“ Jokowi bilang bahwa Indonesia memiliki peluang besar menjadi salah satu negara ekonomi terkuat ke-4 atau ke-5 di dunia pada tahun 2045. Apa kuncinya ? Jokowi yakin pengembangan ekonomi syariah akan membawa Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terkuat di dunia.” Kata teman, yang mengutip pidato Jokowi dari media digital. Mengapa Jokowi cenderung ke Islam belakangan ini ? katanya. Saya katakan dari dulu pemimpin kita adalah pemeluk agama islam. Berkali kali terjadi chaos negeri ini namun selalu dapat diselesaikan dengan damai. Itu karena pemimpinnya menerapkan ajaran islam dengan benar.
Perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dimotori oleh kaum terpelajar Islam. Bukan hanya Kolonial Belanda yang di tentang mereka, termasuk mental feodal kaum bangsawan juga ditentang mereka. Tapi mengapa sekarang ini seakan Islam terbelah ? katanya. “ Islam itu satu dan tidak akan terbelah. Hanya mungkin terjadi perbedaan pandangan. Perbedaan metodelogi cara berjuang dalam politik. Maklum karena Islam tidak punya platform yang baku soal politik. Dalam hal idiologi, bisa saja Islam lebih banyak kesesuaian dengan sosialis, komunis , nasionalis, monarkhi seperti di Brunei atau di Arab. Tentu bukan berarti Islam sama dengan idiologi. Islam adalah ajaran tentang tauhid dan akhlak. Islam tidak mengajarkan politik tetapi islam menanamkan akhlak yang baik untuk orang bisa berpolitik. Mengapa ? Islam adalah sebuah kompleks luas tujuan bersama yang bergerak sepanjang masa, didorong oleh semangat meninggikan kalimat Allah untuk Kebaikan, Kebenaran dan Keadilan. Makanya diperlukan kecerdasasan politik untuk mencapai tujuan bersama itu.
Kemerdekaan kita sekarang lahir dari tiga gerakan pemikiran yang hebat. Satu, gerakan Darul Islam oleh seorang Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Yang sampai sekarang basis pengikutnya masih kuat di Aceh, Sulawesi, Jawa Barat. Kedua, gerakan Komunis oleh pemikiran seorang Samaoen, Musso. Yang kini ajarannya dinyatakan terlarang oleh UU. Ketiga. Nasionalisme dari pemikiran seorang Soekarno. Tetapi ketiga gerakan ini ter-inspirasi dari gerakan Sarekat Islam dari seorang HOS Tjokroaminoto. Sementara Tjokroaminoto sendiri terinspirasi oleh paham pembaharuan islam dari KH Ahmad Dahlan ( Pendiri Muhammadiah) dan Kh Hashim Ashari ( pendiri NU). Bahwa Islam bukan hanya urusan ritual tapi juga harus bertanggung jawab melakukan perubahan politik untuk tegaknya kalimah Allah.
Sejarah mencatat, jejak pemikiran sampai Indonesia merdeka itu lahir dari tokoh yang pernah tinggal dalam satu rumah. Disebuah rumah di kota Surabaya yang kini dikenal Jalan Peneleh VII No. 29, Kecamatan Genteng. Empat orang pria muda ngekos di rumah ini. Pemilik rumah bukan orang biasa. Ia dalah tokoh pergerakan yang paling populer di era Kolonial Belanda. Ia adalah intelektual Islam dan ketua Sarekat Islam yang beranggota 2,5 juta orang. Tokoh itu bernama Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto atau yang biasa disebut dengan Tjokroaminoto Sementara pemuda yang ngekos itu bukan orang kaya. Mereka dari keluarga miskin. Mereka menempati bagian belakang rumah disekat menjadi 10 kamar kecil-kecil untuk tempat kos. Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mereka.
