Saturday, September 23, 2006

Tentara/Militer

Malam itu tepatnya 19 september 2006 , 50 tentara dari pasukan elite memasuki wisma pemerintah yang dikawal oleh 200 polisi. Mereka masuk dengan cepat dan memerintahkan seluruh pengawal untuk meletakkan senjatannya. Salah satu pimpinan penyerangan itu menegaskan bahwa Negara dalam penguasaan militer. Ini kudeta. Tanpa perlawanan berarti , seluruh polisi yang menjadi andalan pengawalan meletakkan senjatanya. Sebelumnya seluruh pusat komunikasi dan TV , Radio dan infrastruktur pital Negara telah dikuasai oleh militer. Ratusan kendaraan lapis baja dengan senjata mesin berkeliaran diseluruh kota Bankok dan tentara bersenjata lengkap mengawal ketat kantor kantor pemerintah yang sudah dikuasai Seluruh militer yang ikut andil dalam kodeta ini berkekuatan penuh dengan dukungan dari Wilayah Militer Pertama dan Ketiga, Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri, Pusat Tempur Khusus dan satuan-satuan Militer di provinsi Nakhon Ratchasima dan Prachin Buri serta bagian-bagian dari Angkatan Laut.

Pemimpin dibalik kudeta ini adalah Jend. Sonthi Boonyaratkalin Dia melakukan kudeta ini ketika Thaksin sedang berada di New York City AS untuk menghadiri Sidang Umum PBB. Sonthi, 59 tahun, adalah pemeluk agama Islam pertama yang memegang kekuasaan di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Masyarakat Thailand mengenal sang jenderal sebagai jenderal intelektual dan sangat humanis serta sangat menguasai permasalahan Thailand.

Teman saya sempat berujar bahwa “ Kita rindu tentara seperti Thailand yang selalu setia kepada rakyat. Mereka tidak peduli dengan jargon demokrasi yang disampaikan oleh kelompok reformis ala barat. Bila situasi demokrasi hanya melahirkan gerombolan politikus yang bertindak layaknya preman untuk menganeksasi hak rakyat maka tentara akan bertindak. Mereka hidup dari rakyat dan akan selalu bersama rakyat.” Sebagaimana diketahui bahwa Thaksin mengusung jargon reformasi politik dengan demokrasi sebagai andalan untuk tampil sebagai pemimpin di Thailand. Thaksin adalah pendiri Shin Corporation yang salah satu bagian dari perusahaannya adalah operator telepon seluler terbesar Thailand Advanced Info Service. Ia juga adalah orang terkaya di Thailand.D engan kekuatan uangnya maka tidaklah sulit bagi Thaksin untuk membiayai kampanyenya. Demokrasi selalu begitu dimana uang adalah senjata utama untuk menjadi pemenang. Maka tidak aneh begitu banyak tokoh tokoh yang bersih di Thailand gagal karena keterbatasan dana.

Kudeta kali ini di Thailand kembali mengingatkan kita bahwa apapun model pemerintahan tidak akan menjadi masalah sepanjang semuanya berorintasi kepada kepentingan rakyat banyak. Nyatanya system monarki di Thailand dimana raja sebagai puncak legitimasi hokum tetap lebih didukung rakyat daripada PM yang mendapatkan legitimasi melalui PEMILU Demokrasi.

Dan benar apa kata masyarakat Thailand, kami tidak mendukung kudeta apapun juga, tetapi selama lima tahun terakhir, pemerintahan Thaksin telah menciptakan sejumlah kondisi yang memaksa militer untuk melakukan kudeta. Thaksin telah menyebabkan krisis di negara ini dan terlalu yakin dengan kekuatan demokrasi yang diperolehnya lewat pemilu sehingga menganggap apapun dapat dia lakukan selama masa pemerintahannya..”

