1987
Mira tidak pernah mecintaiku tapi akhirnya dia menikah denganku. Mungkin kamu heran?. Engga usah heran. Inilah yang disebut takdir. Mira datang kepadaku karena dia telah berbadan dua akibat hubungannya dengan Endi, pacarnya. Walau dengan getir aku menerima karena alasanya untuk menutup aib dihadapan keluarganya, dan memungkinkan ada harapan dia tetap bisa melanjutkan kuliah setelah melahirkan. Aku berjanji akan menjaga rahasia ini dihadapan orang tuanya. Rahasia itu baru akan disampaikan setelah anak lahir. Maksudnya agar kami bisa menikah kembali secara resmi. Maklum hukum agama tidak bisa menikahi wanita sedang hamil. Jadilah pernikahan yang pura pura. Tapi aku terima itu semua karena aku memang mencintai Mira.
1989
Disamping disibukan dengan kuliah di sore hari, akupun disibukan dengan pekerjaan sebagai salesman keliling. Hanya itu pekerjaan yang bisa kudapat. Setiap hari dengan motor aku berkeliling kota untuk mendatangi calon pembeli. Tak ada gaji kecuali pengganti transfort dan uang komisi. Dari itulah aku bergulat membangun keluarga. Menafkahi keluargaku. Ya , aku pantas menyebut keluarga. Karena dirumahku bukan hanya aku dan Mira tapi juga ada Ananda. Putri kecilku yang cantik. Ku panggil dia dengan sebutan Nanda. Usianya baru satu tahun namun keberadaannya telah membuat hari hari kami semakin bahagia. Mirapun memilih berhenti kuliah karena itu.
1991
Nandaku, cantik dan lincah. Pertumbuhannya sangat mempesona. Dia cerdas . Gemar berlari kesana kemari dirumah petak kami.Selalu hadir didepan pintu ketika aku pulang dari kantor. Kedua tangannya langsung terjulur untuk minta digendong. Mira menyaksikan tingkah Nanda bersamaku dengan senyum bahagia. Setelah itu Nandaku akan tetap bersamaku. Dia gemar bermain apa saja yang ada didalam rumah. Kadang karena acap dia terjatuh dan menangis. Tangisan baru berhenti setelah kudekap. Kadang kelincahannya ini membuat MIra kesal hilang sabar. Tak ada yang selamat perabotan yang tergeletak. Asalkan terjangkau dengan tangannya maka bila itu piring, akan pecah. Bila sudah begini, Mira akan berteriak teriak kesal. Namun Nandaku tetaplah cahaya bagi kami berdua.
1992
Ini hari wisudaku. ” Aku mampir kekantor sebentar untuk menyelesaikan pesanan pelanggan yang kemarin kudapat dan kemudian bergegas pulang.” Kataku kepada MIra agar dia menantiku dirumah. Namun setiba aku dirumah, sudah ada Endi sahabatku dulu yang juga pacarnya Mira. Dengan tenang Mira berkata bahwa dia harus kembali kepada Endi. Alasannya selama berumah tangga dia tidak bisa jatuh cinta denganku. Mira merelakan kalau aku mau merawat Nanda untuk sementara. Alasannya dia ingin mendukung karir Endi , nanti setelah mapan dia akan jemput Nanda. Aku hanya diam tanpa bereaksi apapun. Aku sadar, hanya masalah waktu Mira akan pergi meninggalkanku. Ini udah dikatakannya dari awal dan alasan dia tidak ingin punya anak dariku. Bagaimanapun aku bersyukur telah diberi kesempatan bersama dalam hidupnya walau hanya lima tahun.
1995
Nandaku sudah masuk sekolah. Dia cerdas dan sungguh sungguh belajar. Setelah Mira pergi, aku banting setir jadi pengusaha. Usahaku sebagai pengusaha terus berkembang. Aku bukan lagi sebagai salesman keliling tapi sudah menjadi pedagang eksport impor. Aku selalu sibukt. Dan Nandaku sehari hari lebih banyak bersama ART dirumah. Namun aku selalu luangkan waktu untuk pulang lebih cepat agar bisa menuntunnya mengerjakan PR sekolah. Hanya kadang ketika malam acap terdengar Nandaku mengigau menyebut mamanya. Ini mungkin ketika Mira pergi dari rumah dengan alasan keluar negeri dan akan kembali secepatnya. Tapi Mira tidak pernah kembali lagi menjemputnya. Akupun kehilangan kontak dengan Mira sejak ia pindah keluar kota. Orang tuanyapun tidak begitu peduli dengan kehidupan Mira.
