Thursday, October 01, 2009

Bencana lagi ?

Kemajuan inptek diera modern dewasa ini telah membuat manusia merasa mampu berbuat apa saja. Logika dipertuhankan. Tapi satu fakta yang sampai kini tak bisa dijawab oleh kemampuan Inptek bahwa tak ada satupun tekhnolgi atau pengetahuan yang mampu memastikan jadwal kapan gempa itu terjadi. Dimana sumber gempa itu tepatnya yang akan terjadi. Tak ada yang bisa menduga. Tekhnologi modern hanya mampu mempelajari sebab akibat dari gempa. Hanya itu. Tapi , jawaban yang diberikan tak menyelesaikan esensi yang sebenarnya. Sama seperti tak ada orang yang bisa menduga kapan dia mati. Ilmu pengetahuan mampu menjawab sebab kematian walau tak sebenarnya tepat.

Keangkuhan paham sekuler yang mempertuhankan Ilmu akal sulit untuk mengakui esensi dari bencana yang sebenarnya. Karena dia berada diruang yang sangat sempit dan terbatas. Sementara memahami alam semesta ini tidak bisa hanya mengandalkan Ilmu tapi lebih daripada itu adalah pehaman akan qada dan qadar yang menjadi hak Allah. Pemahaman ini hanya mungkin bila qalbu manusia putih bersih hingga hijab terbuka. Maka Allah lah yang akan mengajarkan manusia untuk menjadi khalifah dimuka bumi. Satu ketika terjadi gempa di jazirah Arab. Ketika itu Umar Bin Khatap sebagai khalifah. Dia menghentakan tongkatnya sambil berkata kepada bumi ” wahai bumi,engkau hamba Allah dan aku khalifahNya, mengapa engkau berguncang, apakah aku pernah bertindak tidak adil atas engkau?. Dengan seketika gempa berhenti. Allah berjanji dalam Qur’an Surat Al Anbiya’ ayat 105 : “ akan Aku wariskan bumi ini kepada hamba-hambaKu yang soleh( bertaqwa) ”.

Sejarah masa lalu yang diceritakan oleh Allah dalam Alquran, jelas menyebutkan bahwa bencana itu datang karena azab Allah serbagai bentuk peringatan. Peristiwa alam yang dikatakan oleh penganut paham sekuler sebagai penyebab gempa hanyalah sebuah sunatullah. Kesadaran bahwa bencana datang sebagai azab dari Allah , maka Umar Bin Khatap berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Shafiyah binti Ubaid bahwa sesudah gempa Umar berpidato ”Kalian suka melakukan bid’ah yang tidak ada dalam Alquran, sunah Rasul dan ijma para sahabat Nabi sehingga kemurkaan dan siksa Allah turun lebih cepat.”.

Itulah sikap seorang pemimpin yang bertakwa kepada Allah . Umar adalah kepala negara yang adil kepada siapapun termasuk kepada orang kafir dan melaksanakan roda pemerintahannya berdasarkan ruh Alquran dan Hadith secara kaffah. Di era umar tidak akan pernah diizinkan kemunkaran , kezoliman merajelala. Keadilan ditegakan walau dia harus membunuh sendiri anaknya yang melakukan kesalahan. Korupsi receh tak diberi ruang, apalagi korupsi besar. Walau ketika itu perluasan kekuasaan Khalifah sudah hampir seluruh jazirah arab namun dia tetap hidup sederhana, yang tak ubahnya dengan penduduk yang masih belum menikmati kemakmuran. Hatinya sangat dekat dengan orang miskin dan airmatanya tak henti beurai dalam tahajudnya untuk memohon ampun atas segala kelalaiannya melindungi rakyat.

Dengan itu semua, Umar bin Khatap , tetap mengakui bahwa bencana itu akibat dari dosa sebagai ujud peringatan dari Allah. Agar manusia mendapatkan hikmah untuk semakin dekat kepada Allah. Bertobat sebelum datangnya kematian. Inilah ujud kasih sayang Allah agar kita senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Bagaimana dengan Indonesia. ? Allah menjawabnya dalam surat Al-Balad : 1 – 7 , 11 – 18) ” Sesungguhnya Aku bersumpah dengan negeri ini. Dan kamu tinggal di negeri ini. Demi Bapak dan anaknya.Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam kesusah payahan..Apakah ia menduga bahwa tidak akan ada seorangpun yang berkuasa atasnya. Dia berkata, “Saya menghambur-hamburkan harta yang banyak”. Apakah ia menduga bahwa tidak seorangpun yang melihatnya

Dan Kami telah menunjukkan 2(dua) jalan , kebajikan dan kejahatan. Namun dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan berliku-liku. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan berliku-liku itu?. Yaitu memerdekakan hamba saya. Atau memberi makan pada hari penceklik, kepada anak yatim yang masih kerabat. Atau kepada orang miskin yang melarat.

Selagi kita tidak menyadari itu, maka bencana akan terus datang silih berganti. Pemimpinlah yang bertanggung jawab untuk mengingatkan umatnya. Tentu dimulai dari keteladanan para pemimpin untuk bertobat dan merangkai kebijakannya dengan kasih sayang demi tegaknya keadilan , kebenaran, kebaikan di bumi pertiwi. Maka berkah Allah akan datang, bumi indonesia bukan lagi negeri ditengah bencana tak berujung...Mungkinkah ?

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...