Dari cerita teman di Turki saat maraknya kelompok jihadis. Anbari sadar bahwa kekuatan Jamaat Ansar al-Sunna tidaklah cukup besar untuk mencapai tujuan khilafah. Hanya modal semangat tapi dana dan logistik terbatas. “ Kita tidak bisa terus berjuang dalam keadaan lapar dan persenjataan kurang. Sementara sumber dana tidak ada. “ Kata Anbari kepada Abu Abdullah al-Shafi’i ketua Jamaat Ansar al-Sunna.
“Apa usul anda” tanya al-Shafi’i.
“ Bagaimana kalau kita merger dengan al-Tawhid wal-Jihad. Saya kenal dengan pimpinannya. Dia adalah Abu Musab al-Zarqawi. Salah satu elite dari Al Qaeda.
“ Tidak, “ kata al-Shafi’i dengan tegas. “ itu bagian dari AL Qaeda. Mereka piaraan anjing Amerika, piaran para kafir” lanjutnya dengan sinis.
“ Tapi anda perlu uang dan senjata? “ tanya Anbari. Al-Shafi’i terdiam. Sebenarnya antara Anbari dan para pejuang itu, pertentangan teologi. Anbari percaya kepada Tuhan dan kehendak Tuhan. Tapi dia juga percaya bahwa Tuhan tidak kirim bazoka dan RPG. Terbukti antar mereka tidak ada yang menang. Semua dihabisi AS sang pencipta dollar. AS percaya sistem kapitalisme. Money is God. Trust in God. Katanya. Belakangan dalam keadaan damai, di jantung kapitalis, wallstreet. Bursa AS tumbang karena krisis Lehman dan masuk ke lubang resesi. Sebenarnya mereka yang beriman namun bersyarat, seperti apa kata Socrates, yang mempertanyakan segalanya pada dasarnya meragukan segalanya. Pada akhirnya ia tak beriman kepada apa pun. Inilah yang dipahami kaum agnostik.
Jokowi itu orang baik. Sangat baik. Dia tidak memperkaya dirinya sebagai presiden. Taat beragama. Rajin sholat. Mencintai Ulama. Dan rakyat memilihnya karena dia orang baik yang religius. Tetapi apa artinya 1 orang baik dikelilingi 10 orang jahat di dalam sistem yang mengikatnya. Bisa jadi antara Jokowi dan mereka adalah pertentangan teologi. Jokowi percaya kepada Tuhan yang akan menjaganya. Mereka juga percaya kepada Tuhan namun Tuhan tidak kirim uang ke rekening mereka untuk logistik pemilu.
Jadi, bukan agama yang membentuk manusia, melainkan akhlaknya. Nabi dikirim Tuhan bukan untuk mengubah agama dan budaya, tetapi memperbaiki akhlak manusia. Allah memuji Nabi bukan karena ibadahnya tapi karena Akhlaknya ( QS. Al-Qalam 4). Maka memang benar ketika orang mengatakan, bukan agamanya yang jahat, melainkan manusianya. Tersirat di sini pengakuan tentang terbatasnya pengaruh agama bagi perilaku manusia umumnya. Yang tak pernah kita dengar ialah ketika pernyataan itu dibalik: bukan agamanya yang mulia, tetapi manusianya.…
No comments:
Post a Comment