Sekarang ini , sebagian orang , dengan kegerahan dan kemarahan , suatu kombinasi yang wajar di negara yang tidak berdaya menyelesaikan masalah keseharian rakyat, berkata ‘ revolusi sudah dekat.. Ada pertanda, mereka yakin.
Saya dapat memakluminya karena memang begitu adanya. Tapi bukan berdasarkan kegerahan dan kemarahan. Sederhananya, karena begitu berat dan parah yang dihadapi oleh rakyat akibat system yang tidak memberikan kepastian. Negeri ini sakit dan semua bicara tentang menghilangkan rasa sakit tanpa bicara tentang penyebab rasa sakit. Makanya obat pembunuh rasa sakit dalam dosis yang kuat diterapkan walau itu menguras kas APBN. Sementara sakit dan penyakit yang diakibatkan oleh virus didalam tubuh akan terus tumbuh menjadi koloni sampai akhirnya menguasai seluruh tubuh dan mati. Inilah proses yang terus berlangsung..
Dalam situasi ini, rezim harus memperlihatkan niatnya yang sungguh sungguh untuk memecahkan masalah. Tapi hal itu sama sekali tidak terlihat. Lebih lebih lagi pada periode mendekati Pemilu, tak kala semua anggota kabinet yang orang partai sibuk menghabiskan waktu dan peluangnya untuk raising fund sebagai modal bertarung di pemilu mendatang. Bila sudah begini maka rakyat yang lapar , terkena bencana, tidak akan mendapatkan perhatian. Di forum politik yang diperdebatkan hanyalah masalah RUU Pemilu yang digugat ke Mahkamah Konstitusi , Calon Gubernur BI , wakil Menlu, Pilkada, Pemekarang wilayah , dll.
Ditengah situasi dimana perasaan dasar akan keadilan sosial kurang diperhatikan, semuanya bisa sangat mudah meledak, elite politik negeri ini tidak punya reputasi lagi dengani janjinya. Padahal setelah reformasi kekuatan dan reputasi rakyat terangkat sebagai bangsa yang berani melakukan perubahan tapi justru kekuatan dan reputasi elite politik dari tahun ketahun semakin anjlok sampai pada titik kolong rumah. Itulah mimpi buruk yang hanya menunggu waktu saja untuk menjadi nyata.
Lantas siapakah kelak yang akan tampil setelah rezim demokrasi culas ini tumbang karena revolusi sosial ? Gerombolan Tiran yang menjadi ciri rezim ini, mengajak kita berpikir bahwa amandaemen UUD 45 akan langsung dibuang ke keranjang sampah sejarah. Suatu struktur yang dibuat oleh para pendiri negara ini akan mendapat tempat kembali. Para politisi diharamkan bicara terus kecuali menggerakan mesin partainya untuk menggalang massa berpartisipasi menjalankan kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada lagi jual beli pasal UU di DPR , tidak boleh ada lagi voting,. Semua partai boleh bicara di DPR dengan visi yang sama dan berbedat untuk mempertajam visi kebangsaan , bukan untuk saling menjatuhkan.
President haruslah menjadi suatu lembaga yang tak tertandingi selama masa kekuasaannya dan harus siap mempertanggung jawabkan kekuasaannya menjelang akhir masa jabatannya. Tapi saya kawatir akan muncul kembali single power seperti Soehato yang dicreate oleh elite untuk berlindung dari kesalahan dan kebobrokan. Kita miskin calon pemimpin yang sesuai dengan amanah UUD 45 dan Pancasila. Dimana amanah besar harulah dipegang oleh orang yang punya nurani besar dan jiwa besa menghadapi tantangan ditengah peradaban dunia yang carut marut.
