Thursday, April 20, 2006

Berubah

“Sebuah perubahan sangat diperlukan kalau kita ingin bergerak kedepan”. Benarkah ? kemana kita bergerak ? Dari dulu ketika kemerdekaan kita perjuangkan dengan jiwa dan raga , kita yakin kita ingin berubah. Era socialis pilihan kita untuk berubah. Akhirnya kita bosan menanti perubahan mimpi socialist. Era baru , harapan baru pun dijemput untuk menggantikan era lama. Ada koreksi tentang pilihan menjadi era baru menggantikan era lama. Tapi 32 tahun Era Baru berlangsung , kitapun merasa tidak pernah bergerak, apalagi berubah. Lantas perubahan apa yang kita inginkan sebenarnya ? Inilah Reformasi. Para pemikir cerdik pandai membayangkan keindahan hidup di Washinton atau di London menimbulkan inspirasi perlunya demokrasi.

Hampir sepuluh tahun reformasi berlangsung. Dimanakah perubahan itu ? ada sedikit perubahan dibandingkan era baru ; Di desa sudah jarang ada Posyandu untuk hadirnya kerumunan orang butuh layanan terpadu. Puskesmas semakin rusak dan tak terurus karena para medis nya tidak cukup nyaman mengabdi dengan gaji dibawah UMR. Pabrik memperkerjakan buruh berupah murah sudah banyak yang tutup. Didesa , juga di kota sama saja. Begitu banyak wajah muram yang memadati stasiun kota yang kumuh , di terminal bus yang tak terurus atau di pasar pasar tradisional yang becek. Sebuah komunitas yang tak jauh berubah sejak para leluhur kita dibawah kolonialis asing. Akhirnya sampai titik ini, memang kita tidak berubah sama sekali.

Sesulit itukah harga sebuah perubahan yang kita idamkan dalam mimpi siang dan malam? Suatu perubahan dari terjajah menjadi merdeka lahir dan batin. Bebas dan berkeadilan, komunitas makmur sejahtera. Memang tidak ada yang mudah dalam hidup tapi impossible nothing selagi ada kemauan. Apalagi negeri ini mempunyai semua untuk menjadi bangsa besar , makmur sejahtera. Allah telah memberikan segala yang kita perlukan untuk itu. Lantas apanya yang sulit ? Yang sulit adalah memulai gerakan pembaharuan dalam bahasa yang sama , satu komando , satu tujuan. Inilah yang sulit dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai kini. Akibatnya nikmat Allah berupa tanah yang subur dan kaya hanya menjadi fitnah dan rebutan orang asing.

Rumah besar bernama Indonesia membutuhkan kepala rumah tangga atau pemimpin yang mampu memaksa semua anggota keluarga mendengar satu ungkapan dan pilihan tentang “ kebersamaan “. Tapi satu ungkapan dan pilihan ini harus datang dari pemimpin seperti Nabi Isya yang sederhana atau gagah perkasa seperti Nabi Musa atau Lembut dan bijaksana seperti Nabi Muhammad. Semua keteladanan yang meliputi dimungkinkan terbentuknya “spiritual building” untuk melahirkan inspirasi kolektive dari masyarakat untuk masyarakat. Perubahan seperti ini yang kita rindukan. Memang walau sebuah perubahan hanyalah langkah kecil namun berikutnya akan menjadi langkah besar bila dilalui dengan keyakinan, kerja keras, ulet /pantang menyerah untuk menggapai masadepan.Andai ada kemauan untuk memulai langkah baru untuk lahirnya perubahan sejati kerah yang benar maka tentu kita akan sampai pada tujuan yang sebenarnya.

Memang langkah yang benar untuk berubah tidaklah semudah seperti menghapus subsidi dan menjual global Bond untuk menopang APBN yang bolong daripada menasionalisasi Migas. Tidaklah semudah memberikan izin import seluas mungkin untuk memenuhi pasar dalam negeri daripada memacu produksi dalam negeri.. Tidaklah semudah mengizinkan asing masuk untuk melakukan apa saja investasi demi menjadikan kita sebagai buruh atau jongos dari pada memacu kemandirian rakyat. Semua harus diperjuangkan dan memang tidak mudah. Karena begitulah fitrah kita sebagai manusia untuk tunduk akan sunatullah. Dalam Alquran , Allah Swt berfirman “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk sorga, padahal belum datang kepada kamu (cobaan) sebagaimana halnya orang orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka, dan kesengsaraan serta digoncangkan ( dengan bermacam macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang orang yang beriman bersamanya “ Kapankah datangnya pertolongan Allah Swt ? Ingatlah pertolongan Allah Swt itu sangat dekat ( QS Al Baqarah (2): 214).

Dari ayat tersebut kita memahami , bahwa yang dimaksud “sorga” dapat berarti luas. Ia dapat berupa kebahagiaan dan kemakmuran didunia. Untuk mendapatkan “sorga” tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Semua itu haruslah diperjuangkan dengan menghadapi berbagai cobaan dan resiko yang pasti untuk mendapatkan “sorga” itu tadi. Sedemikian beratnya cobaan yang harus dihadapi untuk mendapatkan sorga, sampai deri mulut seorang Rasul pun keluar kalimat “ Kapankah datangnya pertolongan Allah ? tetapi Allah menegaskan bahwa pertolongan Nya amatlah dekat.

Berbagai regulasi yang dikeluarkan di era reformasi membuka tabir yang selama ini dianggap sebagai mitos tentang teori konspirasi antara asing ( barat dan AS ) dan elite penguasa untuk mengexploitasi sumber daya Indonesia demi kepentingan kapitalisme Asing. Kini terbukti sudah bahwa itu semua bukan mitos. Padahal Alquran sudah mengingatkan kita jauh sebelum ini kita buktikan. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Al-Baqarah: 120).
Berubahlah agar pertolongan Allah datang. Lawanlah musuh yang pasti itu. Caranya perkuatlah barisan dengan langkah yang sama untuk menghadapi musuh bersama.

Tidak ada musuh terbesar dalam hidup ini melainkan diri kita sendiri. Tundukanlah diri kita dengan melawan hawa nafsu dan meningkatkan kepekaan nurani kita untuk berbuat demi cinta dan kasih sayang. Maka setelah itu akan menjadikan diri kita manusia unggul dalam lindungan Allah untuk melawan segala kezoliman. Keseharian kita adalah kebersamaan dan gotong royong untuk melawan ketidak adilan dari system apapun , dimanapun, dalam bentuk apapun.

No comments:

Pria minang...

  Orang tua saya mengingatkan saya, “ Kalau hanya sekedar makan untuk mu dan keluargamu, monyet di hutan juga begitu.” Kata orang tua saya. ...