Dengan situasi Negara seperti sekarang ini kita sangat mengharapkan peran TNI untuk kembali ke jati dirinya sebagai pelindung rakyat sebagaimana cita cita Panglima Besar Sudirman “ Tentara dan Rakyat itu ibarat Ikan dan Air. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Derita rakyat juga adalah derita tentara. “ Seperti yang disampaikan oleh Sonthi ketika mengumumkan kudeta “Kami telah merebut kekuasaan. Konstitusi, Senat, Dewan, Perwakilan, Kabinet, dan Pengadilan Konstitusional semuanya telah dibatalkan. Kami sepakat bahwa perdana menteri sementara telah menyebabkan perpecahan yang tidak pernah terjadi sebelumnya di masyarakat, korupsi yang meluas, nepotisme, dan ikut campur dalam lembaga-lembaga independent, melumpuhkannya sehingga mereka tidak dapat berfungsi. Bila pemerintahan sementara dibiarkan memerintah, hal itu akan merugikan negara. Mereka juga telah berulang kali menghina Raja. Karena itu dewan perlu merebut kekuasaan untuk mengendalikan situasi, memulihkan keadaan yang normal dan menciptakan kesatuan sesegera mungkin.”

Masih mungkinkah kita berharap kepada Tentara kita ?

Sunday, September 17, 2006

Menentukan sikap

Ketika berkumpul dengan teman teman ,berdiskusi soal “membela kaum lemah”. Diantaranya berkata bahwa tanpa uang ditangan dalam jumlah besar , mustahil kita bisa mengangkat kaum lemah dari ketidak adilan system. Banyak lagi retorika yang mengemuka dalam diskusi itu. Semua serba menyalahkan keadaan. Ada juga yang bicara bahwa setiap bulan dia menyisihkan penghasilannya untuk membantu fakir msikin. Ada juga yang bicara membantu sanak famili yang kekurangan. Semua memang punya kepedulian. Tapi “membela kaum lemah” bukan hanya soal memberi dan selesai. Tapi lebih daripada itu adalah bagaimana membangun kelembagaan yang bisa melindungi mereka yang lemah dari ketidakadilan dan sekaligus memperbaiki system yang mengakibatkan semakin banyaknya orang terzolimi. Itulah makna “membela “

Selama ini kita hanya mengenal orang yang lemah adalah orang yang tidak berharta dan tidak memiliki akses social. Sebetulnya mereka yang lemah bukan hanya itu. Ada sekelompok lain yang justru lebih lemah dari pada yang kita saksikan dalam bentuk kemiskinan. Mereka itu adalah orang yang berharta dan berkuasa tapi tak berdaya karena system yang membuat mereka menjadi monster ganas. Para Politisi dan Pemerintah adalah mereka yang terkena paling parah sebagai akibat kezoliman system menjajah dari kelompok pemodal raksasa. Mereka setiap hari menghadapi tekanan dan tak berdaya dihadapan kekuatan asing. Berbagai regulasi terbentuk dan akhirnya meminggirkan mereka yang lemah modal, lemah pengatahuan , lemah jaringan. Apapun yang kita lakukan secara partial tidak akan menyelesaikan masalah terjadinya kezoliman dinegeri ini bahkan dibelahan dunia lain. Inilah makna “membela”

Dalam sebuah hadith sahih Rasulullah Saw bersabda “ sesungguhnya kalian hanyalah akan ditolong dan diberikan rezeki oleh Allah Swt manakala kalian membela orang orang yang lemah” Maka membela mereka adalah berbuat secara terstruktur dalam barisan ( Ashaf ) dan kelembagaan yang rapi dan teratur, Upaya ini memang tidak mudah apalagi hampir semua resource dikuasai oleh segelintir manusia berhati iblis namun satu prinsip yang membedakan antara orang yang beriman dengan yang tidak beriman adalah terletak pada harapan dan optimisme itu. Allah berfirman :

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka ( musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan , sesungguhnya merekapun menderita kesakitan pula, sebagaimana kamu menderitanya, sedangkan kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana( QS AL –Nisa (4):104). Dengan demikian dalam berjuang membela mereka yang lemah harus diyakini bahwa rahmat dan pertolongan Alla Swt tersebut hanyalah akan diberikan kepada orang orang beriman yang salah satu syaratnya memiliki komitmen yang kuat untuk membela orang orang yang lemah.

