Wednesday, December 15, 2010

Value

Teman saya pernah menyampaikan bahwa perlunya setiap lembaga atau komunitas membangun value. Sesuatu nilai yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang ada untuk mencapai tujuannya secara optimal. Ungkapan teman ini , mengingatkan saya tentang pemahaman rekayasa nilai ( value enginnering). Ilmu ini awalnya diperkenalkan oleh AS seusai perang dunia kedua dan kemudian dikembangkan ditahun tujuh puluan, dimana pada waktu AS sedang dilanda krisis ekonomi yang parah.Value engineering sebagai disiplin ilmu merupakan reposisi terhadap value yang selama ini diyakini oleh AS. Value engineering berkembang luas sampai kepada semua sector. Ilmu ini berhasil menciptakan new paradigm membangun dan mengambil kebijakan yang tepat. Jepang dan Korea, china salah satu contoh bagaimana value engineering berhasil menjadikan negara itu unggul dalam persaingan.

Ada empat hal yang menghambat ( block ) orang untuk mengambil keputusan atau bersikap yang tepat. Mengetahui ini , itulah pentingnya value engineering memberikan solusi secara menyeluruh. Adapun keempat penghambat ( block ) itu adalah pertama , emotional block. Kedua, Perceptual Block, Ketiga Habitual Block dan yang terakhir ke empat adalah Culture block. Dari keempat inilah rekayasa nilai dibentuk agar terciptanya new paradigm disemua bidang. Ringkasnya ini adalah ilmu yang mencoba merekayasa sikap untuk menghasilkan value. Yang harus disadari bahwa AS menggunakan value engineering tidak hanya untuk meningkatkan value business ( Industry / manufacture/construction) tapi lebih dari itu adalah social value engineering. Dalam rangka meningkatkan value geostrategis dan geopolitiknya untuk menguasai dunia melalui kampanye demokratisasi. Tujuannya untuk membentuk new paradigm demi lahirnya tatanan dunia baru.

Emotional block. Adalah satu sikap yang menganggap sesuatu yang belum jelas dan diperkirakan akan mengganggu kenyaman yang sudah ada ( status quo) akan disikapi secara ego untuk ditolak.Perceptual block. Adalah satu sikap bahwa persepsi orang lain salah dan hanya persepsi sendiri yang benar. Akibat sikap ini membuat orang hidup otoriter terhadap kebenaran subjective. Habitual Block . adalah suatu sikap yang lebih nyaman dengan kebiasaan yang ada dan menolak sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan. Culture Block : Adalah sikap budaya yang turun temurun sebagai tradisi yang diyakini. Sikap ini akan membuat orang menutup diri dari segala pengaruh budaya dari luar. Cenderung protective dan curiga. Padahal tidak semua budaya luar itu salah dan tentu tidak semua budaya luar itu benar. Sikap ini tidak pernah bisa menilai salah atau benar kecuali dirinya sendiri.

Keempat hal tersebut menjadi road block tercapainya new paradigm. New paradigm ini juga dapat kearah positip dapat pula kearah negative. Tergantung bagaimana kita bersikap. Karena tidak selalu yang block itu buruk dan tidak selalu value baru yang datang pasti benar. China melihat system komunisme harus dilakukan value engineering untuk menjadikan bangsa china mampu bersaing dan berproduksi. China berhasil sesuai value yang diinginkannya tanpa merubah komunisme. Jepang tidak melihat konglomerasi sebagai kekuatan untuk bersaing dan tidak yakin keberhasilan industri diukur dengan dengan laba perunit. Value engineering dilakukan ; small medium enterprises meluas dan laba collective terbentuk. Kesinambungan produksi tercipta. Kompetisi terbentuk hingga melahirkan Efisiensi dan efektifitas. Bolivia awalnya percaya bahwa technology dan dana asing sebagai penentu suksesnya pembangunan nasional. Value engineering dilakukan dan keputusannya adalah penerapan nasonalisasi pada setiap perusahaan asing yang menguasai sumber daya alam. Hasilnya keadilan tercipta dengan semakin berdayanya anggaran nasional mendukung kesejateraan rakyat.

Lantas bagaimanakah kita mengetahui value engineering itu perlu dan apakah dasar untuk melakukan value engineering itu ? Pertanyaan ini ditujukan agar ketika melakukan value engineering tidak sampai menjebak potensi kita sendiri. Disadari bahwa value masyarakat semakin jauh dari fitrah sebagai mahluk sosial dan moral. Sudah menyimpang menjadi individualistis. Sulit berkumpul kalau bukan untuk kepentingan uang. Karenanya perlu dilakukan value engineering yang didasarkan kepada upaya meninggikan kalimat Allah yang berkiblat kepada tiga hal yaitu the truth ( kebenaran) , goodness ( kebaikan ) dan justice ( keadilan). Upaya propaganda secara sistematis (syiar /dakwah/pendidikan ) harus dilaksanakan agar orang terpengaruh dan mengikuti. Keteladanan para pemimpin dari lapisan terendah sampai tertinggi harus mencerminkan ketiga hal itu. Jadi hanya cukup dua hal untuk dilakukan , yaitu propaganda dan keteladanan para pemimpin.

Apabila kita dapat melakukan value engineering didasarkan oleh tiga hal ini untuk membuka road block yang individualistis dan materialiatis itu, maka hasilnya akan menibulkan aspirasi kolektif untuk terciptanya new paradigm sesuai Allah mau. Kita akan menjadi komunitas unggul , dan bermartabat karena Allah bersama kita. Tetapi apabila ketiga hal itu diselewengkan dan diperdagangkan maka tunggulah kehancuran pasti datang.

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...