“ Tadi pagi dia masih sehat. Tak kurang apapun. Tapi kini dia telah tiada. “ Kata anggota keluarganya ketika aku datang menjenguk di rumah duka. Memang sangat mengejutkan. Semua Para sesepuh adat, alim ulama, dan karib kerabat yang berdatangan, semua terkejut. Mereka memasang wajah duka. Merekalah tadinya yang ketiban rezeki melimpah ketika Pilkada, dan memenangkan Rahmat dalam Plkada. Itu karena pak Rahmat sangat peduli dengan para tokoh itu. Memberi mereka uang dan hadiah.
“ Kamu udah tahu? kata teman berbisik kepadaku.
“ Apaan ?
“ Pak Rahmat meninggal di hotel. Padahal sejam sebelumnya dia meresmikan peletakan batu pertama proyek pembangunan masjid. Itu sesuai janjinya waktu pilkada. “
“ Ngapain dia di hotel ?
“ Engga tahulah aku. Yang jelas , jasadnya ditemui dalam keadaan mengenaskan. Lidah terjulur hingga dagu dan mata terbelalak serupa orang mati setelah gantung diri. “
“ Kata dokter apa penyebabnya ?
“ Tak tahu aku. Mungkin narkoba ya. Overdosis.”
“ Ah jangan pula kau berprasangka buruk. Dia itu orang sholeh”
“ Ya maafkan aku. Bisa jadi jantung ya.”
“ Ah sudahlah. Engga usah berprasangka macam macam. Nanti terdengar pula sama anggota keluarganya. Jadi ribut. Kita doakan saja semoga arwah beliau diterima di sisi Tuhan.”
Mata orang banyak tertuju kepada wanita yang baru turun dari taksi. Itu putri Pak Bupati. Namanya Arum. Waktu dia datang, Jenazah ayahnya sudah rampung dikafani, tak lama lagi akan segera disembahyangkan, sebelum diusung ke pemakaman. Raut muka perempuan itu tampak murung dan kecewa. Sebab, sudah tak mungkin lagi ia melepaskan tali pengebat kain kafan sekadar memberi kecupan di kening ayahnya, sebagai ciuman yang terakhir sebelum jenazah itu dikuburkan.
“Jadi pejabat ndak usah terlalu jujur,!” begitu kelakar almarhum ayahnya dua tahun lalu. Saat aku sedang di rumah Pak Bupati untuk urusan Pilkada. Sesaat sebelum Arum berangkat ke Mellbourne, menyelesaikan program doktor, bidang ilmu politik.
“Maksud ayah ?”
“Lihatlah jalan umum kampung kita! Persis seperti kubangan kerbau. Rusak parah dan sudah tak layak tempuh.”
“ Nah, mumpung ayah sedang memegang jabatan bupati, ndak ada salahnya ayah membuat proyek pelebaran jalan. Bila perlu diaspal beton sekalian!” jelas Arum, “Hitung-hitung proyek itu dapat menunjukkan rasa terima kasih ayah pada rakyat yang memiliih”
“ Waktu pilkada memang Ayah butuh rakyat. Mereka butuh janji. Tetapi setelah menjabat Ayah butuh DPRD. Mereka engga butuh janji tertunaikan. Mereka hanya ingin berbagi uang APBD. Apapun proyek, yang utama berbagi dulu. Sisanya baru untuk proyek.”
“Ah Ayah. Tak ada salahnya utamakan rakyat. Perbaiki insfrastruktur jalan, perbaiki pasar rakyat. Kalau itu dibangun, ekonomi juga akan tumbuh cepat, ayah. Pajak akan bertambah, uang APBD akan meningkat. Pada akhirnya semua happy.”