Diantara pemuda yang ngekos itu adalah Sukarno, Alimin, Musso, Suherman Kartosuwiryo, dan Soemaoen. Yang paling beruntung Muso dan Alimin karena mereka datang lebih awal. Sehingga menempati kamar yang agak luas. Sementara Soekarno yang datang belakangan tinggal diatas loteng yang sempit tanpa cahaya. Selama ngekos itu mereka sering mendengar diskusi antara Tjokro dengan tokoh nasional seperti KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Ashari, KH Mas Mansyur. Dari diskusi ini para pemuda itu tahu bagaimana menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat. Mereka belajar tentang bentuk-bentuk modern pergerakan seperti pengorganisasian massa dan perlunya menulis di media. Mereka juga belajar bagaimana berorasi mempengaruhi massa dari atas panggung. Setiap hari diantara mereka sering terlibat diskusi cerdas. Tentu mereka terinspirasi dari keluasan berpikir seorang Cokroaminoto, dan para tokoh yang ada ketika itu.
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Semua pemuda yang ngekos itu mendapatkan posisi istimewa bagi Tjokro. Mereka pemuda Cerdas dan bersemanat. Namun masing masing pemuda itu berbeda potensinya. Tjokro tahu betul itu. Misal, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo muda mulai tertarik pada dunia pergerakan saat bersekolah di Nederlandsch Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di Surabaya pada 1923. Kartosoewirjo terjun ke politik, bergabung dengan Jong Java dan kemudian Jong Islamieten Bond. Walau basis gerakannya islam namun yang memotivasinya masuk dalam dunia politik adalah pamannya Marco Kartodikromo, yang beraliran kiri dan sosialisme. Kartosuwiryo jadikan asisten pribadi oleh Tjokro karena kecerdasannya.
Samaoen
Ketika ngekos di rumah Tjokro usianya masih 14 tahun. Dia bekerja di perusahaan kereta Belanda. Dia terpengaruh dengan gerakan yang sedang di pimpin oleh Tjokro. Namun setahun tinggal di rumah Tjokro dia termotivasi oleh Henk Sneevliet tokoh komunis asal Belanda, membuat dia bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) cabang Surabaya. Karena sibuk dalam pergerakan, dia terpaksa berhenti kerja di perusahan kereta dan pindah ke Semarang. Tiga tahun di Semarang atau tahun 1918, dia menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI).
Belakangan dia bersama-sama dengan Alimin, Darsono, Musso, mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. SI tidak mempermasalahkan paham komunis itu menjadi alat berpolitik mencapai tujuan. Namun belakangan hubungan mereka dengan SI jadi renggang. Karena perbedaan metodelogi mencapai tujuan. SI lebih memilih jalan intelektual karena begitu islam mengajarkan cara berjuang. Sementara Komunis memilih jalan revolusi dengan aksi perang kelas. Pada 23 Mei 1920, Semaoen bersama Musso mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya. Setelah Indonesi merdeka. PKI di pimpin oleh Musso.
Soekarno.
Sukarno dilahirkan pada 6 Juni 1901 di Surabaya, agama Islam bukan sudut pandang utamanya terhadap dunia. Karena,ayahnya Raden Sukemi Sastrodihardjo, seorang guru, bukan penganut agama yang taat. Ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai yang masuk Islam setelah menikah dengan Sukemi.Juga bukan penganut agama yang luas. Perkenalan Sukarno dengan Islam bermula setelah ia tamat dari sekolah Europese Lagera School di Mojokerto pada 1915. Ia kemudian memperoleh kesempatan melanjutkan studinya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya. Saat itu, Raden Soekemi menitipkan sang anak kepada kawannya Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.
Kendati berteman dekat, Tjokroaminoto dan ayah Sukarno, Raden Soekemi Sosrodihardjo sedianya memiliki perbedaan strata sosial. Soekemi tetap memercayakan anaknya mengingat ketokohan Tjokro yang saat itu ternama sebagai orator ulung dan pemimpin Sarekat Islam (SI).Di Surabaya, Sukarno mulai ikut dalam pergerakan Islam dan lebih mengenal Islam melalui ceramah-ceramah pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan. Perkenalannya dengan KH Ahmad Dahlan ketika yang bersangkutan berceramah di dekat rumah Tjokroaminoto. Sukarno menuturkan, ia saat itu sedemikian terpukau dengan ceramah-ceramah KH Ahmad Dahlan. Setelah itu, setiap Dahlan berceramah, ia selalu ikut.
