Kemana uang utang di salurkan
pemerintah ? Tanya seorang teman kepada saya. Pertanyaan ini sangat sederhana
namun sangat penting di jawab. Karena sebagian orang tahu bahwa utang itu di
gunakan untuk pembangunan. Pembangunan apa ? kalau pembangunan kekuasaan itu
adalah benar. Mengapa ? Karena kekuasaan di bangun dari system keamanan yang represif
dan manipulasi harga. Era Soeharto kekuasaan di tegakakn melalui kekuatan
militer dan subsidi. Indonesia berhasil tumbuh tapi manipulative. Akhirnya
rontok akibat satu hentakan dari pelaku pasar uang seperti Sorros. Di era
reformasi, kekuasaan di tegakkan dengan menipulasi harga melalui subsidi BBM. Data
juga menunjukkan, uang di hamburkan melalui subsidi BBM dalam 14 tahun
terakhir. Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, menghabiskan
sekitar Rp 1.300 triliun atau tepatnya Rp 1.297,8 triliun sepanjang 2004-2014
atau rata-rata Rp 129,7 triliun setiap tahun. Presiden sebelumnya, Megawati
Soekarnoputri, membakar subsidi BBM hingga Rp 198,6 triliun selama tiga tahun
memerintah atau Rp 66,2 triliun setiap tahun. Subsidi memang ampuh menahan
harga melambung dan menahan uang jatuh terpuruk. Rakyat tenang karena harga
terjangkau dan kalau bisa pemerintah masih memberi Bantuan Tunai langsung. Ekonomi tumbuh tapi fake growth
Mengapa saya katakan manipulasi
harga ? karena harga itu tidak terbentuk by system sesuai dengan kapitalisme
dimana harga terbentuk karena factor kompetisi serta di pengarui oleh kapasitas
produksi dan tingkat permintaan. Pemerintah
sebelumnya tidak punya keberanian membuat konsep yang sedermikian rupa system
terbangun agar permintaan dan penawaran berjalan sehat. Memang untuk membangun
system yang kokoh sebagai Negara yang berorientasi kepada produksi tidak mudah.
Ia harus di dukung dengan kebijakan yang keras terhadap platform
industrialisasi; Tersedianya sumber daya manusia yang bermutu, serta basis
suplly chain yang lentur, hilangnya retriksi bagi kebebasan berkompetisi,
mengurangi bisnis rente yang tidak punya nilai tambahnya bagi angkatan kerja
luas, revitalisasi industry hulu yang efisien dengan orientasi menjamin supply
chain bagi terbentuknya industry hilir yang luas. Kebijakan moneter yang
longgar namun terkendali agar akumulasi dana di pasar uang dapat mengalir ke sector
riel, pembangunan insfrastrutur ekonomi agar system logistic efisien sehingga
semua potensi yang ada di setiap wilayah
di Indonesia dapat di manfaatkan secara optimalkan untuk mensejahterakan
penduduk setempat.
Namun bila hal tersebut
dilaksanakan maka yang terjadi adalah proses social engineering yang luas di
tengah masyarakat. Akan ada goncangan bagi mereka yang tidak siap dan akan
menerbangkan orang yang siap. Masalahnya dalam
system demokrasi, ini di hitung dengan cermat. Bahwa pemilih
mayoritas akan kena kroban. Maka pemimpin di hadapkan dilemma. Apabila dia
lakukan perubahan drastic maka dampaknya dia akan kehilang popularitas. Tapi kalau tidak di lakukan
beban Negara semakin besar di masa datang karena fundamental ekonomi tidak
kokoh. Memberikan warisan ekonomi yang tidak sehat juga tidak elok. Karenanya
pemimpin sebelumnya berusaha membangun dengan jalan tengah. Platform
industrialisasi di teruskan namun kepentingan rakyat banyak juga di jaga.
Artinya proses industrialisai di jalankan namun subsidi terus di lanjutkan.
Apakah benar ? dari segi politik ekonomi
ada benarnya namun dari kacamata ekonomi real ini menghasilkan paradox. Era SBY
justru terjadi de industrialisasi. Ekonomi hanya tumbuh karena di picu oleh
komoditas utama yang dibangun di era Soeharto seperti batu bara,
CPO,Coklat, karet dll.