Apabila terbersit sedikit saja dihati kita untuk membela yang lemah namun lebih mengutamakan kepentingan pribadi dalam bentuk apapapun maka rahmat allah akan menjauh dan kehinaan akan datang kepada kita. Ketahuilah ,bagi orang beriman, rahmat, inayah dan pertolongan Allah Swt merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan yang bersifat mutlak. Kerja keras yang kita lakukan tidak mungkin akan menghasilkan sesuatu atau dapat memecahkan suatu persoalan secara optimal tanpa pertolongan dari Allah.

Umat islam pada masa sekarang berada dalam posisi dizalimi dan difitnah. Tugas kitalah sebagai umat untuk berada digaris depan membersihkan dari berbagai fitnah dan isu yang tidak benar dan menyesatkan. Sudah saatnya kita berupaya memberikan fakta dari keteladanan untuk menangkis isu negative yang disampaikan oleh kelompok lain yang bersumber kebencian kepada kita. Tidak dengan membalas melalui kebencian tapi dengan kesabaran sambil terus berjuang karena Allah. Dengan demikian lambat atau cepat akan terbangun kesadaran bagi siapapun bahwa islam itu membawa kedamaian dimuka bumi. Seperti apa yang disampaikan oleh Rasulullah “ Tolonglah saudaramu yang zalim maupun yang dizalimin”

Mereka yang menzalimi kita harus kita tolong dengan mencerahkan mereka lewat keteladanan kasih sayang. Sehinggga cara dan hakikat perjuangan Rasulullah memperbaiki akhlak umat manusia dapat pula kita terapkan. Maka lengkaplah visi kita sebagai muslim yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Bersikaplah yang benar maka kita akan sampai pada tujuan yang sebenarnya.

Saturday, September 09, 2006

peluang makmur

Percayakah anda bahwa dalam sepuluh tahun kedepan Indonesia akan menjadi Negara besar yang makmur “ demikian teman saya yang juga fund manager terkemuka memberikan gambaran tentang masa depan Indonesia. Saya agak terkejut karena bagaimana mungkin dia dapat menyimpulkan seperti ini. Bila melihat situasi Indonesia yang dari tahun ketahun cenderung mengalami penurunan kualitas kemakmuran. Tapi dia punya argument tentang fenomena kemakmuran.

Dulu kala , Amerika dibanjiri oleh banyak pengusaha/pedagang dari berbabagai pelosok bumi. Mereka datang hanya untuk mencari emas. Peluang ini dimanfaatkan dengan baik oleh bangsa amerika. Dari kegiatan penambangan inilah tercipta kemakmuran. Kemudian, Era Minyak bumi mulai menjadi tulang punggung perekonomian dunia. Maka Negara penghasil minyak dibanjiri oleh pengusaha dari seluruh dunia. Mereka melakukan explorasi dan explotasi untuk menghasilkan energi. Dari kegiatan ini telah mengakibatkan kemakmuran dinegara Negara penghasil minyak tapi banyak pula Negara penghasil minyak yang gagal memanfaatkan peluang ini , seperti Indonesia dan afrika.

Kemakmuran Negara Amerika dan Eropa , Arab telah membuat Negara itu malas berporduksi namun sangat kuat berkosumsi. Pola ini dimanfaatkan oleh China yang mempunyai kekuatan produksi dengan miliaran penduduk. Mereka memanfaatkan momentum ini dengan membuka kemudahan investasi di Negara nya. Maka banyak pengusaha dari Amerika, eropa dan Arab menanamkan dananya untuk kegiatan produksi dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan Negara mereka sendiri. China mendulang keberhasilan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan telah memberikan dampak positip bagi terciptanya kemakmuran.

Sekarang terjadi kekawatiran tentang minyak bumi yang semakin berkurang produksinya. Berbagai riset pencarian energi alternative mulai dilakukan. Hasilnya sekarang technology sudah berhasil mendapatkan sumber energi alternatit yang daya manfaatnya sama dengan minyak bumi dan juga ongkos produksi yang sedikit lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi. Energi alternative ini adalah Bio Diesel yang dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit, jagung, tebu , jarak. Energi ini juga lebih akrap lingkungan dibandingkan dengan minyak bumi

Lahan yang luas dan efefktif untuk penanaman komoditas ini ada di Indonesia. Karena Indonesia memiliki iklim yang layak tanam sepanjang tahun. Juga begitu banyak lahan kosong yang siap digunakan sebagai akibat dari penebangan hutan tropis. Potensi ini akan mendorong perusahaan raksasa diseluruh dunia untuk kembali melirik Indonesia sebagai tempat pemenuhan kebutuhan energi alternative. Mereka akan datang dengan modal raksasa sebagai kapitalis untuk menguasai peluang business ini.

