Sunday, November 17, 2013

Pancasila?

Dalam buku Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia,  ada mengutp Pidato  Kiai Haji Isa Anshary yang tercatat dalam salah satu dari 17 jilid Risalah Perundingan Tahun 1957, yang diterbitkan Sekretariat Konstituante, ”Kalau saudara-saudara mengaku Islam, sembahyang secara Islam, puasa secara Islam, kawin secara Islam, mau mati secara Islam, saudara-saudara terimalah Islam sebagai Dasar Negara. [Tapi] kalau saudara-saudara menganggap bahwa Pancasila itu lebih baik dari Islam, lebih sempurna dari Islam, lebih universal dari Islam, kalau saudara-saudara berpendapat ajaran dan hukum Islam itu tidak dan tidak patut untuk dijadikan Dasar Negara… orang demikian itu murtadlah dia dari Agama, kembalilah menjadi kafir, haram je-nazahnya dikuburkan secara Islam, tidak halal baginya istri yang sudah dikawininya secara Islam….Isa Anshary berani mengatakan itu setelah ia terpilih sebagai anggota legislative dalam pemilu 1955 yang paling demokratis dan paling jujur sepanjang sejaran republic ini. Dia mewakili Partai Masyumi. Sikap tegasnya tidak dengan mengangkat senjata tapi dengan mengangkat otak .  Sikap ini berbeda dengan Kartosuwiryo  yang merasa perlu mengangkat senjata ketika keinginannya mendirikan Negara islam tidak mendapat legitimasi. Isya Anshary dan Kartosuwiryo telah berbuat dengan keyakinannya walau pada akhirnya sia sia saja.

Indonesia tetap dengan dirinya sendiri bersama Pancasila, dan belakangan Pancasila di era Reformasi di jadikan simbol belaka tanpa kaitan hukum dengan UUD. Saya memang berharap agar negeri ini berlandaskan kepada Islam. Cukuplah islam sebagai dasar apapaun. Namun  ketika teman aktifis berkata kepada saya bahwa apakah bentuk kontruksi negara islam itu? Bukankah Rasul tidak pernah memberikan contoh bagaimana model kekuasaan itu harus ada. Padahal era Rasul sudah ada model kekuasaan seperti Kerajaan Sasania (Irak ) dan Kerajaan Romawi. Teman ini melanjutkan dengan hipotesanya bahwa  Imam Al Syathibi, ia hidup di masa pemerintahan Bani Ahmar yang merupakan keturunan keluarga besar sahabat Rasulullah SAW dari kalangan Anshar yang bernama Sa’ad bin Ubadah. Imam al Syathibi menulis kitab al Muwafaqat yang menjelaskan konsep al maqasid al syariah agar para ulama dalam mengambil penafsiran fikih selalu berpegang pada maksud hakiki syariah, berpegang pada roh syariah, bukan sekadar pada formalitasnya. Awalnya, beliau akan menamakan kitabnya al Ta’rif bi Asrar al Taklif (penafsiran atas hukum syariah yang tertulis). Namun, beliau tidak ingin kitabnya dianggap sebagai satu-satunya penafsiran. Maqasid Syariah mengandung lima hal, yaitu 1) melindungi agama ,2). melindungi jiwa.3) , melindungi keutuhan keluarga besar . 4). Melindungi akal 5). melindungi hak atas harta.

Ketika islam berkuasa di Spanyol, konsep Maqasid Syariah diterima luas di Grenada yang heterogen: Muslim, Katolik, Protestan, dan Yahudi, karena ia melindungi semua orang. Tidak ada lagi tirani minoritas yang terjadi sebelum masuknya Islam ke Spanyol, tidak juga dominasi mayoritas karena melindungi akal pendapat dalam Maqasid Syariah, termasuk akal pendapat kaum minoritas. Konsep inilah yang disebut demokrasi dengan perlindungan bagi kaum minoritas, suatu konsep yang jauh lebih baik dari sekadar demokrasi. Saya terpesona. Tahukah kamu kata teman saya  bahwa konsep al maqasid al syariah mungkin bisa dikatakan senapas dengan Pancasila. Cobalah perhatikan yaitu pertama, melindungi agama yang dalam Pancasila disebut ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Kedua, melindungi jiwa yang dalam Pancasila disebut ‘Perikemanusiaan yang adil dan beradab’. Ketiga, melindungi keutuhan keluarga besar yang dalam Pancasila disebut ‘Persatuan Indonesia’. Keempat, melindungi akal pendapat yang dalam Pancasila disebut ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’. Kelima, melindungi hak atas harta yang dalam Pancasila disebut ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Itu sebabnya ketika Pancasila ditawarkan sebagai konsep filosofis berdirinya negara Indonesia,semua pendiri negara berbulat hati untuk menerimanya tanpa ada yang keberatan.Ini mungkin bisa dimaklumi karena sebagian besar para pendiri negara adalah para pemimpin berkaliber ulama.

Kita menginginkan berdirinya daulat islam di negeri ini agar keadilan tegak , kebenaran dibela dan kebaikan diutamakan. Namun kawan, kita tahu  , ketika para ahli agama sebagaimana kaum ideolog—merasa diri jadi penyambung lidah Yang Maha Sempurna dan merasa paling benar maka riwayat agama-agama tak bersih dari darah dan kebengisan. Ketika yang cacat tak kunjung dapat dihilangkan, doktrin pun membentuk diri dengan menciptakan apa saja yang harus dikutuk dan akhirnya dibinasakan: si ”bejat moral”, si ”fasik”, si ”murtad”, si kafir.  Dengan tegas dikatakan bahwa seharusnya islam kafah atau sebuah totaliter diterapkan agar islam menjadi rahmat bagi alam semesta. Teman itu tersenyum dan berkata dengan lembut kepada saya bahwa yang sering diabaikan ialah bahwa tiap godaan totaliter, yang bermula dari bayangan tentang kesempurnaan, selalu berakhir sia-sia. Bayangan tentang ”yang sempurna” ini—yang oleh para psikoanalis akan disebut sebagai fantasi—pada hakikatnya lahir dan tumbuh dari rasa risau tentang dunia yang apa boleh buat cacat. Isa Anshary tahu, dunia tak akan bisa dibereskan sekali pukul dan buat selama-lamanya. Tapi kita tahu, debat soal itu tak akan habis. Ya, Dunia ini hanyalah permainan saja sebagai  cara Allah berdialogh dan mendidik umatnya agar sempurna.Bertengkar itu salah, apalagi saling membunuh.Kalau hidup bisa damai dalam perbedaan maka kita sudah menjadikan akhlak segala galanya. Bukankah itu tujuan rasul dikirim kedunia.? demikian kata teman saya menyimpulkan. Bayangan saya kemasa kebelakang dimana masyarakat yang total sulit tercapai. ”Negara Islam” telah dicoba dalam sejarah, tapi jawaban selalu hanya sebuah iktikad baik yang mencoba-coba.  

No comments:

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...