Satu kesempatan saya bertemu dengan teman wanita. Suami wanita itu adalah teman saya juga. Hubungan kami selama ini lebih karena persahabatan. Wanita itu nampak bersedih ketika bertemu saya. Dia menceritakan bahwa suaminya minta izin untuk menikah lagi karena talah 20 tahun menikah namun tak juga dapat anak. Dia tidak tahu siapa yang mandul karena menurut dokter mereka berdua sehat dan tidak punya masalah apapun untuk tidak punya anak. Hanya Allah belum memberi kepercayaan kepada mereka untuk mendapatkan anak. Apakah adil bila suami ingin menikah hanya karena tidak punya anak. Dan ini dibenarkan oleh Agama. Bagaimana dengan wanita.? Wanita dilarang menikah lagi karena alasan yang sama. Ini jelas tidak adil. Dia tidak menerima alasan itu karena baginya dimadu adalah penghinaan terhadap statusnya sebagai wanita, juga istri. Dia sadar bahwa cinta yang abadi cinta Allah dan hanya Allah yang pantas dicintai diatas segala galanya. Namun menolak dimadu adalah human being. Ingat bahwa kita ada didunia dan kita harus melewati dunia agar sampai di akhirat. Saya hanya diam tanpa berniat untuk mencampuri masalahnya. Karena keliatannya dia hanya butuh orang untuk mendengar keluh kesahnya. Saya hanya ingin berdiskusi ringan dan saya rasa ini efektif untuk dia melupakan sejenak masalahnya.
Untuk menenangkannya saya mengatakan bahwa memang ada beberapa teman saya yang punya istri lebih dari satu. Ada yang dilakukan secara diam diam namun pernikahan itu syah secara agama. Ada juga memang di restui oleh istri pertamanya. Dalam islam memang di bolehkan poligami namun syaratnya harus adil (An-Nisa (4):3 ). Apakah mereka bahagia dengan poligami. Tanyanya? Semua mereka menjawab satu “ jangan pernah mencoba”. Itu hanya indah dimula namun selanjutnya adalah prahara lahir batin. Mengapa ? karena pria beristri lebih dari satu harus menjadi pembohong terlatih dihadapan istri istrinya. Tujuannya menjaga rasa keadilan diantara istri. Apakah nyaman hidup sebagai pembohong setiap hari apalagi kebohongan itu dilakukan kepada wanita yang setiap hari satu ranjang dengan kita. Katanya. Menurut saya hanya pria super saja yang merasa yakin mampu berlaku adil. Karena Allah dengan tegas mengatakan …" Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian …(An-Nisa 129). Umumnya keinginan menikah lagi itu datang dari pria yang mendapat cobaan akan harta dan kekuasaan. Setelah harta didapat, kekuasaan ditangan maka wanita menjadi target berikutnya. Menikah lagi adalah aktualisasi diri dihadapan orang lain. Jadi lebih kepada budaya syahwat. Tapi ada juga yang menikah lagi karena pertimbangan beribadah kepada Allah namun tetap harus mampu meyakinkan istri pertama akan niat beribadah itu. Karena hukumnya bukan wajib tapi mubah, makanya perlu pertimbangan instri. Jangan sampai niat ibadah malah melukai perasaan istri. Secara fikih benar namun secara akhlak nol besar.
Apakah ada suami yang mampu mendidik istrinya untuk ikhlas dimadu? katanya. Saya tidak mau menjawab. Karena saya paham ini masalah yang tidak mudah dijawab. Ini masalah human being. Karena tidak semua wanita setegar yang digambarkan sebagai wanita sholeh yang ikhlas menerima kenyataan dimadu. Menurut teman itu bahwa Fatimah Zahra adalah putri rasul. Kesholehannya sebagai istri tidak perlu diragukan lagi. Namun tetap saja menolak keras ketika suaminya Ali Bin Abi Thalib meminta izin untuk menikah lagi dengan putri Abu Lahab. Apakah Nabi merestui ? Tidak!. Rasul menolak keras niat Ali bin Abi thalib untuk menikah lagi, kecuali Ali menceraikan putrinya Fatimah Zahra. Rasul tidak bisa menerima putri kesayangannya menderita karena dimadu. Apakah Fatimah membangkang kepada suaminya sehingga tidak pantas masuk sorga ? apakah Rasul mengingkari firman Allah yang membolehkan pria menikah lagi? Tidak! Ini human being. Semua manusia bisa bersikap diluar logika dan aturan, asalkan sikap itu tidak bertentangan secara prinsip. Bahwa bagi pria menikah lagi atau poligami bukan kewajiban tapi hanya bersifat mubah ( boleh). Sesuatu yang mubah memungkinkan manusia menggunakan akal dan rasionya untuk bersikap.