Sebetulnya peluang kemakmuran bagi bangsa Indonesia sejak dahulu kala begitu banyak tapi selalu kita terbuai dengan kemudahan mendapatkan kemakmuran tanpa berupaya untuk menguasai peluang itu. Sejak ratusan tahun lalu Indonesia dibanjiri oleh petualang business dari seluruh pelosok dunia untuk mendapatkan rempah rempah dan emas . Tapi hasilnya hanya menguntungkan dan memakmukan Negara asing. Mereka datang dengan modal dan kekuatan untuk melemahkan negeri ini hingga akhirnya mereka dapat mengontrol semua potensi Indonesia. Ketika era buming minyak , Indonesia tidak mendapatkan banyak kecuali kemakmuran semu dari mekanisme pinjaman luar negeri. Sementara sumber daya alam minyak terus dikuras oleh pihak asing dan hasilnya memakmurkan Negara asing. Sementara rakyat tetap hidup dibawah garis kemiskinan.

Peluang kemakmuran dari tersedianya potensi sebagai penghasil sumber energi alternative ini mungkin adalah peluang untuk yang ketiga kalinya bagi Indonesia untuk mencapai kemakmuran. Namun apakah peluang kali ini akan menghasilkan kemakmuran atau sama saja dengan peluang peluang sebelumnya. Hanya memakmurkan pihak asing yang datang ke Indonesia.

Semoga anak bangsa dari generasi sekarang dapat membaca peluang ini dan sekaligus menjadikan pelajaran kegagalan dari generasi sebelumnya yang lalai memanfaatkan peluang dari potensi yang ada. Teman saya bilang “ Mungkin di planet bumi ini hanya negeri anda yang diberi banyak peluang dan potensi oleh Tuhan untuk dengan mudah mencapai makmur tapi mengapa anda tidak pernah menyadari itu. Mengapa anda biarkan peluang demi peluang berlalu begitu saja dan kemudian anda mungkin marah kepada Tuhan yang membiarkan Negara lain makmur dari potensi anda tersebut. Belajarlah untuk bersyukur dengan semua ini agar anda lebih dapat menghargai kasih sayang tuhan. Cara bersyukur atas pemberian tuhan ini , tentu dengan percaya akan proses kehidupan ; banyak belajar , banyak bekerja dan banyak berbagi kasih. “

Monday, August 28, 2006

Rakyat dan Politik

Ada tiga teori tentang loyalitas pemilih dalam pemilihan umum. Yang partama adalah teori Identification atau Michigan Model ( 1997) yang menjelaskan bahwa pemilih mengindentifikasikan diri dengan partai politik yang mereka dukung. Artinya pemilih menentukan pilihannya sesuai dengan paham partai tersebut ( demokrat, sosialis atau nasionalis ). Kedua, adalah pendekatan social loyality, dikenal dengan model eropa yang mengatakan variable identitas sosial adalah faktor lain penentu perilaku pemilih dalam pemilihan. Artinya dalam teori ini pemilih tidak lebih sebagai alat penegasan pemilih ( voters affirmation ) terhadap loyalitas sosial tertentu seperti agama, etnisitas komunitas dimana mereka dilahirkan, atau kesamaan profesi dll. Ketiga, adalah teori kompetensi dan integritas calon. Artinya pemilih lebih tertarik pada kualitas kandidat yang berlaga dipemilihan , atau isu kampanye yang dikomunikasikan pasangan calon, tanpa mempersoalkan identitas sosial kandidat.