Lantas apa jadinya bila revolusi tidak terjadi ? Jawabannya adalah kemungkinan besar adalah munculnya kelompok muda yang memiliki bakat kepemimpinan dan keahlian untuk bergabung dalam komunitas tersendiri melawan system yang ada. Mereka membangun system sendiri didalam system ,lepas dari system negara. Hal ini diyakini oleh mereka agar terhindar dari kebodohan dan mati karena itu. Mereka tidak hanya diam. Slogan mereka adalah ” jangan hanya mengutuk kegegelapan, mari nyalakan lilin". Mereka juga tahu bahwa pekerjaan menyalakan lilin akan makan waktu lama untuk memberikan dampak nyata . Mereka ingin menciptakan gerakan politik yang sesungguhnya dan mereka siap menanggung resikonya. Mereka siap membangun jaringan dan menciptakan basis yang luas untuk cita cita mereka. Karena informasi yang tanpa batas , mendidik mereka untuk mencontoh yang baik dinegeri orang lain dan belajar dari kesalahan orang lain.
Maka mereka mendidik dirinya sendiri dalam keterampilan negosiasi, mencoba menjangkau rakyat lewat berbagai program kemandirian yang berbasis agama dan professi serta kegiatan bisnis. Mereka akan tampil sebagai kelompok yang tidak mermpermasalahkan perbedaan agama dan ras. Keseharian mereka jauh dari simbol simbol kekuasaan modern dalam bentuk jas, rumah mewah, mobil mewah. Mereka sama dengan komunitasnya dan akrab lahir batin. Siapakah mereka ini ? Mereka adalah anak anak muda cemerlang yang lahir dari rakyat jelata dari kelas bawah. Mereka akrab dengan komunitasnya. Paham betul mengelola kebutuhan rakyat lewat pengalaman tempaan spiritualnya tanpa terpengaruh oleh buku buku teks dari Barat.
Tentu saja, setiap orang tahu bahwa perjalanan masih sangat jauh sebelum mereka akhirnya sukses. Mungkin mereka gagal. Namun mereka telah membangkitkan harapan.. Seperti apa yang dikatakan oleh Lu Xun, penulis China ” harapan adalah seperti jalan didaerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak, semacam itu, namun banyak orang berjalan diatasnya, jalan itu tercipta...
Saya dapat memakluminya karena memang begitu adanya. Tapi bukan berdasarkan kegerahan dan kemarahan. Sederhananya, karena begitu berat dan parah yang dihadapi oleh rakyat akibat system yang tidak memberikan kepastian. Negeri ini sakit dan semua bicara tentang menghilangkan rasa sakit tanpa bicara tentang penyebab rasa sakit. Makanya obat pembunuh rasa sakit dalam dosis yang kuat diterapkan walau itu menguras kas APBN. Sementara sakit dan penyakit yang diakibatkan oleh virus didalam tubuh akan terus tumbuh menjadi koloni sampai akhirnya menguasai seluruh tubuh dan mati. Inilah proses yang terus berlangsung..
Dalam situasi ini, rezim harus memperlihatkan niatnya yang sungguh sungguh untuk memecahkan masalah. Tapi hal itu sama sekali tidak terlihat. Lebih lebih lagi pada periode mendekati Pemilu, tak kala semua anggota kabinet yang orang partai sibuk menghabiskan waktu dan peluangnya untuk raising fund sebagai modal bertarung di pemilu mendatang. Bila sudah begini maka rakyat yang lapar , terkena bencana, tidak akan mendapatkan perhatian. Di forum politik yang diperdebatkan hanyalah masalah RUU Pemilu yang digugat ke Mahkamah Konstitusi , Calon Gubernur BI , wakil Menlu, Pilkada, Pemekarang wilayah , dll.
Ditengah situasi dimana perasaan dasar akan keadilan sosial kurang diperhatikan, semuanya bisa sangat mudah meledak, elite politik negeri ini tidak punya reputasi lagi dengani janjinya. Padahal setelah reformasi kekuatan dan reputasi rakyat terangkat sebagai bangsa yang berani melakukan perubahan tapi justru kekuatan dan reputasi elite politik dari tahun ketahun semakin anjlok sampai pada titik kolong rumah. Itulah mimpi buruk yang hanya menunggu waktu saja untuk menjadi nyata.
