Malam itu tepatnya 19 september 2006 , 50 tentara dari pasukan elite memasuki wisma pemerintah yang dikawal oleh 200 polisi. Mereka masuk dengan cepat dan memerintahkan seluruh pengawal untuk meletakkan senjatannya. Salah satu pimpinan penyerangan itu menegaskan bahwa Negara dalam penguasaan militer. Ini kudeta. Tanpa perlawanan berarti , seluruh polisi yang menjadi andalan pengawalan meletakkan senjatanya. Sebelumnya seluruh pusat komunikasi dan TV , Radio dan infrastruktur pital Negara telah dikuasai oleh militer. Ratusan kendaraan lapis baja dengan senjata mesin berkeliaran diseluruh kota Bankok dan tentara bersenjata lengkap mengawal ketat kantor kantor pemerintah yang sudah dikuasai Seluruh militer yang ikut andil dalam kodeta ini berkekuatan penuh dengan dukungan dari Wilayah Militer Pertama dan Ketiga, Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri, Pusat Tempur Khusus dan satuan-satuan Militer di provinsi Nakhon Ratchasima dan Prachin Buri serta bagian-bagian dari Angkatan Laut.
Pemimpin dibalik kudeta ini adalah Jend. Sonthi Boonyaratkalin Dia melakukan kudeta ini ketika Thaksin sedang berada di New York City AS untuk menghadiri Sidang Umum PBB. Sonthi, 59 tahun, adalah pemeluk agama Islam pertama yang memegang kekuasaan di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Masyarakat Thailand mengenal sang jenderal sebagai jenderal intelektual dan sangat humanis serta sangat menguasai permasalahan Thailand.
Teman saya sempat berujar bahwa “ Kita rindu tentara seperti Thailand yang selalu setia kepada rakyat. Mereka tidak peduli dengan jargon demokrasi yang disampaikan oleh kelompok reformis ala barat. Bila situasi demokrasi hanya melahirkan gerombolan politikus yang bertindak layaknya preman untuk menganeksasi hak rakyat maka tentara akan bertindak. Mereka hidup dari rakyat dan akan selalu bersama rakyat.” Sebagaimana diketahui bahwa Thaksin mengusung jargon reformasi politik dengan demokrasi sebagai andalan untuk tampil sebagai pemimpin di Thailand. Thaksin adalah pendiri Shin Corporation yang salah satu bagian dari perusahaannya adalah operator telepon seluler terbesar Thailand Advanced Info Service. Ia juga adalah orang terkaya di Thailand.D engan kekuatan uangnya maka tidaklah sulit bagi Thaksin untuk membiayai kampanyenya. Demokrasi selalu begitu dimana uang adalah senjata utama untuk menjadi pemenang. Maka tidak aneh begitu banyak tokoh tokoh yang bersih di Thailand gagal karena keterbatasan dana.
Kudeta kali ini di Thailand kembali mengingatkan kita bahwa apapun model pemerintahan tidak akan menjadi masalah sepanjang semuanya berorintasi kepada kepentingan rakyat banyak. Nyatanya system monarki di Thailand dimana raja sebagai puncak legitimasi hokum tetap lebih didukung rakyat daripada PM yang mendapatkan legitimasi melalui PEMILU Demokrasi.
Dan benar apa kata masyarakat Thailand, kami tidak mendukung kudeta apapun juga, tetapi selama lima tahun terakhir, pemerintahan Thaksin telah menciptakan sejumlah kondisi yang memaksa militer untuk melakukan kudeta. Thaksin telah menyebabkan krisis di negara ini dan terlalu yakin dengan kekuatan demokrasi yang diperolehnya lewat pemilu sehingga menganggap apapun dapat dia lakukan selama masa pemerintahannya..”
Dengan situasi Negara seperti sekarang ini kita sangat mengharapkan peran TNI untuk kembali ke jati dirinya sebagai pelindung rakyat sebagaimana cita cita Panglima Besar Sudirman “ Tentara dan Rakyat itu ibarat Ikan dan Air. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Derita rakyat juga adalah derita tentara. “ Seperti yang disampaikan oleh Sonthi ketika mengumumkan kudeta “Kami telah merebut kekuasaan. Konstitusi, Senat, Dewan, Perwakilan, Kabinet, dan Pengadilan Konstitusional semuanya telah dibatalkan. Kami sepakat bahwa perdana menteri sementara telah menyebabkan perpecahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di masyarakat, korupsi yang meluas, nepotisme, dan ikut campur dalam lembaga-lembaga independent, melumpuhkannya sehingga mereka tidak dapat berfungsi. Bila pemerintahan sementara dibiarkan memerintah, hal itu akan merugikan negara. Mereka juga telah berulang kali menghina Raja. Karena itu dewan perlu merebut kekuasaan untuk mengendalikan situasi, memulihkan keadaan yang normal dan menciptakan kesatuan sesegera mungkin.”
