Tuesday, March 17, 2009

Cara yang benar

Sebentar lagi pemilu.Para menteri dan pejabat lainnya sudah pada sibuk menghadapi Pemilu.Soal urusan kerjaan sehari hari sebagai pejabat negara atau abdi negara tentu menjadi side activity. Mereka tidak lagi serius seperti awalnya terpilih sebagai pejabat negara. Kini masalahnya soal kalah atau menang maka kepentingan pribadi atau golongan harus lebih diutamakan. Tugas memang tidak diabaikan namun tidak lagi menjadi prioritas. Itulah kenyataan yang ada.

Saya tidak tahu apa yang ada didalam pikiran pejabat negara yang sedang sibuk ini.Saya hanya tahu bahwa negara ini dalam situasi yang genting oleh masalah perut jutaan rakyat, ditengah krisis global yang melanda. Ditengah ketidak berdayaan negara yang serba tergantung dengan bantuan luar negeri, sementara sumber bantuan semakin sulit dan mahal. Tapi tak nampak sebagai sesuatu yang is not usual. Kita hanya tahu hari hari kedepan akan ada pesta demokrasi terindah didunia,dimana puluhan partai dari berbagai golongan maju bersama sama memeriahkan pesta demokrasi. Pejabat kita boleh berbangga tetang sytem demokrasi yang hebat ini. Di forum international kita dipuja sebagai negara yang paling demokratis dibanding negara pengekspor paham demokratis itu sendiri.

Bagaimanapun system demokrasi sudah menjadi pilihan walau itu bukanlah pilihan yang seratus persen tepat. Bagaimana tidak ? Negeri ini memiliki populasi 242 juta orang dengan tingkat pertumbuhan penduduk rata rata 1,5% pertahun. Artinya setiap tahun ada jumlah penduduk baru yang muncul sebanyak 3.600.000 atau sepuluh kali penduduk Brunei atau sama dengan penduduk Singapore. Ini bukanlah jumlah yang sedikit. Karena para penduduk yang terus bertambah itu menuntut kesiapan dan kecepatan aparatur negara untuk mengambil keputusan dan berbuat untuk menyediakan segala sarana dan prasarana. Satu hari saja keputusan lambat diambil dan tidak ada tindakan maka , ketahuilah ada hampir 10.000 orang pendatang baru yang tidak siap dilindungi. ! apa jadinya bila itu terjadi berbulan bulan ?

Berjalannya waktu segala upaya pemerintah sebelumnya menjadi tak nampak karena jumlah penduduk yang begitu besar , yang tak sebanding dengan kekuatan kinerja pemerintah. Pemerintah mungkin sudah benar karena mengikuti system demokrasi yang sudah ada tapi system ini membuat banyak keputusan dan operasinal berjalan sangat lambat . Bahkan lebih lambat dibandingkan peningkatan jumlah penduduk. Maka jangan kaget bila program ideal yang digelar tak memberikan dampak luas bagi kesejahteraan rakyat. Semua yang dibangun menjadi tidak ada artinya , bahkan untuk memperbaikinya semakin sulit karena dorongan pertambahan penduduk yang juga berperan besar rusaknya lingkungan, moral dan budaya.

Keandaan lambatnya proses pengambilan keputusan dan operasional aparatur negara dapat dilihat dari rendahnya tingkat penyelesaian APBN ditangan Pimpro. Semua pihak dan elite politik tidak pernah melihat masalah ini sebagai suatu hal yeng mendasar sebagai akibat dari pemiskinan rakyat secara systematis. Apapun upaya tidak akan ada artinya, selagi selagi system tidak dirubah. Kita memang terbiasa melihat keluar yang baik bagi orang lain maka kita berharap baik pula bagi kita. Padahal tidak ada satupun system yang ideal bagi kesejahteraan rakyat kecuali mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Alquran dan Hadith.

Waktu terus berjalan dan kita terus bereksprimen ditengah situasi yang dinams untuk mencari cara yang terbaik tapi kita menutup diri dari kebenaran terbaik sebagai jalan yang benar. Allah telah memberikan cara itu lewat Al Quran dan Nabi , telah memberikan teladan bagaimana membangunn komunitas yang benar. Tapi, lagi lagi kita lupa. Makanya Allah berfirman “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Ruum, 30:41).

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...