Diantara tujuh orang bersaudara mungkin sayalah yang didik dengan keras oleh Ayah saya. Sedikit saja kesalahan , pasti harus dibayar. Tidak ada yang gratis. Sulit sekali melihat ayah tersenyum melihat saya. Ayah memperhatikan semua hal tentang saya, termasuk yang sepele. Rambut panjang sedikit ,harus dicukur. Dan itu selalu dia kawal ketempat tukang cukur. Dia sendiri yang menentukan seberapa pendek rambut saya yang pantas. Semua rapor seklolah saya juga diperiksa langsung olehnya. Ayah hanya mau tanda tangan rapor sekolah apabila nilainya bagus. Hal ini berbeda sekali saudara saya yang lainnya. Namun kala itu nalar saya belum bisa menerima perbedaan sikap ayah terhadap saya.. Saya menerima semua itu karena saya mencintai ayah dengan sepenuh hati. Tanpa ada prasangka apapun. Sebelum saya bisa memahami itu semua, Ayah telah dipanggil oleh Allah.
Berjalannya waktu, saya dapat memahami tentang hakikat cinta. Ayah saya tidak pernah memuji saya karena dia tidak ingin saya hancur karena pujian. Ayah selalu menegur keras setiap kesalahan karena dia tak ingin saya berbuat salah. Ayah selalu memperhatikan saya karna dia sangat mencintai saya. Bahkan lebih dari jiwanya. Itulah sebabnya bila marahnya mengaburkan kelembutan hatinya untuk sekedar berkata” aku mencintaimu”. Tidak ada kata kata lembut bila ayah marah dan begitulah cara ayah mengungkap bahasa cintanya. Setelah dewasa dan punya keluarga, barulah saya dapat memahami sepenuh hati tentang ayah. Lebih daripada itu adalah ternyata ungkapan bahasa cinta tidak melulu dengan ungkapan indra kasat mata. Dia teraktualkan dalam bentuk lembut, kasar dan kadang samar samar. Semua karena cinta yang lahir dari kalbu terdalam.
Ada istilah ” Cinta keras” , yang mengungkap cinta dengan mudah tersinggung, mudah cemburu, mudah marah atau sangat sensitif terhadap orang yang dicintainya. Ada juga istilah ” Cinta lembut ”, yang terkesan mudah memaafkan, menghindari komplik atau kata kata kasar, mudah tersenyum dan selalu mau menjadi pendengar yang baik bagi orang yang dicintainya. Kalau manusia disuruh memilih orang yang pantas dicintainya maka tentu akan memilih orang yang bisa bersikap dengan cinta lembut. Namun hidup bukanlah soal memilih apa yang kita mau. Misteri kehidupan terlalu luas untuk kita pahami. Disinilah peran Allah berada dengan sangat agung , untuk menjadikan peran seperti apa terhadap orang yang kita cintai. Lebut atau kasar, dibalik itu semua Allah berada untuk mendidik kita semua dengan cinta.
Mengapa Ayah bersikap keras kepada saya , mungkin karena saya termasuk yang nakal dan super kreatif yang kadang membahayakan diri saya sendiri. Lebih daripad itu saya anak laki laki tertua yang terlalu diharapkan ayah sebagai pemimpin saudara saya lainnya.Dari sikap keras ayah itulah menjadi pelajaran bagi saudara saya semua untuk tidak berkelakuan seperti saya. Dan ayah memang bisa bersikap lembut dan mudah berkompromi dengan kesalahan saudara saya lainnnya. Namun, mungkin sayalah yang mendapatkan manfaat besar dari sikap ayah itu. Sifat sabar , berani bersikap dan terkendali dalam emosi hadir karena didikan ayah ketika saya masih kecil.
Begitupula dengan kehidupan lainnya. Begitu banyak bencana datang kepada kita, itu semua cara Allah mendidik suatu kaum. Cinta bukanlah soal sikap yang lahiriah yang bicara soal masa kini tapi cinta berbicara suatu hal yang tak dapat dilihat dengan mata dan berspektrum jauh kedepan. Ini hanya bisa dipahami bagi orang yang didalam kalbunya bersemayam cinta hakiki.
Dari itu semua, saya tidak pernah lagi melihat ungkapan bahasa cinta sebagai sebuah aksesory kehidupan yang penuh keindahan. Saya akan menerima perlakuan apapun dari siapapun yang mengenal saya. Bukan soal dia merugikan atau menguntungkan saya, tapi bagaimana saya menerima itu sebagai ujud kehadiran Cinta Allah lewat orang sekitar saya, walau kadang tak menyamankan. Cinta adalah anugerah terindah dari Allah dan darinya manusia dididik untuk menjadi sempurna.