Lantas siapakah kelak yang akan tampil setelah rezim demokrasi culas ini tumbang karena revolusi sosial ? Gerombolan Tiran yang menjadi ciri rezim ini, mengajak kita berpikir bahwa amandaemen UUD 45 akan langsung dibuang ke keranjang sampah sejarah. Suatu struktur yang dibuat oleh para pendiri negara ini akan mendapat tempat kembali. Para politisi diharamkan bicara terus kecuali menggerakan mesin partainya untuk menggalang massa berpartisipasi menjalankan kebijakan pemerintah. Tidak boleh ada lagi jual beli pasal UU di DPR , tidak boleh ada lagi voting,. Semua partai boleh bicara di DPR dengan visi yang sama dan berbedat untuk mempertajam visi kebangsaan , bukan untuk saling menjatuhkan.
President haruslah menjadi suatu lembaga yang tak tertandingi selama masa kekuasaannya dan harus siap mempertanggung jawabkan kekuasaannya menjelang akhir masa jabatannya. Tapi saya kawatir akan muncul kembali single power seperti Soehato yang dicreate oleh elite untuk berlindung dari kesalahan dan kebobrokan. Kita miskin calon pemimpin yang sesuai dengan amanah UUD 45 dan Pancasila. Dimana amanah besar harulah dipegang oleh orang yang punya nurani besar dan jiwa besa menghadapi tantangan ditengah peradaban dunia yang carut marut.
Lantas apa jadinya bila revolusi tidak terjadi ? Jawabannya adalah kemungkinan besar adalah munculnya kelompok muda yang memiliki bakat kepemimpinan dan keahlian untuk bergabung dalam komunitas tersendiri melawan system yang ada. Mereka membangun system sendiri didalam system ,lepas dari system negara. Hal ini diyakini oleh mereka agar terhindar dari kebodohan dan mati karena itu. Mereka tidak hanya diam. Slogan mereka adalah ” jangan hanya mengutuk kegegelapan, mari nyalakan lilin". Mereka juga tahu bahwa pekerjaan menyalakan lilin akan makan waktu lama untuk memberikan dampak nyata . Mereka ingin menciptakan gerakan politik yang sesungguhnya dan mereka siap menanggung resikonya. Mereka siap membangun jaringan dan menciptakan basis yang luas untuk cita cita mereka. Karena informasi yang tanpa batas , mendidik mereka untuk mencontoh yang baik dinegeri orang lain dan belajar dari kesalahan orang lain.
Maka mereka mendidik dirinya sendiri dalam keterampilan negosiasi, mencoba menjangkau rakyat lewat berbagai program kemandirian yang berbasis agama dan professi serta kegiatan bisnis. Mereka akan tampil sebagai kelompok yang tidak mermpermasalahkan perbedaan agama dan ras. Keseharian mereka jauh dari simbol simbol kekuasaan modern dalam bentuk jas, rumah mewah, mobil mewah. Mereka sama dengan komunitasnya dan akrab lahir batin. Siapakah mereka ini ? Mereka adalah anak anak muda cemerlang yang lahir dari rakyat jelata dari kelas bawah. Mereka akrab dengan komunitasnya. Paham betul mengelola kebutuhan rakyat lewat pengalaman tempaan spiritualnya tanpa terpengaruh oleh buku buku teks dari Barat.
Tentu saja, setiap orang tahu bahwa perjalanan masih sangat jauh sebelum mereka akhirnya sukses. Mungkin mereka gagal. Namun mereka telah membangkitkan harapan.. Seperti apa yang dikatakan oleh Lu Xun, penulis China ” harapan adalah seperti jalan didaerah pedalaman, pada awalnya tidak ada jalan setapak, semacam itu, namun banyak orang berjalan diatasnya, jalan itu tercipta...
Salam untuk teman-teman seperjuangan
In God we trust.