Sunday, December 22, 2013

Atut, Patron- Klen

Pada dasarnya masyarakat Indonesia itu direkat oleh hubungan Patron –Klen. Istilah ‘patron’ berasal dari ungkapan bahasa Spanyol yang secara etimologis berarti ‘seseorang yang memiliki kekuasaan (power), status, wewenang dan pengaruh.  Sedangkan klien berarti ‘bawahan’ atau orang yang diperintah dan yang disuruh. Selanjutnya, pola hubungan patron-klien merupakan aliansi dari dua kelompok komunitas atau individu yang tidak sederajat, baik dari segi status, kekuasaan, maupun penghasilan, sehingga menempatkan klien dalam kedudukan yang lebih rendah (inferior), dan patron dalam kedudukan yang lebih tinggi (superior). Atau, dapat pula diartikan bahwa patron adalah orang yang berada dalam posisi untuk membantu klien-kliennya. Pola relasi seperti ini di Indonesia lazim disebut sebagai hubungan bapak-anak buah, di mana bapak mengumpulkan kekuasaan dan pengaruhnya dengan cara membangun sebuah keluarga besar atau extended family. Setelah itu, bapak harus siap menyebar luaskan tanggung jawabnya dan menjalin hubungan dengan anak buahnya tersebut secara personal, tidak ideologis dan pada dasarnya juga tidak politis. Pada tahap selanjutnya, klien membalas dengan menawarkan dukungan umum dan bantuan kepada patron. Para Patron ini adalah mereka ketua Adat, pemuka Agama, tokoh masyarakat atau orang yang dituakan, para cerdik pandai, bangsawan,ketua LSM.  Mereka bukanlah pejabat formal namun secara defakto kekuasaan mereka real. Mereka dihormati dan disegani oleh komunitasnya.

Kalaulah Patron – Klen itu tumbuh secara alamiah maka itu bagus.Karena dia diuji oleh waktu dan tentu penghargaan dari klen atas dasar pengabdian tulus Patron. Namun rusaknya  Patron Klein ini adalah ketika era kolonial. Pemerintah Belanda sengaja ikut campur dalam terbentuknya Partron ditengah masyarakat. Seseorang yang dikenal dekat dan loyal dengan  Belanda saja yang diakui sebagai patron. Karena rakyat tidak bisa lari dari ketergantungan dengan pemerintah maka mereka tidak  bisa menolak ketika patron yang harus mereka ikuti tidak sepenuhnya yang mereka inginkan.  Menempatkan Soekarno sebagai Boneka di zaman Jepang juga adalah satu bentuk mengendalikan klen untuk setia kepada kepentingan pemerintah (jepang). Terpilihnya Soekarno sebagai Presiden karena faktor Patron dimana orang jawa sangat mengagumi Soekarno. Para pendiri negara sadar betul akan kepatronan  Soekarno dihadapan penduduk yang hampir 100 juta ketika itu. Ketika PEMILU diadakan tahun 1955 , sudah dapat ditebak bahwa para Patron yang ada ditengah masyarakat Indonesia , yang tadinya patuh dibawah Soekarno, terpecah belah sesuai dengan bendera Partai. Soekarno melihat ini sebagai suatu realitas yang bisa menjadi ancaman bila tidak dikelola. Itu sebabnya Soekarno menerapkan demokrasi terpimpin untuk menarik kelompok nasionalis, agama, komunis dalam satu barisan.  Karena hanya mereka inilah para patron yang real ditengah masyarakat.