Saya sependapat dengan dia dan Itu sebabnya firman Allah dengan indah menyebutkan .. jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, kawinilah seorang saja….(QS an-Nisa’ [4]: 3). Mungkin hanya islam yang menyebutkan istri cukup satu saja didalam kitab sucinya. Bagaimana bila dalam situasi dan kondisi harus poligami? Misal utuk menyelamatkan kehormatan seorang janda miskin, atau menjaga kehormatan seorang anak yatim atau ingin mendapatkan keturunan karena istri pertama mandul atau sakit hingga tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Apakah itu pengecualian dan pantas itu didiskusikan dengan kepala dingin kepada istri pertama. Tanya saya. Menurutnya bahwa di era sekarang, jangankan minta izin, wacana saja sudah prahara bagi istri. Kalaulah niat membantu janda miskin dan anak yatim kan tidak harus dinikahi. Kalau mau tolong maka tolonglah dengan ikhlas. Kalaulah alasan ingin punya keturunan , apakah dengan menikah lagi lantas pasti mendapatkan keturunan? Bukankah yang berkuasa atas anak adalah Allah. Masih banyak anak yatim piatu yang bisa dijadikan anak asuh seperti anak kandung. Bukan soal dari mana sumber rahimnya tapi semua adalah titipan Allah dan amanah untuk kita yang beriman. Kalaulah karena istri sakit maka tugas suami semakin menjaga perasaan istri dengan kasih sayang yang tulus. Jangan sampai istri seperti kuda tunggangan yang diganti ketika tak lagi berguna.
Bukankah Rasul mempunyai istri lebih dari satu? bukankah ALi bin Thalip juga mempunyai istri lebih dari satu? Ya, benar. Itu dilakukan Ali setelah Fatimah Zahra atau istri pertamanya meninggal dan Rasul juga melakukan itu setelah Chadijah Meninggal. Dan lagi apa kehebatan pria akhir zaman?. Mereka bukanlah sekelas Ali bin Abi Thalip dari segi keimanan apalagi sekelas Rasul. Mereka hanyalah pria yang mudah berkeluh kesah dan cari enaknya saja. Ada juga yang berpendapat poligami adalah keharusan karena jumlah wanita lebih banyak dibandingkan pria. Tanya saya. Menurutnya alasan ini dibuat buat dan lebih karena dorongan syhawat. Allah maha tahu dalam penciptaanNYA. Maha pengatur untuk pasti terjadinya keseimbangan antara pria dan wanita. Allah juga yang menentukan setiap orang mempunyai jodohnya masing masing. Ya, diakhir pertemuan saya mengatakan bahwa sebagai pria saya berdoa kepada Allah agar terhindar dari poligami karena saya tak mampu bersikap adil. Namun ada juga pria yang ditakdirkan untuk poligami maka berdoalah kepada Allah agar kuat dan mampu bersikap adil tanpa berbohong. Karena tanpa pertolongan Allah maka pilihan ber poligami adalah sangat berat, sangat berat. Juga kepada dia, sebagai wanita, istri, saya hanya berpesan bahwa tidak ada kejadian didunia ini yang tak ada hikmahnya namun tidak semua orang bisa mendapatkannya. Dekatlah kepada Allah dan ikhlaslah maka hikmah itu akan didapat untuk menentramkan...
Wallahualam.
1 comment:
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadist Almiswar bin Makhromah berkata : “Ali melamar putri Abu Jahal, lalu Fatimah mendengarnya lantas ia menemui Rasul Saw berkatalah Fatimah : kaummu meyakini bahwa engkau tidak pernah marah karena putrimu; Ali menikahi putri Abu Jahal, maka berdirilah Rasulullah Saw dan saya mendengar ketika dia membaca dua kalimat syahadat lalu berkata : aku menikahkan anakku dengan Abul As bin Robi’ dan diatidak membohongiku, sesunggunhya Fatimah itu bagian dari saya, dan saya sangat membenci orang yang membuatnya marah. Demi Allah putri Rasulullah dan putri musuh Allah tidak pernah akan berkumpul dalam naungan seorang laki-laki maka kemudian Ali membatalkan (lamaran itu)”. diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
“Sesungguhnya Fatimah adalah dari diriku dan aku khawatir agama akan terganggu. “Kemudian beliau menyebutkan perkawinan Bani Abdi Syams dan beliau menyanjung pergaulannya, “Dia bicara denganku dan mempercayaiku, dia berjanji padaku dan dia penuhi. Dan sungguh aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak pula menghalalkan yang haram, akan tetapi, demi Allah, jangan sekali-kali bersatu putri Utusan Allah dengan putri musuh Allah.” (H.R. Bukhari)
Penggunaan Hadits ini untuk melarang poligami ternyata tidak sesuai dengan latar-belakang pelarangan tersebut. Nabi saw melarang Ali ra menikah lagi karena Ali ra hendak menikahi anak musuh Allah Swt, Abu Jahl. Menurut Rasulullah saw tidak layak menyandi putri utusan Allah dengan putri musuh Allah. Sehingga, letak pelarangan tersebut bukan pada poligaminya, namun lebih kepada orang yang hendak dinikahi. Beliau sendiri juga menegaskan, tidak mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Post a Comment