Ketika Nandaku terbangun dari tidurnya, yang pertama ditanyanya adalah mamanya. Kukatakan dengan hati hati tentang Mira " Mama Nanda ke luar negeri untuk kerja. Mama cari uang untuk kita. "
" Luar negeri dimana ayah " Katanya lugu.
" Amerika, anakku "
" Jauh Ayah..?
" Jauh sekali. Tapi mama akan pulang untuk Nanda.." kataku dengan tersenyum untuk menyemangatkan hatinya.Nanda tersenyum juga. Sejak itulah rahasia tentang ibunya selalu kupegang rapat. Aku tak ingin buah hatiku membenci ibunya. Tak ada yang perlu disalahkan dan kecewa karena itu. Biarlah waktu nanti yang akan berkata.
2004
Nanda telah kelas 3 SMP. Dia cerdas. Dua kali lompat kelas etika di SD. Dia selalu juara disekolah. Nanda tumbuh menjadi remaja yang cantik jelita. Mirip Mira. Di matanya kulihat dia adalah hero bagiku. Keteduhan wajahnya yang senantiasa berhias senyum untuku , telah membuat hidupku begitu sempurna. Sejak kepergian MIra, aku tidak pernah menikah lagi, Nandalah yang menyediakan sarapan pagi untukku. Membuat minuman untukku. Aku tak lagi mempertanyakan mengapa Mira tidak ingat Nanda. Aku syukuri bahwa Nanda adalah hadiaah terindah Tuhan kepadaku. Apalagi Nanda tumbuh menjadi remaja yang sholeh.
” Ayah, Nanda pakai jilbab aja, ya. ” Katanya satu hari.
” Ya, Anak ayah semakin cantik kalau pakai jilbab ” Kataku
’ Nanda hanya tak ingin diganggu teman teman pria di sekolah. Nanda hanya inign terus belajar biar pintar. Nanda mau keluar negeri cari Mama...” Tak pernah sakalipun dia meninggalkan sholat. Kadang lama dia berdoa dan bila kutanya ” Apa yang Nanda minta kepada Tuhan ”
” Nanda hanya ingin Mama cepat pulang, ayah. ” Katanya. Pinta tulusnya adalah deritaku. Aku memang berbohong. Itu saja. Nanda tdak tahu bahwa Mamanya pergi untuk melupakannya. Bagaimana dengan MIra ? belakangan aku dengar kabar Mira ada di Kalimantan. Dia sudah bercerai dengan endi. Pernah aku mencoba mencarinya di kalimantan tapi terlambat Mira udah pindah dari tempat tinggalnya. Entah kemana.
2007
Nanda tamat SMU, dia bersikeras hendak melanjutkan sekolah ke Amerika. Tetap alasannya ingin mencari ibunya. Berulang kali aku meyakinkan dia bahwa tidak mudah menemukan mamanya. AS itu negara besar. Tapi Nanda ingin terus mencari mamanya. Nandaku langsung sujud dipahaku. Di peluknya pinggangku. ” Ayah ,Nanda sebetulnya engga mau ninggalin ayah sendirian. Nanda engga maksa minta untuk sekolah kesana. Engga Ayah.. Nanda hanya ingin cari mama...ayah..”.
“ Mir, dengarlah anakmu, buah hatimu. Dia cerdas dan selalu mengharapkanmu. Diwajahnya, kamu selalu hadir menemaniku dalam cinta.” kataku dalam hati sambil menahan tangis.
Ku belai kepalanya dengan lembut ” Ayah tahu. Nanda sayang ayah, Ayah juga sayang Nanda tapi masa depan Nanda jauh lebih penting bagi Ayah. Pergilah. Ayah akan baik baik saja. ” Kataku dengan tegar.
” Siapa yang akan menjaga Ayah kalau Nanda engga ada ?
” Tuhan akan jaga Ayah, Yakinlah. Kan itu yang selalu Nanda bilang ke Ayah ..Tuhan selalu jaga kita bila kita dekat kepada Allah..”