“Itu hanya ada di bangku kuliah kamu. Dalam politik kadang kita perlu keadaan kumuh dan miskin. Agar rakyat semakin tergatung kepada pemerintah dan partai. Nanti waktu Pilkada mudah dibohongi. Kalau mereka makmur, mereka pasti pintar. Tak bisa lagi dibohongi. Engga mudah lagi dapatkan korsi anggota dewan dan Bupati.” Kata Pak Rahmat sambil melirik kearahku dengan tersenyum.
“ Tapi jabatan itu adalah amanah Tuhan, Ayah. “
“ Dalam kehidupan nyata engga begitu sayang. Kalau itu yang ayah lakukan, semua anggota DPRD akan memusuhi ayah, termasuk para ulama, ketua adat dan lainnya. Lihat contoh Guberur DKI si kafir itu. Dia jujur, tetapi dijatuhkan, didemo jutaan orang. Amanah itu bukan kepada rakyat tetapi kepada mereka yang bantu ayah jadi bupati, paham kamu.”
“ Kalau tidak ada kinerja yang berarti selama ayah jadi bupati. Lantas ayah mau dikenang sebagai apa setelah mati?. Kata Arum. Menurutku itu kata kata yang sangat bijak bagi orang terpelajar dan anak yang sholeh. Tetapi tidak ditanggapi serius oleh Rahmad
Pak Rahmat berpendidikan tinggi. Namun prestasinya tidak ada yang bisa dibanggakan sebelum dia jadi Bupati. BIasa saja. Tetapi dia memang pandai bicara. Para ulama dan tokoh masyarakat dia dekati dengan janji macam macam. Jaringannya luas. Mungkin waktunya lebih banyak sibuk diluar kerjaannya sebagai pejabat kota. Tapi sayang dia bukan orang partai. Aku mendekatinya untuk dicalonkan sebagai Bupati. Waktu itu dia sangat antusias.
“ Kalau kau bisa sediakan uang mahar ke partai, sekian miliar. BIsa kasih uang sekian miliar untuk tokoh agama dan adat. BIsa kasih uang sekian miliar untuk tokoh pemuda dan buruh. Aku pastikan kita bisa menang mudah. “ Kata Pak Rahmat. Memang uang sebanyak itu tidak ada arti kalau memang dia bisa menang dan meloloskan rencana boss ku di jakarta dapatkan konsesi alih fungsi hutan lindung untuk tambang emas. Aku percaya akses jaringan primordial Rahmat. Semua mengenal dia.
Ketika aku mendatangi Partai agar mengusung Rahmat, mereka senang dengan uang yang aku janjikan. Soal mahar engga ada masalah. Tetapi partai tetap ingin kepastian memang Rahmat punya elektabilitas tinggi. Karena partai tidak mau mengusung untuk kalah. Itu bukan masalah. Konsultan survey untuk menentukan rating elektabilitas bisa dibayar. Hasil survey memang memuaskan partai untuk mengusung Rahmat. Maka resmilah Rahmat sebagai Calon Bupati. Aku menyerahkan uang sekaligus. Tentu tidak dengan transfer tetapi dengan uang tunai, dalam mata uang dollar.
Tetapi setelah Rahmat memenangkan Pilkada, dia selalu berkilah untuk menepati janjinya. “ Kita harus pastikan tidak melanggar AMDAL. Kita harus pastikan tidak ada pelanggaran hukum baik tingkat Provinsi maupun Pusat. Sebelum itu ada kepastian, saya tidak bisa mengeluarkan rekomendasi konsesi alih fungsi lahan hutan lindung.” Bah, dasar politisi. Engga bisa dipegang omongannya. Rasanya aku ingin pukul jidatnya dengan botol. Tetapi aku berusaha bersabar. Uang yang dia terima dan jabatan yang dia dapat tidak membuat dia bisa dibeli. Dia terlalu cinta dengan jabatan dan reputasinya.
Setelah dua tahun menanti sabar. akhirnya aku menyerah. Udah engga tahan ditekan oleh boss di Jakarta. Apalagi semua network politik ku di partai dan DPRD kandas. Semua berpihak kepada Rahmat.
