Friday, January 27, 2017

Populis dan Korupsi..


Katakanlah tadinya ada punya penghasilan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Karena ekonomi anda mapan, tentu tidak sulit bagi anda untuk berhutang membeli segala kebutuhan rumah tangga. Apalagi tawaran dari bank terus berdatangan menawarkan program kredit. Namun karena sesuatu sebab penghasilan anda menurun. Jumlah penghasilan untuk keluarga tidak cukup lagi untuk membayar ongkos kebutuhan sehari hari, bahkan tidak tersisa untuk membayar cicilan hutang motor, rumah,panci. Sebagai suami , gimana caranya mengatasi krisis ekonomi keluarga ini ? 
Pria lemah, akan berusaha menentramkan keluarga dengan cara menggali hutang lagi walau bunga dan sumbernya semakin sulit. Tujuannya agar istri semakin sayang dan anak anak semakin damai melewati masa pertumbuhananya, sambil berdoa semoga kelak ada muzizat perubahan hidup. Pria kuat, akan bersikap realistis. Dia akan meminta istri agar memotong semua biaya yang tidak primer. Tidak ada lagi biaya wisata kuliner bersama keluarga. Tidak ada rencana jalan keluar rumah bersama keluarga apabila tidak penting. Pengeluaran air, listrik , telp harus dikurangi secara significant. Uang saku anak sekolah di kurangi. Dari efisiensi itu akan mengurangi pengeluaran dan pendapatan keluarga bisa menjaga keseimbangan walau dengan keadaan prihatin. 
Sikapnya memangkas anggaran keluarga , dia buktikan dengan sikap hidupnya yang lebih dulu prihatin. Tapi tetap bagaimanapun awalnya kepala rumah tangga akan menghadapi tekanan dari anggota keluarga. Tapi itu harus di hadapi dengan nyali kuat. Mengapa ? tanggung jawab kepala rumah tangga adalah mendelivery kebutuhan dan menjaga keseimbangan ekonomi keluarga. Kalau dia lemah di bawah kendali anggota keluarga maka rumah tangga akan hancur dengan sendirinya. Umumnya kepala rumah tangga yang lemah bukan hanya tidak smart mengelola rumah tangga tapi dia juga lemah terhadap dirinya sendiri. Tidak setia dan mudah menempuh cara pragmatis menyelesaikan masalah termasuk upaya korup dan lain lain.
Dalam kehidupan negara juga sama. Apabila defisit primer APBN terjadi maka pemimpin yang populis tidak punya nyali memangkas anggara rutin. Kawatir rakyat akan marah yang bisa menggoyang kekuasaannya. Penguasa lebih focus mencari solusi pembiayaan lewat berhutang untuk menutupi defisit tersebut sambil berharap ada mujizat di masa depan. Tapi tanpa di sadari dia sedang menggali lubang kejatuhan bukan hanya untuk dirinya tapi juga bagi negara.  Apakah pemimpin yang populis itu kuat secara moral ? tidak.! Data didasari survei Bank Dunia, African Development Bank, Economist Intelligence Unit dan badan-badan lain menunjukan bahwa semakin populis negara tersebut semakin korup, bahkan sistem negara terbangun untuk semakin mudahnya korupsi agar para elite mendukung rezim penguasa. Pada waktu bersamaan demokrasi dan kebebasan pers semakin di kekang.
Banyak keluarga hancur bukan karena tidak ada cinta tapi  karena kepala rumah tangga gagal menjaga keseimbangan itu.  Akibat dari mempertahankan populis di hadapan anggota keluaga. Banyak negara jatuh bukan karena masalah agama atau idiologi tapi karena pemerintah gagal mengelola keseimbangan anggaran akibat terjebak hutang. Dalam APBN kita era Jokowi, dia melakukan pengurangan anggaran belanja rutin pada APBN dan meningkatkan ekspansi fiskal (investasi sektor real ) lewat utang agar ada harapan membayar hutang akibat rezim sebelumnya. Jokowi tidak merasa takut akibat kebijakannya yang berdampak mengurangi sumber korupsi dan rente , pemborosan yang memanjakan birokrat, dan mengurangi subsidi. Semua harus di lakukan agar Indonesia dapat sehat secara financial dan pada waktu bersamaan memaksa semua orang untuk berubah menjadi realistis dengan mengutamakan kerja keras menyelesaikan masalah, bukannya too good to be true..Upaya ini memang tidak mudah, suhu politik akan memanas, namun kebijakan atas dasar niat baik dan cinta akan mendapatkan pertolongan Tuhan.


No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...