing-masing. Di samping itu peralihan dari politik ke strategi ( “ tentara” ) merupakan peralihan dari "kata" ke "perbuatan". Politik menyatakan tujuan-tujuan, menggambarkan lawan. Berdasarkan data itu strategi ( “tentara”) memformulasikan sasaran, menetapkan agen- agen demi pencapaiannya dalam ruang dan waktu. Ketahanan Nasional Pemerintah dahulu pernah memiliki "angan-angan strategis". Ia disebut "ketahanan nasional" atau national resilience, bersendikan ide-ide utopis yang mengambang. Di era reformasi sekarang jarang sekali dikumandangkan, ia bisa difungsikan kembali dengan syarat dibuat "membumi".
Memaknai tentara dalam konteks bela negara seharusnya ketahanan nasional merupakan gabungan yang terdiri dari pertama , wilayah , penduduk. Kedua, .System nasional ,yang meliputi tata kerja, dan tata negara yang mencerminkan derajat kemampuan, kematangan dalam berorganisasi. Ketiga, kemapuan ekonomi. Keempat adalah Kemampuan militer. Keempat hal ini haruslah replikasi dari tekad nasional yang bermuara pada ;pertama , sikap mental ( attitude atau akhlak mulia ) dari terbentuknya negara, kedua, kecerdasan masyarakat untuk menguasai Iptek, strategy nasional yang merupakan unsur utama dari pemikiran manusia yang lahir dari kesadaran manusia untuk menciptakan keseimbangan demi memenangkan komplik yang timbul dari ketidak pastian alam.
Sehebat apapun dan sebesar apapun negara yang menguasai wilayah yang luas, system nasional yang tangguh , kemampuan ekonomi raksasa, kemampuan militer yang tangguh, namun selagi salah satu dari muara dan modal tekad nasional seperti attitude, kecerdasan , strategy nasional lemah maka negara itu tetap lemah dan renta dari segala kekuatan luar yang masuk atau ketahanan nasionalnya rapuh. Begitupula sebaliknya. Itulah yang sekarang terjadi di AS ,yang sedang dilanda resesi ekonomi. Satu demi satu perusahaan AS dikuasai oleh China. Sementara konglomerat AS melarikan dananya untuk berinvestasi di China. Terakhir Bank of Amerika diambil alih oleh China Construction Bank. Juga dengan Singapore yang mulai kawatir dengan ketahanan nasionalnya. Dimana semakin banyaknya warga Singapore yang berimigrasi ke Australia dan Canada hanya karena attitude penduduk Singapore yang materialistis dan individualistis serta tidak pernah merasa memiliki semangat kebangsaan.
Reformasi tidak seharusnya merombak yang baik tapi lebih kepada penerapan law enforcement . System demokrasi ala barat tidak sesuai sebagai strategy nasional Indonesia untuk mencapai tujuan nasional.. Seperti kata Napoleon “ Politik dari seatu negara melekat dengan geographi mereka. Juga menurut Bismarck “ yang tidak pernah berubah dalam politik negara negara adalah geographi. Dan lagi apakah demokrasi ala AS adalah pilihan yang tepat ? Filosof politik Prancis, Alexis de Tocqueville, setelah melihat sendiri kedinamikan demokrasi Amerika, berujar "A democratic power is never likely to perish for lack of strength or of its resources, but it may very well fall because of the misdirection of its strength and the abuse of its resources." Dan telaah geostrategis dan geopolitis sangat membantu memahami kebenaran ujaran tersebut. Kekuatan ketahanan nasional kita sangat bergantung dari akar budaya keindonesian kita sendiri yang dirumuskan secara apik dalam Pancasila, bukan dari cara orang lain. Itu pula yang diyakini oleh China hingga mampu menjadi negara besar yang kuat.