Friday, December 05, 2008

Tekanan jiwa

Manusia hidup dalam situasi tertekan ( pressure ). Tekanan dapat hadir dari luar sebagai akibat orang lain. Dapat pula bersumber dari dalam akibat dorongan nafsu yang tak terkendali. Tekanan dari dalam maupun dari luar , keduanya berdampak luas terhadap jiwa kita bila kita tak bisa menahannya. Karena pressure ini berkaitan dengan jiwa maka efek dari pressure adalah jiwa kita sendiri. Tekanan dari luar mudah dideteksi namun tekanan dari dalam jiwa kita sulit dideteksi. Sifat sombong atau ingin dihormati, hidup berlebihan atau gemar menumpuk harta, sifat pendusta dan perbuatan yang merusak adalah sifat yang mengaburkan kebenaran ,kebaikan, keadilan. Sifat inilah sebagai pressure yang mengakibatkan jiwa tak pernah stabil. Sifat ini akan terus terpancing untuk bangkit akibat pangaruh budaya keseharian yang menyesatkan. Budaya keseharian itu hadir dalam kehidupan kita berupa “pujian, fitnah, ancaman”. Ketiga hal ini membuat kita tertekan.

Pujian adalah budaya yang hidup ditengah masyarakat. Karena pujian membuat orang menikmati kekuasan , kesuksesan dunia, kehormatan dunia, jabatan dan kekuasaan. Yang pintar bangga dengan kepintarannya. Yang berkuasa senang dengan kekuasannya. Yang berharta bangga dengan hartanya. Pujian yang terus ber taburan dalam kehidupan manusia membuat manusia sombong dan kikir. Sombong karna dia pantas dihormati dan dipuji. Kikir karena tak ingin kelebihannnya, kesuksesannya berkurang karena kawatir pujian akan berkurang. Yang senang dengan pujian menimbulkan iri bagi yang belum mendapatkan pujian. Akibatnya terjadi persaingan yang melelahkan antara yang belum dan yang sedang.. Saling menghormati, saling menjaga, tak akan ada lagi dalam ruang budaya ini. Manusia berjarak satu sama lain. Kelas terbentuk. Kecemasan menjadi keseharian.

Yang kedua adalah fitnah. Sengaja memfitnah orang lain untuk mencapai tujuannya. Atau fitnah itu dalam bentuk extrim adalah tidak peduli orang lain selagi kepentingan sendiri terpenuhi. Sikap fitnah ini terungkap dari budaya kesehariaan seperti ; Saling menjelekan satu sama lain. Saling tidak peduli satu sama lain. Saling ingin menang sendiri.. Yang kaya merasa pantas merendahkan yang miskin. Yang berilmu merasa wajar memperbodoh yang tolol. Bagi pengusaha merasa tak berdosa menzolimi pekerja dengan upah semaunya. Pemerintah merasa patut bila harus mengurangi beban social APBN daripada mengurangi beban bayar hutang luar negeri demi menjaga kesina mbungan rezim tanpa peduli nasip rakyat yang terkapar. Para politisi merasa tak berdosa bila janjinya tak ditunaikan demi pundi partai penuh. Semua pelaku yang memfitnah dan difitnah sama tertekan jiwanya. Hanya bedanya yang memfitnah tak pernah puas. Ia hidup dalam kegersangan jiwa untuk lebih dan lebih. Akhirnya jiwanya mati.

Yang ketiga adalah ancaman. Orang terancam kehilangan pekerjaan karena perusahaan terus merugi akibat krisis. Istri merasa terancam karena suami kawin lagi. Pengusaha merasa terancam karena penjualan menurun. Penghutang terancam karena dikejar debt collectior. Pejabat terancam karena adanya KPK. Ancaman seperti ini tidak berdampak luas dan namun jalan keluar mengatasi ancaman dapat menimbulkan anarkis. Kehidupan tak lagi damai. Kadang pengusaha harus mem PHK buruh. Kadang istri bunuh diri atau minta cerai. Kadang debt collector sampai membunuh debitur atau menghina debitur. Kadang pejabat dan politisi berkonspirasi menghilangkan ancama dari KPK dan akibatnya keadilan hanyalah bualan kosong.

Kehidupan kini tak lagi menentramkan karena budaya kita adalah budaya dalam tekanan nafsu... Keseharian kita sudah terjebak diperbudak nafsu. Begitu banyak penderitan, kekecewaan, air mata , stress , frustrasi terjadi dimuka bumi seiring dengan munculnya berbagai penyakit social seperti korupsi, rampok, perkosaan, perceraian, pemerasan , pelacuran, narkoba, penindasaan dan lain sebagainya. Semua kita berupaya mengatasi penyakit social itu tapi tak kunjung dapat mengatasinya. Kita lupa , bahwa kita tidak pernah melihat akar masalah penyebab dari penyakit social itu.

Semuanya akibat dari budaya hidup dalam tekanan. Sebetulnya antara yang tertekan dan yang menekan sama sama korban. Hanya saja masing masing tergantung kekuatannya menahan tekanan itu. Kekuatan menahan tekanan ( pressure ) bersumber dari kekuatan spiritual. Yaitu Sabar, ikhlas dan Rendah hati ( tawadhu), istiqamah. Semua kita , bila bersemayam dijiwanya akan sikap sabar , ikhlas , tawadhu,istiqamah maka segala pujian tak akan berhasil menyesatkannya. Segala fitnah dunia tak akan pernah mengaburkannya. Segala ancaman tak akan membuatnya terhina dan zolim. Dia kuat karena dia selalu mendekat kepada penciptanya melalui sholat yang berkesinambungan sebagai cara ALlah melatihnya untuk menjadi sempurna.

No comments:

Akhlak atau spiritual

  Apa pendapat bapak soal kenaikan pajak PPN 12 % “ tanya Lina. Peningkatan tarif PPN tujuannya tentu untuk meningkatkan penerimaan negara d...