Friday, August 10, 2007

Pasar bebas ?

Kapitalisme bicara tentang pasar bebas bahwa kita perlu hokum pasar bekerja agar demokratisasi ekonomi dapat terwujud. Karena pasar menciptakan kompetisi. Kompetisi menciptakan efisiensi. Efisiensi menciptakan professionalitas. Professionalitas menciptakan transfarance . Transfarance menciptakan intelektualitas dan moral sebagai modal untuk membangun masyarakat menengah yang solid. Ini hukum yang diyakini dari sebuah dogma demokrasi liberal. Dengan demikian maka tidak boleh pasar dipagar dengan dogma nasionalisme , yang berkata tentang tanah , air dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan masyarat luas. Itu kuno alias distorsi pasar. Inilah situasi sekarang yang menjadi dogma baru kita dalam berbangsa dan bernegara. Melawan itu berarti anti demokrasi. Benarkah ? Coba kita lihat India dan China sebagai negara yang percaya pasar dan berkembang karena pasar.

India adalah satu contoh negara demokrasi bebas. Tapi mereka memilih demokrasi sosialis. Politik menjadi terbuka dan bebas untuk merebut legitimate rakyat tapi soal pembangunan maka mereka memilih sosialis. Bukan pasar bebas. Import diatur ketat oleh pemerintah dan produksi dalam negeri harus menjadi raja dipasar walau kualitas tidak memadai. Pendidikan disubsidi besar besaran. Infrastructure ekonomi dibangun besar besaran walau harus mengorbankan tunjangan sosial bagi rakyat miskin. Harga kebijakan yang mahal dengan proses waktu yang tidak sebentar. Akibatnya , memang India membangun dengan lambat namun pasti menuju kepada kemandirian rakyat. Kini india bangkit sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia yang mencengangkan. Perpaduan demokrasi dan nasionalisme untuk kepentingan sosial terbentuk dari karakter budaya india yang lebih mengutamakan kebersamaan untuk kehormatan bangsa.

China , tidak mengenal demokrasi bebas. Hak politik bebas digebiri. Ini pilihan mereka yang lebih mementingkan komunitas kacamata kuda untuk menciptakan stabilitas. Dalam soal pembangunan ekonomi mereka berkata ” Pasar harus dibuka tapi kapitalis harus dihindari” Ibu dari kapitalis adalah pasar bebas. China hanya dapat menerima pasar asalkan ibu kandung dari pasar bebas dikangkangi oleh negara. Makanya uang sebagai ibu kapitalis dikontrol dengan ketat. Mata uang dikendalikan oleh negara. Inplasi musuh nomor satu. Akibatnya pasar disiasati dan harga dipermainkan melalui subsidi infrastructure ekonomi besar besaran. ” Kami tidak melawan pasar bila kami menciptakan system transfortasi yang murah agar distribusi barang menjadi efisien. Kami tidak melawan pasar bila industri hulu kami merugi agar industri hilir kami efisien. Kami tidak melawan pasar bila aliran modal keluar dibatasi. Kami tidak melawan pasar bila petani tidak dipajaki dan pajak PMA lebih mahal daripada pajak PMDN. Kami tidak melawan pasar bila usaha retail international tidak boleh masuk dikabupaten atau berdekatan dengan usaha tradisional. ” Diluar itu , pasar silahkan berbuat apa saja yang mereka mau. Akibatnya kini china menjadi kekuatan ekonomi dunia yang sulit ditandingi oleh negara maju. Lambat namun pasti pendistribusian kemakmuran berjalan secara significant.

Kapitalisme , sosialis , komunis , semua bicara tentang pasar bebas. Manakah yang tepat untuk sebuah peradaban ? Tidak ada yang tepat bila itu menjadi universal. System dibangun haruslah berdasarkan budaya yang hidup ditengah masyarakat. Karena masyarakat adalah kumpulan orang yang tidak bisa menghindari socio culture dari lingkungannya. Inilah yang harus dipahami oleh kita semua bila tidak ingin kebijakan tidak applicable dengan kebutuhan masyarakat. Mengenal masyarakat adalah kunci berhasilnya sebuah kebijakan publik. Kini produk import membanjir pasar ditengah masyarakat yang lemah bersaing, lemah berproduksi dan akhirnya tak berdaya dan siap menjadi penonton dan jongos dari kekuatan kapitalisme. Lantas untuk apa sebuah kemerdekaan harus dibayar dengan darah dan airmata.

No comments:

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...