Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan literasi, mereka sangat mudah diyakinkan pihak luar untuk membuat kebijakan yang justru merugikan negara. Kadang membuat saya geleng geleng kepala. Ada Permen dibuat setiap bulan ganti. Bahkan Tax Amnesty mau diadakan lagi untuk ketiga kalinya. Ketahuan banget, saat membuat aturan itu mereka tidak paham esensi yang hendak dicapai.
Kadang hal sederhana saja mereka tidak pahami. Misal, udah jelas IUP itu diberikan kepada Perusahaan atas dasar tender offer atau lelang. Dalam lelang itu harus jelas kapasitas dan kapabilitasnya sebagai investor dan kontraktor. Hanya yang qualified yang bisa dapat IUP. Eh entah mengapa, muncul ide tanpa lelang. Kepres memberikan IUP dengan cara tunjuk aja. Kebetulan yang dapat fasilitas tanpa lelang itu adalah Ormas besar. Padahal esensi IUP itu adalah produktifitas dan efisiensi ekstraksi, bukan bagi bagi konsesi.
Kita eksportir batubara nomor 1 dunia, tetapi bursa batubara ada di Singapore dan Shanghai. Kita penghasil CPO terbesar dunia, tetapi bursa CPO ada di Singapore dan Malaysia. Itu artinya kita memang tidak paham arsitektur bisnis SDA. Mengapa ? kalau kita punya control atas bursa batubara, CPO, nikel, kita bisa tahu pasti kapasitas ekstraksi yang bisa membuat negara untung tanpa harus mengekploitasi SDA berlebihan.
Kalau bursa ada pada kita, otomatis trader akan berdatangan ke Indonesia. Nah financial iklusi bisa berkembang meningkatkan likuiditas dalam negeri. Kita akan jadi hub financial center untuk komoditas strategis. Yang tentu mendorong terjadi beragam peluang untuk tumbuhnya Industri downstream dalam negeri.
Kita adalah buyer pangan nomor lima terbesar di dunia. Mengapa kita tidak bangun ekositem pangan lewat bursa komoditas pangan , yang kita create sendiri? Kalau kita punya ekosistem bisnis pangan, Pelabuhan laut kita di Sulawesi, Lombok dan Sumatera bisa jadi Hub logistic berkelas dunia. Itu akan jadi magnit datangnya teknologi pertanian dan modal. Karena sumber daya lahan kita luas sekali dan posisi geographi kita sangat staregis di asia pacific.
Sudah tahu bahwa daya beli masyarakat drop. Apa pasal? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia menurun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang jatuh ke kelompok ekonomi yang lebih rendah atau jatuh ke kelas miskin. Padahal kita semua tahu, yang menggerakan ekonomi domestic (dagang dan jasa ) adalah konsumsi kelas menengah. Tetapi anehnya engga ada sense of crisis walau index PMI kontraksi karenanya. Sibuk bela diri dengan retorika.
Implkasi hampir 10 juta orang kelas menengah jadi miskin, itu sangat significant terhadap drop nya daya beli masyarakat. Sementara kita tahu bahwa lebih 50% sumbangan PDB itu adalah konsumsi rumah tangga. Dan pemerintah tetap saja naikan PPN 12%. Ditambah lagi tidak ada upaya serius memberantas Judol dan Pinjol yang jelas berperan melemahkan daya beli. Ini membuktikan kebijakan tidak holistic dan tidak berorientasi pertumbuhan ekonomi berkualitas.
Kini yang membuat kita miris. Orang terkaya di Indonesia, itu dari batubara. Orang muda terkaya di Indonesia, juga dari batubara. Dari 10 pemilik private jet swasta, 8 pengusaha tambang. Tapi perusahaan holding mereka terdaftar di Singapore. Anehnya, tidak ada keberanian menetapkan pajak kekayaan 10% kepada mereka. Inggris saja lakukan itu untuk mengatasi defisit anggaran. Apakah sebegitu bodohnya pemerintah, bila SDA itu tidak berdampak luas terjadinya transformasi ekonomi yang berkeadilan. Malah negara terjebak hutang gigantic. Lucunya pemerintah selalu punya alasan namun itu tidak mengubah apapun bagi kepentingan nasional.
***
Kalau dilihat dari neraca perdagangan antara Indonesia dengan China, sebenarnya kita lebih besar ketergantungan dengan China.. Sejak tahun 2014 neraca dagang kita rata rata defisit dengan China. Hanyaa tahun 2023 kita sedikit surplus karena kenaikan harga komodititas batubara dan nikel.