Di Indonesia yang menerapkan pemilihan langsung, kelihatannya system sengaja dibentuk untuk menggiring masyarakat agar memenuhi teori pertama dan kedua. Pedekatan teori pertama dan kedua, tidak membutuhkan kader partai yang berkualitas tapi cukup membeli suara rakat baik melalui jargon agama atau langsung tebar uang kepada rakyat dan bila perlu mengatur anggota KPUD untuk mencurangi jumlah suara.

Untuk mencapai pendekatan teori ketiga, nampaknya agak sulit. Karena bagi calon yang mempunyai integritas dan kualitas tidak mungkin dapat bertanding tanpa ada dukungan dari anggota dewan yang mewakili partai politik didewan. Kualitas ditentukan oleh sejauhmana loyalitas candidate terhadap partai politik. Bukan rahasia umum lagi bahwa setiap calon yang berkualitas terjegal di putaran pencalonan karena tidak didukung oleh partai politik. Menurut sinyalemen bahwa setiap calon dimintai dana oleh anggota DPRD atau Partai agar mereka lolos dalam pencalonan. Teman saya yang terlibat dalam LSM dan dikenal dekat dengan masyarakat baik kualitas maupun integritasnya membina perekonomian wilayah, terjegal karena tidak punya cukup uang untuk mendapatkan dukungan dari partai.

Bila keadaan seperti ini maka sulit sekali indonesia akan mendapatkan calon pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat. Biang persoalannya adalah terletak pada system demokrasi negeri ini yang menerapkan system ” wakil rakyat ”. Dimana apabila rakyat sudah menetapkan pilihannya menempatkan seseorang sebagai wakil rakyat dalam pemilu maka itu adalah final. Dengan demikian , para ” wakil rakyat ” tersebut bebas melakukan apa saja tanpa perlu lagi berkonsultasi dengan rakyat. Dimata mereka apapun sikap mereka adalah wujud dari perwakilan itu sendiri. Soal ada ketidak senangan rakyat, ” ya silahkan tunggu pemilu yang akan datang ”. Makanya tidak aneh , bila seseorang sudah terpilih sebagai wakil rakyat maka dia tidak perlu lagi dekat dengan pemilihnya. Andai ada publik yang meminta calon bupati/gubernur bukan dari partai , maka para wakil rakyat ( orang partai) bisa saja mengatakan ” tidak ” dan kalau publik memaksakan kehendak agar calonnya yang bukan orang partai diikutkan dalam pemilihan maka akan terganjal aturan (system ).

Lain halnya dengan system ” mandataris rakyat ” . Dalam system ini anggota dewan adalah mereka yang benar benar mewakili rakyat. Bicara , sikap dan tindakan bahkan pikiran mereka berorientasi pada rakyat. Mereka selalu merasa perlu mendengar dan berkonsultasi dengan rakyat langsung. Kebijakan mereka adalah mengakomodasi keinginan dan kepentingan rakyat. Singkatnya system ini tidak bisa dilepaskan peran mereka sebagai mandataris rakyat dan harus bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan bukan kepada partai. System ini nampaknya diterapkan oleh Malaysia. Reformasi Deng di China adalah perubahan system dari perwakilan rakyat menjadi mandantaris rakyat. Artinya kesuksesan pemerintah lokal atau pejabat partai lokal diukur dari sejauh mana mereka dapat mengakomodasi kehendak rakyat dan berdialog langsung kepada rakyat. Dengan demikian kekuasaan dasar pertemanan sudah tidak ada lagi dan tergantikan dengan kekuasaan untuk rakyat.

System yang ada sekarang ini membentuk model structure pengelolaan negara berdasarkan golongan dan kelompok. Atau meminjam istilah ekstrim adalah ”gerombolan”.. Wakil rakyat dan partai menjadi penentu hitam putih perpolitikan , sementara rakyat ditempatkan sebagai konsumen, yang harus menerima apa adanya setiap kebijakan. System dan praktek perpolitikan seperti ini bukan "produk kemarin", melainkan sebuah fenomena politik yang menyejarah. Sejarah membuktikan bahwa kita memang punya tradisi mengisolasi rakyat dari politik. Ketika reformasi digulirkan dan demokrasi multipartai kita tetapkan , ia sebetulnya merupakan kelanjutan sejarah yang belum juga berhasil kita potong dimana rakyat selalu terjajah akan hak haknya dari gerombolan ( elite ) penguasa. . Memang budaya menjajah terlalu kental dalam perpolitikan kita. Sampai kapan ini akan terus berlangsung ?