Sejak tahun 2013 harga komoditas
utama sudah mulai turun dan terus turun sampai kini. Masalahnya apakah akan terus di lanjutkan
dengan menghibur rakyat melalui manipulasi harga ? Kalau iya maka kita kembali memberikan
subsidi agar harga sembako turun. Cara menurunkannya gampang yaitu subsidi
biaya angkut melalui BBM dan kredit murah untuk sarana angkutan. Tapi karena anggaran
fiscal tersisa tak lebih 12 % dari total APBN. Ini tidak efektif lagi untuk
melaksanakan fungis APBN sebagi pemicu pertumbuhan ekonomi. Makanya Jokowi intensif promosi program B2B atau PPP agar tidak semua pembangun menggunakan dana APBN. Lantas apa jadinya bila
susbidi di berikan lagi. Anda bisa bayangkan tinggal berapa persen anggaran fiscal
kita ? mungkin hanya cukup bangun jalan tak lebih 50 KM. Tidak ada lagi dana
untuk membangun waduk, cetak sawah, bangun irigasi dan reviltalisasi industry hulu. Selanjutnya
pemerintah jalan otopilot tanpa ada perubahan yang significant. Mau ? Kalau kita setuju maka kita sepakat membunuh
harapan bagi anak cucu kita akan ekonomi yang kokoh dan bermartabat.
Teman saya sempat nyeletuk,
andaikan di era megawati dan SBY tidak ada subsidi, dan dana itu di salurkan
untuk pembangun insfrastruktur ekonomi dan revitalisasi industry hulu mungkin
kita sudah punya refinery berkelas dunia, pertro chemical berkelas dunia dan industry strategis yang hebat, trans sumatera berkelas Toll dan kereta angkutan barang dan
orang untuk tras sumatera dan jawa, Sulawesi, Kalimantan. Sehingga koneksitas
wilayah terjadi. Mungkin kita sudah punya ratusan armada kapal yang menjadi
jembatan laut yang menghubungkan antara pulau sehingga tidak ada lagi pulau terisolir
yang membuat harga melambung berlipat ketika sampai di tujuan. Sementara uang Rp
1.300 triliun hanya di bakar untuk onani kemakmuran, dan penguasa dan pengusaha rente menikmati laba tak terbilang
dari system yang mengendalikan harga demi kekuasaan yang nyaman diatas popularitas yang menyesatkan
Untunglah Jokowi sadar akan pilihanya
sebagai sebuah takdir untuk merubah keadaan yang manipulative menjadi
realistis. Pertama tama yang dilakukannya adalah memotong jaringan oligarki
business yang selama ini mengedalikan system kekuasaan sehingga terjadi distorsi kebijakan
pro rakyat atau pro pertumbuhan berkelanjutan. Itu sebabnya oligarki business
di sebut dengan Mafia di berantas di semua sector. Ini perang yang hampir tidak
mungkin di menangkan. Namun akhirnya menang juga. Selanjutnya paket kebijakan
ekonomi di gelar termasuk tax amnesty dan dampaknya luas sekali bagi reformasi anggaran. Memang sakit namun bagaimanapun
siapapun harus sadar bahwa pemerintah bukanlah segala galanya.Tugas pemerintah dalam sistem demokrasi adalah membuka kanal agar semua orang punya kesempatan yang sama untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kemakmuran dirinya maupun bangsa. Karenanya setiap orang
harus mau juga berubah dari hidup serba di subsidi menjadi mandiri. Mengapa ? karena setiap orang di ciptakan Tuhan dengan sebaik
baiknya untuk bertahan dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk situasi yang
mengarah kepada sebuah HOPE for a better tomorrow.
Ini soal pilihan dan sedang berproses. SBY berkuasa selama 10 tahun telah melakukan utang baru mencapai USD 136,6 miliar atau setara Rp. 1.600 Triliun. Artinya secara tidak langsung 81 % utang di gali hanya di bakar begitu saja melalui subsidi BBM. agar harga terkendali dan popularitas naik. Apakah ini akan terus di lanjutkan demi manipulasi harga. Tidak! kesalahan masalah lalu tidak boleh terjadi lagi. Kalaupun subsidi ada maka itu hanya untuk produksi dan untuk mereka yang benar benar miskin. selebihnya NO !
Ini soal pilihan dan sedang berproses. SBY berkuasa selama 10 tahun telah melakukan utang baru mencapai USD 136,6 miliar atau setara Rp. 1.600 Triliun. Artinya secara tidak langsung 81 % utang di gali hanya di bakar begitu saja melalui subsidi BBM. agar harga terkendali dan popularitas naik. Apakah ini akan terus di lanjutkan demi manipulasi harga. Tidak! kesalahan masalah lalu tidak boleh terjadi lagi. Kalaupun subsidi ada maka itu hanya untuk produksi dan untuk mereka yang benar benar miskin. selebihnya NO !
1 comment:
Bang.. jika Jokowi Konsisten menerapkan sttateginya, berapa lama indonesia akan setara negara2 maju? Kira2 2 periode cukup gak ya?
Saya lihat jokowi belom banyak kasih beasiswa belajar di LUar negeri bang. Apa di dalam negeri universitas sudah cukup?
Post a Comment