Bung Karno juga mengagumi kemampuan politik praktis dari Tjokroaminoto. Tjokro memang dikenal dengan kemampuannya berpidato, menulis, dan menggerakkan massa. Sebaliknya, Tjokoaminoto juga menyadari jiwa kepemimpinan Sukarno. Ia bahkan berani menaruh harapan terhadap Bung Karno untuk melanjutkan kepemimpinannya di SI. Tjokro juga mengizinkan Sukarno menikahi putrinya, Utari. Dari rumah di Gang Peneleh itu, Sukarno kemudian mengenal sejumlah tokoh SI, seperti Abdul Muis dan Haji Agus Salim. Dari Agus Salim, yang memang memiliki penguasaan Bahasa Arab, Sukarno juga mendalami Islam. Pembelajarannya terhadap Islam juga ditunjang diskusi dan bacaan.
Sukarno pun berkawan akrab dengan pelajar seumurannya, di antaranya Semaun, Kartosuwiryo, Alimin, Darsono dan Musso yang juga tinggal di rumah Tjokroaminoto. Selama tinggal di Gang Peneleh, para pelajar muda itu belajar tentang organisasi, politik, pidato, orasi, hingga pendalaman berbagai pemikiran, baik Islam maupun bukan Islam. Kesadarannya Sukarno tentang Islam kemudian berkembang sejalan dengan kesadaran terhadap sikap antikolonialisme. "Peran Tjokroaminoto dalam kesadaran ini jelas, yakni mengader para pelajar cerdas sebagai calon pemimpin masa depan. Dalam mengader, Tjokroaminoto tetap mengutamakan sentuhan Islam sebagaimana perannya sebagai tokoh SI.
Saat itu, SI terbilang sebagai organisasi yang paling tegas menyuarakan antipenjajahan. Sebelum berganti nama menjadi SI pada 1911, organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada 1905. SDI adalah organisasi massa pertama Indonesia yang didirikan pada zaman kolonial. Salah satu tujuan pendiriannya, yakni melawan politik Belanda yang memberi keleluasaan terhadap pedagang asing. Hal ini memengaruhi semangat Islam yang menurut Sukarno sebagai sikap yang antikolonialisme dan penindasan. Sukarno dan rekan-rekannya saat itu telah bergabung sebagai kader muda SI. Di organisasi berbasis massa tersebut, Sukarno mengasah kemampuan berpolitik. Selama masa dewasa awal inilah, jiwa nasionalismenya semakin terbentuk.
Selain bergabung di SI, Sukarno muda juga tercatat aktif menulis di harian Oetoesan Hindia yang dikelola Tjokroaminoto. Kedekatannya dengan tokoh SI kembali terjalin ketika dia melanjutkan pendidikan di Technische Hoogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada 1921. Semasa tinggal di rumah Tjokroaminoto, Sukarno muda bersentuhan pula dengan teori Marxisme di HBS Surabaya melalui gurunya C Hartogh. Sukarno juga aktif mengunjungi perpustakaan Freemason, tempat ayahnya berorganisasi. Di perpustakaan itu, Sukarno banyak membaca buku filosofi, nasionalisme, Marxisme, dan Leninisme. Sukarno yang tergerak oleh Marxisme sempat mendaftarkan diri ke Indische Social-Democratische Vereeninging (ISDV) yang didirikan pada 1914. Semaun, rekan satu kos Sukarno yang kemudian dikenal sebagai pendiri Partai Komunis Indonesia (PKI) setelah Serikat Islam pecah, juga anggota ISDV.