Friday, August 18, 2006

Jalan masih panjang

Mungkin inilah Pidato Kenegaraan yang pernah disampaikan oleh seorang president dengan jujur. Berbeda sekali ketika kampanye dulu, yang terkesan begitu optimis dan akhirnya menyulap jutaan pemilih untuk mengangkatnya menjadi president. Ada keraguan tentang sukses yanag saudah dicapai seperti keberhasilan pemerintah mengurangi angka kemiskinan dari 23,4% pada 1999 menjadi 16% pada 2005. “ Jalan masih panjang dan dibutuhkan participasi active masyarakat untuk mendukungnya”.Seakan inilah kalimat yang bersanding untuk menyampaikan bahwa Negara belum mampu mengatasi agenda utama mengurangi kemiskinan di republic ini.

Asumsi yang dikemukakan untuk melanjutkan program kerja tahun depanpun juga terasa realistis. Dimana menempatkan program penanggulangan kemiskinan dimasukkan dalam APBN. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3%, inflasi 6,5%, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia tiga bulan 8,5%, nilai tukar rupiah 9.300 per US$, dan harga minyak US$65, kita berharap penanggulangan kemiskinan bisa cepat dan tepat sasaran.

Saya hanya ingin menjawab sendiri satu pertanyaan bahwa apakah perlu upaya penanggulana kemiskinan membutuhkan jalan yang panjang dan berliku. Mengatasi kemiskinan tidak cukup dengan dana melalui APBN tapi lebih daripada itu adalah kesediaan Negara untuk menciptakan system pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Yang memungkinkan roda pemerintahan berjalan dengan efisien dan tepat sasaran. Berbagai program dan kebijakan bagi rakyat nampaknya selalu menjadi terhambat ketika masuk dalam wilayah kebijakan sektoral. Terlalu banyak kepentingan yang terlibat dan terkesan bertele tele. Padahal bila aparat pemerintah dapat menggunakan nuraninya serta belajar dari kesuksesan Negara lain membangun maka kebijakan itu bukan yang harus diperdebatkan.

Masalah kemiskinan adalah bukti gagalnya kebijakan negara. Apapun dalih yang disampaikan maka fakta Negara gagal melindungi rakyatnya. Hal ini disebabkan oleh mental dari pejabat Negara yang terlalu mengutamakan kepentingan pribadi, golongan dari pada kepentingan masyarakat banyak. Pejabat public terlalu ingin benar dan bila perlu secara hukum tak dapat diganggu kekuasaannya. Seperti yang tergambar betapa alotnya pembahasan tentang , aturan pedoman perilaku hakim yang dibuat Komisi Yudisial. Aturan yang isinya memuat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan para hakim itu diabaikan begitu saja oleh Mahkamah Agung. Lembaga yudikatif tertinggi itu malah berjalan dengan pedomannya sendiri yang kontroversial--misalnya hakim boleh menerima hadiah--tanpa mengindahkan kritik masyarakat.

Hal yang sama terjadi pada sebagian besar pejabat kita saat menanggapi rencana perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Etika Penyelenggaraan Negara. Sebagian besar pejabat menolah RUU ini dan akibatnya RUU ini tidak pernah disyahkan menjadi UU sejak lima tahun lalu diusulkan..

Sebetulnya mengatasi kemiskinan tidak perlu menempuh “ jalan yang panjang. “. Masalah ini dapat diselesaikan dengan cepat. Karena Negara ini memiliki potensi yang besar untuk menjadi besar. Hanya mental penguasalah yang harus di benahi dengan cara revolusi. Dalam sebuah wawancara dengan jaringan televisi BBC-London, Jeffrey D Sachs, ekonom lulusan Universitas Harvard yang kini menjadi Direktur Earth Institute-Universitas Columbia, menunjukkan betapa korupsi di Asia sudah menjadi penghalang penting bagi penanggulangan kemiskinan. Sama dengan kemiskinan di Indonesia, korupsi harus ditanggulangi dengan cara-cara yang tidak biasa. Jadi bila penguasa negeri ini masih juga ingin menempuh cara biasa yang bertele tele untuk mengatasi kemiskinan maka tentulah benar apa yang disampaikan oleh president “ Jalan masih panjang….” . Semoga ditengah perjalanan itu rakyat masih bisa sabar, ya pak..….

