Wednesday, December 31, 2008

Waktu

Karena waktu sejarah ada. Karena waktu mentari tenggelam diperaduannya. Usia terpenggal dengan rambut memutih, mata memudar, tenaga berkurang. Namun hasrat tak pernah padam selagi hayat dikandung badan. Itulah waktu dan kita. Hasrat mengecilkan eksistensi sang waktu. Membuat hari tak akan berkesudahan. Melata untuk mendaki hasrat yang tak pernah habis habisnya untuk digapai. Makanya tak perlu terkejut bila semua orang tertawa dan ceria ketika menanti detik detik pergantian tahun .Keceriaan itu adalah puncak dari kebodohan manusia. Puncak meruginya manusia yang selalu alfa memaknai sang waktu sesungguhnya.

Para cerdik pandai menulis dibanyak media tentang makna pergantian tahun. Toresan tentang yang lalu dan yang akan datang diulas tuntas. Semuanya dengan nada hari esok masih ada dan tentu masih ada banyak harapan. Begitulah setiap pergantian tahun , harapan tak pernah henti dipanjatkan. Sesungguhnya manusia itu sangat tak berdaya berhadapan dengan sang waktu. Sedetik kedepan tak ada yang bisa menduganya kecuali setelah mengalaminya. Hari esok yang kita maknai hanyalah bayangan dari sinar kemarin dan kini. Hanyalah gambaran , bisa menyenangkan dan bisa bisa menyedihkan. Tak lebih. Karena sejatinya masa lalu berhubungan dengan masa kini dan masa kini menentukan masa depan. Lantas apakah manusia mampu merubah jalan yang sudah terbentuk selama setahun kemudian segera merubahnya dalam waktu singkat ? Manusia adalah makhluk social yang hanya bisa berevolusi. Tak ada proses short cut untuk masa kini menuju masa depan yang lebih baik. Selagi masa lalu sudah salah maka untuk merubahnya butuh waktu dan proses yang tidak mudah. Selama prose situ tak banyak orang siap.

Kata orang, rusak susu sebelanga karena nila setitik. Jauh jalan menyimpang bila berkelok seincipun langkah kita. Setetes kesalahan akan membuat hati kita kabur. Seinci aqidah terbelokan maka sesatlah itu orang. Makanya dalam islam orang dipaksa untuk meng up date dirinya bukannya setahun sekali tapi lima kali dalam sehari dan terus tiada henti selagi hajat dikandung badan. Dalam ritual sholat, manusia berjanji kepada Allah bahwa “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya. ...” Lima kali sehari kita berjanji bahwa shalat yang kita lakukan hanya untuk Allah. Bukan untuk inginkan sorga atau inginkan pahala. Bahwa ibadahku ( perbuatan baik dan soleh) hanya untuk dan karena Allah semata. Bukan untuk mendapatkan pujian, atau kehormatan atau pangkat. Hidupku hanya untuk Allah. Apapun yang kita lakukan dimuka bumi ini dalam posisi apapun , entah itu pejabat, rakyat jelata, maka semua karena Allah. Matiku, bahwa akhir dari segala harapan kita hanyalah kembali kepada Allah dan mati karena Allah.

Lima kali sehari dan tak pernah lekang oleh situasi apapun. Sholat harus ditegakkan. Bahkan Nabi ketika akan menjemput ajal, sholat adalah satu satunya yang diingatkan kepada manusia agar menjaganya. Dari sholat inilah sebetulnya manusia setiap hari setiap waktu secara systematis diminta agar memperbarui janjinya kepada Allah. Karena disela sela waktu sholat itu kadang manusia lupa akan janjinya.Makanya kembali diingatkan ketika masuk waktu sholat berikutnya. Inilah pembelajaran sejati bahwa manusia sangat lemah dihadapan waktu. Allah sebagai pencipta kita tahu betul bagaimana menjaga kesempurnaan kita , yaitu melalui perintah sholat.

Bila kita lupa satu jam dan kemudian berlanjut sampai jam berikutnya dan terus berlanjut Hari menuju minggu ,minggu menuju bulan dan akhirnya tahun berganti tanpa kita sadari. Sementara kita tetap dengan cara kita yang lupa dengan janji kita kepada Allah. Dan terus merasa bahagia disetiap berganti tahun dengan banyak harapan harapan. Sebetulnya harapan itu sudah hilang seiring kita kehilangan hubungan kepada Allah. Kita hanyalah kumpulan manusia yang tak lebih disamakan atau lebih rendah dari bunatang dihadapan Allah. Hidup kita didera oleh ilusi dan impian yang memabukan. Mudah sekali termakan bujukan manusia, mudah sekali di create oleh pemikiran orang lain. Mudah sekali memuja orang lain untuk harapan. Dan akhirnya membuat kita semakin jauh dari Allah..

Andai Sholat kita tegakan. Andai sholat sebagai repliksi keseharian kita. Maka semua kita sebetulnya telah berperan penuh untuk menciptakan kedamaian dibumi. Namun kita sholat tapi kita tidak memahami makna sholat. Akibatnya kita kehilangan indetitas kita sebagai rahmat bagi alam semesta. Bukannya menjaga bumi malah bumi meradang karena polusi. Bukannya menjaga alam malah alam hancur dimakan kerakusan. Bukannya menjaga kedamaian dimuka bumi malah menciptakan prahara demi prahara . Namun , sejarah selalu mencatat indah perjalanan waktu dengan tampilnya tokoh dibalik cerita para pemikir tapi sebetulnya itu hanyalah cara berilusi untuk sesuatu harapan yang sebetulnya sudah lama hilang. Yang ada hanyalah permainan waktu untuk membuat kita terus merugi dan merugi karena kita kehilangan Allah.

Kembalilah kepada Allah dan masuklah kedalam islam secara kaffah. Memang karena “waktu” kita sudah lama berpaling dari Allah tapi selagi hajat dikandung badan, Allah senantiasa menantikan kita untuk kembali kejalan dimana singgasana Allah bersemayam. “ Datanglah kepada ku wahai wajah yang bersih…” --Bukan karena pangkat, jabatan ,harta , pujian, pahala ,sorga--. Bukan.! Tapi wajah yang bersih itu adalah berangkat dari ketulusan untuk berbuat dan berbuat karena Allah. Inilah kunci kemuliaan manusia yang pantas menjadi khalifah dimuka bumi..tapi kadang kita lupa

1 comment:

Bagus Brahmantyo said...

Allah hanya menyebut Langit dan Bumi di dalam Al Qur'an..bukan nya langit dan Mars, Saturnus atau yg lain nya. Dan Allah mempercayakan bumi untuk berpijak nya Rasullulah yaitu Yang Terkasih Muhammad SAW untuk hadir di tengah 2 umat manusia. Subhanallah begitu indah Bumi, yg selama ini sering dirusak oleh penghuni nya sendiri. Mencintai Bumi sama dengan mencintai Allah, mencintai semua ciptaan Allah itu wujud syukur karena Allah sangat mencintai umatnya yg taqwa.

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...