Kian kemari, Sukarno sempat makin kuat kecenderungan komunis dan sosialisnya. Ia dirayu merengkuh internasionalisme yang dikampanyekan tokoh sosialis A Baars. Beruntung saat itu, Sukarno disadarkan tokoh SI, Abdul Muis, untuk kembali meyakini nasionalisme. Nasib Republik Indonesia bisa sangat berbeda bila Sukarno kebablasan meyakini internasionalisme saat itu. Kedekatannya dengan tokoh SI kembali terjalin ketika dia melanjutkan pendidikan di Technische Hoogeschool (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada 1921. Di Bandung, Sukarno tinggal di rumah Haji Sanusi yang merupakan pengurus SI Bandung. Selama kuliah teknik sipil, dia mengenal tokoh lain, seperti dr Tjiptomangunkusumo, Douwes Dekker, Muhammad Natsir, dan Ahmad Hassan. Dua nama terakhir merupakan tokoh Islam yang sering berseberangan ide dengan Sukarno.
Baik Hassan maupun Natsir sama-sama bercita-cita mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan syariat Islam. Sementara itu, bagi Sukarno perihal agama dan negara sebaiknya dipisahkan. Pemikiran Sukarno ini terpengaruh ide modernisme Turki oleh Mustafa Kemal Pasha. Pandangan ini kemudian membuat Sukarno disebut sebagai kalangan Islam nasionalis. Bisa dikatakan juga pemikirannya lebih sekuler. Meskipun sering berseberangan pandangan dengan para ulama, hubungan Sukarno dengan mereka tetap baik. Salah satu contoh adalah hubungannya dengan HAMKA.
Bagaimanapun, sejarah mencatat masa-masa perkenalan Sukarno dengan SI dan Islam adalah masa-masa krusial yang membentuk cara pikir Sukarno. Ia menguatkan tekad sang proklamator soal nasionalisme Indonesia. Tekad yang digenggam erat Sukarno sepanjang hidupnya, tekad yang pada akhirnya berujung kemerdekaan. Dari Tjokro lah Soekarno memahami hakikat islam. Bahwa agama Islam adalah agama yang mengajarkan ide demokrasi, agama Islam merupakan dasar pokok bagi pendidikan moral dan intelektual, pemerintahan Hindia-Belanda tidak perlu campur tangan dalam bidang agama dan hendaknya tidak membuat diskriminasi antara agama-agama, serta rakyat perlu diberi kesempatan berpartisipasi dalam politik. Ide kemerdekaan dan keislaman tersebut disampaikan persis saat Sukarno mula-mula berkenalan dengan Tjokro. Di Peneleh, pada malam hari, Sukarno dan anak-anak muda yang menumpang berdebat dengan Tjokro soal politik dan perjuangan bangsa melawan penjajahan Belanda. Cara berpikir Tjokro itulah yang membuat anak murid nya punya pandangan berbeda cara mencapai kemerdekaan. Namun hakikatnya sama , yaitu melawan kezoliman kolonial Belanda
***
Perjuangan mengusir penjajah sudah berlangsung ratusan tahun namun selalu gagal menghadapi Belanda yang luasnya ba’ negeri liliput disembarang Benua bila di bandingkan luasnya Indonesia. Mengapa ? Karena perlawanan dengan phisik bukan dengan pikiran. Barulah setelah muncul Sarekat Islam, metodologi perjuangan tidak lagi kepentingan wilayah, agama, ras tetapi lebih universal. Apa itu? kebaikan, kebanaran dan keadilan. Lahirnya sarekat Islam terinspirasi oleh pemuda pelajar yang sekolah ke Makkah. Ia adalah KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH Hashim Ashary, pendiri NU. Kedua tokoh ini kebetulan berguru kepada orang yang sama yaitu Syaikh Ahmad Khathib Al-Minangkabawi Rahimahullah. Ia adalah seorang ulama Indonesia asal Minangkabau. Ia lahir di Koto Tuo, Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat, yang ketika itu menjadi imam besar di Arab.