Monday, August 14, 2006

Dibalik kisah Proklamasi

Mungkinkah Revolusi Kemerdekaan Indonesia disebut sebagai revolusi dari kamar tidur? Coba simak ceritanya. Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00, ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. "Pating greges", keluh Bung Karno setelah dibangunkan dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi. Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah. "Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!", ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya. masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai.

Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nanti selama lebih dari tiga ratus tahun! Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar "orang Indonesia asli". Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. "Orang Indonesia asli" pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagaiMenteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).

Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan BM Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.

Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu Indonesia punya "lebih dari dua" proklamator. Saat setelah konsep naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah Laksamana Maeda, Jl Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang hadir saat rapat dini hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang akan dibacakan pagi harinya. Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno, Hatta dan calon proklamator yang gagal : Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. "Huh, diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau", gerutu Bung Hatta karena usulnya ditolak.

Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat di dokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?

Bila 17 Agustus menjadi tanggal kelahiran Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi pencetus pilar Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya", WR Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa Indonesia, Herman Neubronner van der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.

Thursday, August 10, 2006

Makna kemerdekaan

Apa yang membuat Indonesia merdeka setelah 350 tahun dijajah. ? Banyak jawaban berupa analisis dari sudut budaya dan agama tentang kemampuan Indonesia merdeka dari tangan kolonialis asing. Tapi ada orang lupa hal yang sangat mendasar , yaitu Persatuan dan kesatuan. Inilah kunci kemenangan bangsa ini melawan dan mengusir penjajah. Dengan persatuan dan kesatuan , belanda tidak bisa menggunakan politik adu dombanya dan akhirnya harus menerima kenyataan untuk keluar dan begitupula dengan jepang. Untuk menjaga kekuatan persatuan inilah maka nafas UUD 45 sangat dominant menempatkan president sebagai pusat kekuasaan dipemerintahan dan Negara, untuk menjaga seluruh eksponen bangsa dalam satu barisan yang kuat agar mampu melawan segala kemungkinan bentuk impiltrasi asing yang dapat menggoyahkan barisan tersebut

Semangat persatuan inilah yang dijadikan target utama bagi pihak asing untuk dilunturkan agar asing dapat dengan mudah menguasai kembali ibu pertiwi. Terbukti setelah Indonesia merdeka, caranya adalah melemahkan peran komandan barisan yang merupakan Presiden di republic ini. Upaya ini berhasil hanya empat bulan setelah kemerdekaan , pada 14 Nopember 1945 indonesia memberlakukan system Perlementer. Dengan demikian kekuasaan tunggal presiden berdasarkan UUD 45 telah dilucuti secara constitutional oleh KNIP. Sejak itulah Indonesia hidup dalam ketidak pastian dan dilanda kemiskinan parah. Tidak ada pembangunan. Kabinet gonta ganti dan krisis anggaran yang sangat parah. Keadaan ini berlangsung 14 tahun lamanya yang berakhir pada 5 juli 1959 ketika Soekarno mengeluarkan dekrit kembali kepada UUD45. Alasan Soekarno pada waktu itu adalah sebagaimana yang disampaikan dalam pidato 17 Agustus 1959, yang berjudul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" (The Rediscovery of our Revolution). Initinya bahwa sistem Kabinet Parlementer, revolusi Indonesia telah disesatkan ke arah jalan yang salah – jalan demokrasi liberal, yang kemudian dalam era globalisasi melahirkan aliran neo-liberalisme.