“ Maaf boss. Saya gagal “ Kataku dengan wajah murung.
“ Maaf boss. Saya gagal “ Kataku dengan wajah murung.
“ Ah santai saja. Engga usah terlalu kawatir. Sekarang kamu cari kelemahan dia.’
“ Engga ada kelemahan dia. Uang dan jabatan tidak bisa membeli dia.”
“ Kalau gitu kasih dia perempuan.”
“ Dia orang sholeh. “
“ Justru karena itu kasih dia wanita sholeh”
“ Istrinya lebih sholeh.”
“ Cantik ?
“ Engga juga.”
“ Kalau gitu, kasih dia yang sholeh dan cantik.”
“ Oh baru kepikiran boss. Benar juga.”
“ Lakukan itu. Soal uang engga ada masalah “
Pada satu kesempatan , Rahmat ada tugas ke jakarta. Aku mendampinginya. AKu sudah atur pertemuan dia dengan wanita yang akan jadi umpan. Benarlah. Umpan itu dimakan begitu saja. Setelah itu hubungan mereka semakin dekat. Rahmat semakin kasmaran dengan wanita itu. Tiga bulan kemudian, mereka menikah sirih di Jakarta. Aku belikan apartement untuk wanita itu. Selanjutnya tugasku adalah memaksa wanita itu membujuk Rahmat agar meloloskan keinginanku mendapatkan rekomendasi lahan. Tetapi tetap saja ada alasan Rahmat untuk menolak. Aku engga menyerah. Wanita itu aku jejali terus dengan uang dan perhiasan. Agar dia merasa berhutang.
Rahmat akhirnya luluh dan setuju memberikan rekomendasi setelah aku setuju mengeluarkan donasi membangun masjid. Rencananya keesokannya setelah peletakan batu pertama pembangunan masjid , rahmat akan menyerahkan surat rekomendasi kepadaku. Kami janjian di hotel yang sudah aku siapkan untuk istri sirihnya yang khusus datang dari Jakarta. Tetapi sejam setelah rahmat di kamar, istri sirih nya dengan wajah pucat menemuiku di lobi hotel. “ Bang, bapak meninggal “ Kata istri sirihnya dengan wajah pucat. Itu membuat aku terkejut.
“ Tapi surat nya sudah kamu terima.” Kataku cepat. Itu yang penting bagi ku. Soal Rahmat mati engga penting amat.
“ Udah. Ini suratnya Dia teken dua hari lalu.Jadi giman bang. Aku takut” Kata istri sirihnya seraya menyerahkan surat itu. Aku langsung masukan kedalam tas.
“ Tenang saja. Kamu pergi saja ke bandara. Langsung pulang ke Jakarta, selanjutnya urusanku.”
“ Makasih Bang. “ Kata istri sirihnya bergegas pergi.
Aku telp Polisi untuk evakuasi Jasad Rahmad. Hasik pemeriksaan dokter Rahmat meninggal karena overdosis obat kuat. Di meja baca, ada jamu khusus obat jantung. Ternyata Rahmad mengidap penyakit jantung udah lama. Namun dia tidak pernah periksa ke dokter. Polisi bisa aku ajak damai. Sehingga rahasia istri sirih Rahmat tidak sampai muncul di publik. Kehormatannya di depan keluarga tetap bagus. Keluargapun dapat menerima kematian Rahmad. Tapi yang sangat berduka adalah Arum. ingat kata kata Arum dulu, “ Kalau tidak ada kinerja yang berarti selama ayah jadi bupati. Lantas ayah mau dikenang sebagai apa setelah mati?. Yang jelas setelah setahun Rahmat meninggal, hutan lindung sudah berubah fungsi untuk tambang emas. Hutan hancur dan lingkungan rusak. Rakyat tetap miskin.
No comments:
Post a Comment