Jatuhnya Soekarno karena kehebatan operasi inteligent yang menarik keluar barisan agama dari kekuatan Soekarno. Issue yang ditebarkan ketengah rakyat adalah bahwa Komunis anti Tuhan. PKI akan membunuh semua orang beragama utamanya umat islam. Black Campaign ini berhasil membangkitkan pembrontakan dikalangan patron islam untuk bersama sama dengan Tentara mengganyang PKI dan sekaligus menjatuhkan Soekarno. Ketika Soeharto tampil , cara cara menggunakan patron sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat tetap digunakan. Karenanya Soeharto bersama TNI ikut aktif mengawasi terbentuknya Patron ditengah masyarakat. Hanya mereka yang dikenal loyal saja yang bisa diakui sebagai Patron. Golkar sebagai mesin politik  Soeharto tahu betul bagaimana menggalang kekuatan dari para patron ini. Makanya Golkar selalu menjadi pemenang dalam setiap pemilu. Namun bagaimanapun keberadaan patron yang tidak tumbuh secara alamiah dan lebih karena rekayasa kekuasaan atau dipaksakan dicangkokan ditengah klen sebetulnya adalah kekuatan mengambang. Terbukti ketika era Reformasi dan diberlakukannya demokrasi langsung, patron karena faktor agama , budaya, sosial , kalah oleh Partai  Demokrat yang tidak mengusung patron yang sudah exist tapi mendekati patron real yang selama era Soeharto diabaikan. Mereka inilah yang jadi kekuatan untuk mempengaruhi rakyat untuk tidak patuh kepada tokoh agama , tokoh masyarakat dan lainnya karena kemaruk soal harta dan mengabaikan tujuan kemakmuran. Partai Demokrat unggul karena sebagian besar memang rakyat ( klen ) sudah muak dengan patron yang exist tersebut.

Walau berbagai daerah existensi patron bentukan Golkar rezim Soeharto sebagian besar tereliminasi oleh angin kencang reformasi namun tidak bagi Banten, yang setelah reformasi termasuk daerah yang tetap dipagar oleh patron bentukan Golkar.  Hal ini karena ada satu tokoh masyarakat bernama Chasan Sochib. Katanya dia bergelar Tubagus karena merupakan keturunan Sultan Banten. Ketokohannya sangat berpengaruh di Banten. Dia pula yang menggalang para patron yang ada di Banten untuk meminta DPR mengesahkan pemisahan Banten dari Jawa Barat. Dengan Banten sebagai provinsi maka Golkar dapat lebih leluasa melokalisir kekuatan politiknya diwilayah ini dan menjadi penyumbang suara terbesar dalam PEMILU dibandingkan wilayah lainnya. Namun karena keberadaan  patron itu bukan karena niat untuk pengabdian atas dasar agama, budaya tapi karena kepentingan pribadi maka instrik diantara patron tidak bisa dihindarkan. Mereka tidak peduli dengan klen ( rakyat). Mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri. Diantara mereka punya prinsip “berbeda pendapat kalau pendapatan berbeda. Artinya selagi “bagi bagi”kue tidak adil maka mereka akan saling bunuh diantara mereka. Itu sebabnya Djoko Munandar kader Golkar yang jadi Gubernur Banten  tersingkir karena kasus korupsi,dan digantikan oleh Atut.  Menurut cerita ia tersingkir karena konplik Patron dari Ayah Atut ( Chasan Sochib ). Kini  apa yang menimpa Atut percis sama seperti kejatuhan Djoko Munandar,namun penggantinya adalah Rano Karno yang konon katanya PDIP berhasil meng eliminate sebagian besar patron bentukan golkar di Banten melalui politik “wong cilik”.Ya untuk banten yang sebagian besar rakyatnya masih sangat miskin, jargon Wong Cilik “ itu sangat ampuh untuk menarik rakyat keluar dari status quo.

Kalaulah hubungan Patron klen itu atas dasar untuk kebaikan demi kebenaran dan tegaknya keadilan  maka  kemakmuran dan kesejahteraan akan terjadi ditengah masyarakat. Pengikat Patron dengan klen yang sangat kokoh adalah cinta dan kasih sayang atas dasar agama dan budaya. Tanpa dasar cinta dan kasih sayang maka hubungan patron klen hanyalah hubungan kapitalis yang dapat luntur oleh waktu dan kondisi, dan Atut sudah merasakannya kini. Tugas Rano Karno bersama kader PDIP di Banten untuk mengembalikan patron klen tumbuh secara alamiah dan menjadi kekuatan real ditengah masyarakat dalam membangun Banten menjadi lebih baik , lebih makmur dari sebelumnya.

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...