Tiga tahun setelah itu pada tahun 1962, Soekarno berhasil merebut Irian Barat kepangkuan Ibu Petiwi. Suatu usaha yang sangat gemilang ditangan presiden penguasa tunggal dengan membakar semangat persatuan untuk menjadikan segala kekuatan asing harus angkat kaki dari republic ini. Sejak itupula, bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan disegani bangsa bangsa lain. Jargon anti konolialisme, neo kolonialisme telah menjadikan Soerkarno disegani dan ditakuti oleh pihak barat. Apalagi ketika Soekarno mulai menjadikan China sebagai mitra melawan kekuatan barat

Namun pihak barat sebagai musuh utama yang tidak ingin Indonesia bersatu dan kuat maka menjadikan kelompok Islam yang merupakan komuniatas terbesar di republic ini untuk menggoyang kekuasaan Soekarno. Isu Poros Jakarta – Beijing dengan komunisme sebagai anti Agama adalah alat ampuh untuk membakar semangat umat Islam untuk keluar dari barisan. Kudeta terselubungpun berhasil dilaksanakan dengan diawali dari Penumpasan G30S, melalui pengkhianatan Supersemar, mencapai titik finish pada sidang MPRS, yang mengeluarkan TAP No.XXXIII/1967, yang akhirnya melahirkan rejim Orde Baru.

Rezim Orde Baru dengan bangganya menjadikan Pancasila sebagai alat pemersatu emosi rakyat untuk membiarkan pemerintah dengan leluasa berkolaborasi dengan pihak asing untuk merampas seluruh kekayaan alam tanpa memberikan manfaat luas bagi rakyat. Tidak ada perlawanan berarti dari rezim Soeharto terhadap pihak asing karena mekanisme bantuan luar negeri yang memberikan ruang untuk berpesta poranya para pejabat dan kroninya menikmati korupsi. Namun Soeharto masih menjadi ancaman serius bagai Asing dengan kekuasaannya yang begitu besar berdasarkan UUD 45. Inipun akhirnya Seoharto harus dijatuhkah dengan kekuatan moneter international yang membuat kekuatan ekonomi nasional yang tadinya dibanggakan sebagai macan asia menjadi loyo menghadapi kenyataan rupiah terjun bebas.

Puncak keberhasilan asing untuk melemahkan persatuan dan kesatuan adalah ketika rezim Soehato jatuh. Ketika kaum reformis telah dengan bulat menjadikan bangsa ini menelan penuh demokrasi ala barat. System multipartai dan adanya Tap MPR tentang kekuasaan President dalam hubungannya dengan kekuasaan DPR telah menjadikan Presiden lemah sebagai penguasa tunggal memimpin barisan nasional. Kekuasaan menjadin terdistribusi secara sistematis dan banyak keputusan penting menjadi bertele tele dan tidak efektif. Akibatnya. demokrasi yang diyakini dalam era reformasi ini telah menggiring bangsa ini dalam ruang terbuka untuk diperalat oleh kekuatan globalisasi , neo kolonialisme .

KIni kita dengan bangga menggunakan demokrasi untuk melegitimate kebijakan penghapusan subsidi, import beras, pasar bebas ,jeratan hutang luar negeri dan lain lain yang tidak pro rakyat miskin. Sadarkah kita bahwa nasionalisme telah luntur dengan hampir tidak berdayanya negara melawan tekanan asing. BIla kita sadar maka saatnya untuk kembali kepada UUD45 dan pancasila secara murni. Ketahuilah bahwa garis politik dan ideologi Bung Karno yang anti nekolim-neoliberalisme, ajaran Pancasila dan Nasionalisme Kerakyatan kapan pun merupakan duri dalam daging bagi lawan politiknya yang ingin menjadikan bansa ini kerdil. Politik persatuan lintas agama, suku, etnis , yang selalu diserukan oleh Bung Karno demi usaha dan perjuangan untuk terbentuknya masyarakat madaniah, damai, sejahtera berdasarkan Pancasila merupakan penghalang bagi tujuan kaum nekolim dan neoliberalis. Inilah yang sejak tahun 1945 terus dijadikan target untuk dihancurkan.
Mungkinkah kita dapat segera menyadarinya ?

Pemerintah Suriah jatuh.

  Sebelum tahun 2010, kurs pound Syuriah (SYP) 50/1 USD. Produksi minyak 400.000 barel/hari. Sejak tahun 2011 Suriah dilanda konflik dalam n...