Sebulan setelah itu akupun berangkat ke AS untuk mengantar Nanda melanjutkan sekolahnya.
2009
Aku berangkat ke AS karena Nanda minta aku hadir untuk acara di kampusnya. Sesampai disana, barulah aku tahu bahwa Nanda mendapatkan penghargaan lomba tulis ilmiah yang bertema lingkungan hidup. Tulisan terbaik. Yayasan yang memberikan penghargaan iut memberinya beasiswa untuk jenjang master. Ketika acara pemberian hadiah itu, Nanda diberi kesempatan untuk menyampaikan pidato dihadapan banyak orang pemerhati lingkungan hidup dari berbagai kalangan.
Dia berkata ” Kita memang hidup dalam situasi crisis lingkungan karena iklim. Tapi tak ada krisis yang lebih parah dibandingkan dengan crisis cinta. Rusaknya ekosistem kita karena kita tidak lagi memakanai cinta dengan tulus. Cinta bagi kita sekarang adalah sesuatu tentang ”meminta ”. Kita tidak pernah berlaku seperti matahari yang selalu memberi untuk kehidupan. Kita tidak pernah berlaku seperti cinta ibu kepada anak anaknya. Bumi dan kita adalah cinta yang terlupakan. Saatnya untuk kembali kepada cinta dan karena Tuhan memberikan Bumi ini untuk satu patah kata tentang Cinta ” Suara tepukan membahana ruangan pertemuan itu. Semua hadirin berdiri memberikan aplusan tak hentinya.
Kutatap Nandaku tersenyum menatapku. Seakan dia berkata hanya untukku bukan kepada orang lain.
Ketika pemberian hadiah, MC menanyakan ” apakah ada lagi yang anda inginkan selain hadiah ini ”
Nanda kembali menatap kearah tempat dudukku dan dia nampak berpikir dan kemudian kulihat airmatanya berlinang. Ruangan pertemuan sunyi senyam. Orang menantikan jawabannya.
” Katakanlah , apa lagi keinginan anda ? Kembali MC mengingatkannya..
” Dalam hidupku, aku hanya menginginkan mama kembali padaku.” Nanda menatap kearah penonton dengan suara parau ” Mama , ini Nanda, kata ayah , mama diluar negeri. Sekarang Nanda ada disini. Ma , nanda ingin mama ada disamping nanda sekarang..”
Airmataku tak bisa dibendung. Aku menangis. Ruangan pertemuan itu menjadi saksi tentang kekuatan cinta Nanda. Semoga Mira bisa mendengar dan kembali untuk Nandaku, ya Mir… Saatnya aku kembali ke tanah air setelah usai Acara itu. Nanda memeluku dengan tangisan di Bandara. Aku tahu betapa berat dia berpisah denganku. " Nanda janji akan cari mama disini , ayah. Nanda akan pulang bersama mama, untuk Ayah..”
2012
Aku mendapat surat yang kesekian kalinya. Ya karena setiap bulan Nanda selalu menulis surat kepadaku. Kadang dalam sebulan enam kali surat datang. Nanda bercerita banyak hal tentang sekolahnya di Amerika. Juga kegiatanya selepas jam kuliah. Dia juga tak lupa mengingatkanku untuk menjaga kesehatan. Menjaga sholat. Kalau ada sempat, Nanda meminta ku untuk sholat tahajud agar mamanya kembali kerumah. Setiap suratnya selalu terslip kata samar samar yang itinya menanyakan apakah mamanya sudah pulang. Itu saja. Kubuka surat itu , ” ayah , aku besok pulang, aku sudah sarjana Ayah. Aku ingin bekerja di tanah air. Aku ingin bantu ayah dan cari mama…”
Ya , Nanda telah Sarjana. Dia akan kembali padaku. Aku harus mulai berkata jujur padanya. Tentang mamanya, tengtang Mira. Aku yakin Nandaku dapat bijak menerima kenyataan ini tanpa harus membenci mamanya. Aku memang bukan ayah kandung Nanda tapi kebersamaan dengan Nanda adalah berkah tak terhingga untuk kusyukuri tanpa sesal..walau cinta tak berbalas..
No comments:
Post a Comment