Sunday, April 08, 2018

Kepemimpinan Jokowi

Saat ini ada lima partai politik di parlemen yang telah menyatakan dukungan ke Presiden Jokowi, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP dan Hanura. Sementara PKB, PAN, dan Partai Demokrat belum menyatakan dukungan. Namun dari Ketua Umum PPP, Romahurmuziy didapat informasi bahwa dalam bulan ini ada dua Partai yang akan bergabung. Entah partai mana? bisa saja PKB dan PAN atau PD dan PAN. Yang jelas Gerindra dan PKS sudah bulat berkoalisi yang akan mengusung capres dan cawapres sendiri. Sesuai UU Pemilu, PKS dan Geridra yang berkoalisi cukup suara untuk mencalonkan capres. Siapakah capres dan cawapres nya ? itu masih tanda tanya.

Saya lebih tertarik membahas karakter kepemimpinan yang layak memimpin Indonesia. Mengapa ? karena by design bahwa system pemerintahan kita sudah solid. UUD dan Hukum yang memagari sistem pemerintahan berdasarkan NKRI udah tersedia. Kelembagaan yang diamanahkan UU juga sudah terbentuk. Contoh bagaimana menyusun APBN, itu sudad ada UU nya. Bagaimana sistem perbendaharaan negara, juga udah ada UU nya. Singkatnya semua program pembangunan yang diamanahkan oleh UUD telah tersedia kelembagaannya. Jadi siapapun jadi presiden, tidak akan mengubah itu semua, yang memastikan Presiden bukanlah lembaga satu satunya yang berkuasa. Kita menganut pembagian kekuasaan yang terstruktur.

Jadi apa yang akan dilakukan oleh presiden terpilih ? Seorang presiden itu harus mengikuti standar kepatuhan yang diatur oleh UUD dan UU, serta aturan lainnya. Kalau dia melanggar maka dia bisa di lengserkan oleh DPR. Namun dengan pagar yang begitu rapat akan kekuasaan presiden itu , dia dituntut untuk mampu mengembangkan kreatifitas kepemimpinannya agar dapat diikuti oleh bawahannya dan dipahami oleh lembaga lain yang menjadi mitranya. Bayangkan, tidak mudah kan. Buktinya beberapa Presiden dan bahkan kepala Daerah tidak mampu berbuat banyak ketika dia jadi pemimpin. Mengapa ? karena setiap keputusannya terbentur dengan aturan yang ada.

KIta ambil contoh, kalaulah Jokowi membuat kebijakan pembangunan infrastruktur tentu akan tidak mudah kebijakan itu dibuat. Apalagi mitranya di DPR tidak semua mendukungnya. Tetapi Jokowi smart. Dia hanya mengubah nama dari kebijakan yang sudah di buat SBY seperti Pendulum Nusantara, menjadi Toll Laut. Pembangunan infrastruktur dan indonesia centris, itu tadinya sudah dibuat kebijakannya oleh SBY dalam bentuk MP3I. Kebijakan SBY itu udah dalam bentuk UU dan PP serta kelembagaannya. Hanya saja tidak efektif dilaksanakan. Karena terbentur masalah sektoral yang rumit. Dan Jokowi melaksanakannya dengan efektif lewat kreatifitas komunikasi politik kepada lembaga yang menjadi mitranya termasuk kepala daerah. Sehingga program tetap jalan tanpa melaggar UU namun hasilnya bisa dirasakan oleh rakyat.

Mengapa Jokowi mampu betindak smart ? karena latar belakangnya sebagai pengusaha kreatif yang harus tunduk dengan standar moral, juga pengalamannya sebagai kepala Daerah yang paham betul tentang aturan birokrasi. Contoh Jokowi tahu betul bahwa pengendalian inflasi itu ada pada kepala Daerah yang didukung oleh kebijakan Pusat. Disamping itu , Jokowi sangat sadar bahwa budaya indonesia perlu pemimpin hadir ditengah tengah masyarakat untuk memotivasi kepala Daerah dan kementrian bekerja efektif.

Untuk diketahui bahwa Kepemimpinan selalu berkaitan dengan kualitas-kualitas tinggi dalam moral dan karakter. Kualitas-kualitas, seperti visionary, empowering, authentic, resonant, heroic, transformational, dan puluhan ciri lain. Hal itu adalah hasil tempaan yang lama dan penuh jerih payah melalui keterlibatan penuh dedikasi di dalam komunitas yang melahirkan nature kepemimpinan itu. Maka, kepemimpinan juga dilekatkan dengan ide-ide dan perbuatan-perbuatan besar dan cinta besar yang membawa perubahan, sekalipun harus lama bertekun, bergerak melawan arus, dan tak jarang berkorban untuk para pengikutnya, dan ini sudah dibuktikan oleh Jokowi sebagai pengusaha kreatif yang sukses dan Kepala Daerah yang sukses.

Disamping itu sikap sederhana Jokowi bukanlah lipstick yang penuh rekayasa untuk sebuah pencitraan ala kapitalis. Mengapa ? Kekuasaan adalah cobaan terberat bagi manusia dan hidup sederhana sebagai pemimpin memang juga bukan hal yang mudah. Namun bukan pula hal sulit dilakukan bila akhlak mulia bagian dari kehidupan seorang pemimpin. Dari kesederhaan sikap dan perbuatannya , tidak sulit baginya untuk mengajarkan hal yang konstruktif kepada bawahannya agar emosi tetap terjadi secara positip, mengundang orang untuk mengambil langkah keyakinan melalui sepatah kata tentang apa yang mungkin , menciptakan sebuah inspirasi kolektif. Semua itu tercermin dari caranya berpikir ( way of thinking ) , merasakan ( feeling ) dan kemampuannya memfungsikan semua potensi positip ( functioning ) , sebuah cara hidup ( the way of life ) dan cara menjadi ( way of being ) yang transformative. Hal tersebut melebur dalam hati dan jiwa seiring keteladannya untuk cinta dan kasih sayang. Bila Jokowi menang dalam Pilpres 2019 maka itupun bukanlah hal yang luar biasa baginya. Karena baginya kekuasaan adalah panggilan tugas yang harus dia emban dengan kelelahan tanpa harus berkeluh kesah, dan bukan untuk kesenangan yang memabukan.

No comments:

Persepsi sesat

  Persepsi itu penilaian atas dasar realita. Realita itu apa yang kita lihat, baca dan dengar. Realita bukan fakta.  Nah di era sosial media...