Masih mungkinkah kita berharap kepada Tentara kita ?
Pemimpin dibalik kudeta ini adalah Jend. Sonthi Boonyaratkalin Dia melakukan kudeta ini ketika Thaksin sedang berada di New York City AS untuk menghadiri Sidang Umum PBB. Sonthi, 59 tahun, adalah pemeluk agama Islam pertama yang memegang kekuasaan di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Masyarakat Thailand mengenal sang jenderal sebagai jenderal intelektual dan sangat humanis serta sangat menguasai permasalahan Thailand.
Teman saya sempat berujar bahwa “ Kita rindu tentara seperti Thailand yang selalu setia kepada rakyat. Mereka tidak peduli dengan jargon demokrasi yang disampaikan oleh kelompok reformis ala barat. Bila situasi demokrasi hanya melahirkan gerombolan politikus yang bertindak layaknya preman untuk menganeksasi hak rakyat maka tentara akan bertindak. Mereka hidup dari rakyat dan akan selalu bersama rakyat.” Sebagaimana diketahui bahwa Thaksin mengusung jargon reformasi politik dengan demokrasi sebagai andalan untuk tampil sebagai pemimpin di Thailand. Thaksin adalah pendiri Shin Corporation yang salah satu bagian dari perusahaannya adalah operator telepon seluler terbesar Thailand Advanced Info Service. Ia juga adalah orang terkaya di Thailand.D engan kekuatan uangnya maka tidaklah sulit bagi Thaksin untuk membiayai kampanyenya. Demokrasi selalu begitu dimana uang adalah senjata utama untuk menjadi pemenang. Maka tidak aneh begitu banyak tokoh tokoh yang bersih di Thailand gagal karena keterbatasan dana.
Kudeta kali ini di Thailand kembali mengingatkan kita bahwa apapun model pemerintahan tidak akan menjadi masalah sepanjang semuanya berorintasi kepada kepentingan rakyat banyak. Nyatanya system monarki di Thailand dimana raja sebagai puncak legitimasi hokum tetap lebih didukung rakyat daripada PM yang mendapatkan legitimasi melalui PEMILU Demokrasi.
Dan benar apa kata masyarakat Thailand, kami tidak mendukung kudeta apapun juga, tetapi selama lima tahun terakhir, pemerintahan Thaksin telah menciptakan sejumlah kondisi yang memaksa militer untuk melakukan kudeta. Thaksin telah menyebabkan krisis di negara ini dan terlalu yakin dengan kekuatan demokrasi yang diperolehnya lewat pemilu sehingga menganggap apapun dapat dia lakukan selama masa pemerintahannya..”
Dengan situasi Negara seperti sekarang ini kita sangat mengharapkan peran TNI untuk kembali ke jati dirinya sebagai pelindung rakyat sebagaimana cita cita Panglima Besar Sudirman “ Tentara dan Rakyat itu ibarat Ikan dan Air. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Derita rakyat juga adalah derita tentara. “ Seperti yang disampaikan oleh Sonthi ketika mengumumkan kudeta “Kami telah merebut kekuasaan. Konstitusi, Senat, Dewan, Perwakilan, Kabinet, dan Pengadilan Konstitusional semuanya telah dibatalkan. Kami sepakat bahwa perdana menteri sementara telah menyebabkan perpecahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di masyarakat, korupsi yang meluas, nepotisme, dan ikut campur dalam lembaga-lembaga independent, melumpuhkannya sehingga mereka tidak dapat berfungsi. Bila pemerintahan sementara dibiarkan memerintah, hal itu akan merugikan negara. Mereka juga telah berulang kali menghina Raja. Karena itu dewan perlu merebut kekuasaan untuk mengendalikan situasi, memulihkan keadaan yang normal dan menciptakan kesatuan sesegera mungkin.”
Masih mungkinkah kita berharap kepada Tentara kita ?