MIsal tahun 2024 sampai oktober Indonesia ekspor non migas ke China sebesar USD 48 miliar atau 24% dari total ekspor non migas. Nah bagaimana dengan Ekspor China atau barang impor China masuk ke Indonesia ? pada tahun 2024 saja mencapai USD 58 miliar ( sampai oktober ) atau 36% dari total barang impor non migas kita. Bayangkan hampir ¼ total ekspor non migas kita ke China. Lebih 1/3 dari total impor berasal dari China. Kalau boleh dianalogikan kita sudah seperti salah satu provinsi di China. Hidup mati kita tergantung China.
Apa saja yang kita impor dari China? Sebagian besar produk Industri berupa barang modal seperti Mesin. Alat elektronik seperti Hape, EV, TV, AC. Tentu juga spare part. Produk pertanian seperti bawang putih dan buah buahan, bahkan ikan beku. Tentu ada juga barang lain namun kecil porsinya, seperti pakaian, tekstil, peniti, jarum.
Lucunya China Impor sebagian besar bahan baku berupa produk setengah jadi dari nikel, aluminium, timah dari Indonesia, termasuk batubara untuk pembangkit listrik. Dari itu, China bisa ekspor bukan hanya ke Indonesia tetapi kebanyak negara dan itu, menghidupi banyak pabrik di China yang menampung jutaan Angkatan kerja. Sementara kita hanya kebagian buruh berupah murah dan kerusakan lingkungan.
Surplus perdagangan China tahun 2024 oktober mencapai USD 785 miliar triliun. Ekspor china dalam 10 bulan pertama 2024 mencapai USD2,926 triliun. Adapun impornya mencapai USD2,141 triliun. Jadi, persentase ekspor China ke Indonesia hanya 2% dari total ekspor dan impor hanya 2% dari total impor.
Apa artinya ? Dalam hal perdagangan, kita tidak begitu penting bagi China. Andaikan kita ban China, Yang pasti rugi kita. China sih engga ada masalah. Nah atas dasar data ini makanya posisi tawar kita sangat lemah di hadapan China. Apalagi China kreditur terbesar ketiga di Indonesia. Masih percaya elite kita punya kompetensi?
Dan mau gimana lagi ? memang pejabat tidak paham membaca data dan kurang literasi. Mengapa ? Problemnya karena politik lewat demokrasi langsung mudah terkontaminasi toxin money politik, tidak memungkinkan tampil nya elite yang punya kompetensi kelas dunia dan visioner atas dasar nation interest. Ditambah lagi mayoritas pemilih memang low grade IQ nya.
Penutup.
Sejak bayi dan sampai tumbuh menua hingga mati, kita tidak bisa menghindari pajak. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Kena pajak. Pergi keluar rumah dengan kendaraan. Itu BBM ada pajak PPN. Taksi ada pajak PPN. Makan di restoran kena pajak F&B. Belanja rokok di minimarket kena cukai dan PPN. Bahkan pergi ke café atau restoran, kena pajak juga. Beli kain untuk membungkus mayat, kena pajak.
Bukan hanya pajak tetapi ada lagi yang harus dibayar. Apa itu ? bunga. Walau kita tidak berhutang. Tetapi proses produksi itu terjadi karena hutang bank. Produsen harus bayar bunga. Pedagang juga berhutang untuk stok. Bunga itu dibebankan kepada harga pokok dan harga jual. Kita membelinya sekaligus bayar bunga produsen dan pedagang. Sementara karena negara juga mencetak uang lewat SBN, kitapun harus membayarnya dengan terdepresiasinya kurs.
Mengapa ? Uang sebagai alat membayar barang dan jasa, adalah liabilities. Lewat pajak, dan bunga, kita mengongkosi system, agar ekosistem uang bekerja dengan beres. Tentu kita sebagai rakyat tidak perlu kecewa dengan mekanisme kehidupan yang by design dirancang sebagai kreditur dan debitur dalam system ekonomi. Esensinya karena rakyat lah uang itu menjadi mesin ekonomi menggerakan produksi dan konsumsi. Tentu tidak mudah memahami ini kecuali dengan kaca mata hati dan iman.
Makanya sangat mantiko kalau ada oknum pejabat berlaku seperti feodal atau raja atau dinasti sementara kompetensinya, baik dari segi akhlak maupun pengetahuan global dalam memakmurkan rakyat sangat rendah. Mengapa? Kekuasaan itu adalah cobaan terberat bagi manusia yang beriman. Ia adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Karena ia berdiri diatas pengorbanan orang banyak dan harapan. Jadi tahu dirilah, bekerja keraslah dan cerdaslah sebagai pejabat. Rendah hatilah.
Bagaimanapun ini masalalu. Kedepan, saya berharap YMP Prabowo memahami ini dan bersikap jelas agar bisa segera rasionalisasi pejabat. Sehingga kita bisa punya pejabat yang punya kompetensi tinggi dalam menyelesaikan masalah dan menghadapi ketidak pastian ekonomi global.