Walau kedua tokoh KH Ahmad Dahlan dan KH Hashim Ashary tidak terlibat langsung dalam politik menentang kolonial namun pemikiran mereka membuka cakrawala baru bagi kaum pergerakan Islam. Islam harus tampil bukan untuk merebut kekuasan mendirikan kerajaan seperti kesultan yang sudah ada di nusantara tetapi menegakan keadilan, kebanaran dan kebaikan. Politik hanya alat untuk mencapai itu. Dari cakrawala ini lahirlah semangat meninggikan kalimah Allah. Munculnya paham sosialis, komunis , nasionalis dikalangan kaum terpelajar Islam dalam Sarekat Islam, tidak dianggap sebagai melanggar aqidah. Karena itu hanya metodeloginya mencapai tujuan politik.
Makanya engga aneh bila HOS Tjokroaminoto bisa punya murid dibawah Sarekat Islam yang punya pandangan berbeda mencapai tujuannya. Soekarno memilih paham nasionalis. Karto Suwiryo memilih Negara Islam. Samaoen dan Musso memilih komunis. Padahal guru politik mereka sama. Ketika membentuk Dasar negera , KH Hasyim Ashari tampil menjadi katalisator semua golongan dan pandangan dengan memberikan dukungan kepada Soekarno tentang ide Pancasila. Dimana negara Indonesia itu diawali oleh Tuhan dengan tujuan akhirnya adalah keadilan sosial. Indonesia bukan komunis, bukan sosialis, bukan nasionalis, bukan kapitalis tapi bisa saja semuanya asalkan tidak bertentangan dengan nilai nilai agama. Nah namanya adalah Pancasila. Ia adalah hakikat Tuhan, dimana semua agama punya pandangan sama. Bagi Islam Pancasila adalah alat untuk tercapainya tujuan meninggikan kalimah Allah untuk kebaikan, kebenaran dan keadilan.
Namun setelah Indonesia merdeka, Kartosuwiryo dan musso menolak konsep Pancasila itu dengan melakukan pemberontakan. Kartosuwiryo membentuk apa yang disebut dengan DII/TII dan Musso bersama PKI melakukan pemberontakan di Madiun. Dan oleh Soekarno dihadapi dengan keras. Kedua sahabatnya yang pernah ngekos di rumah guru mereka akhirnya di hukum mati. Saya bisa merasakan suasan batin Soekarno ketika memerintahkan pasukan Siliwangi menangkap Kartosuwiryo dan memerintahkan Sudirman melumpuhkan pemberontakan PKI dibawah pimpinan Musso tahun 1948. Namun Soekarno harus menerima kenyataan bahwa amanah Pancasila harus dijaga, karena itu konsesus yang direstui kaum ulama yang tidak berpolitik.
Ini juga pelajaran bahwa Kartosuwiryo ingin keluar dari Pancasila dengan mendirikan negera Islam di Aceh, Jawa barat dan Sulawesi. Ini paradox dengan fitrah Indonesia dan eksistensi Islam. Muso ingin keluar dari Pancasila dengan PKI nya. Kedua nya berhasil dibungkam oleh Soekarno. Kemudian Soekarno mencoba membangun front nasional yaitu nasakom. Nasionalis-agama- komunis. Ini juga paradox dengan Indonesia yang pluralis. Kartosuwiryo kalah karena Paradox dalam berjuang, Musso juga dan kesalahan ini di tiru juga oleh Soekarno dengan membentuk Nasakom. Padahal Pancasila itu menghilangkan Sekat idiologi dan agama, satu untuk semua. Dan Pancasila itu sebetulnya paswords : rahmatan lilalamin. Rahmat bagi semua. Itu pesan Tuhan. Apa ada yang sehebat Tuhan YME? Dan akhirnya Soekarno di jatuhkan oleh Soeharto. Belakangan Soeharto menjadikan Pancasila sebagai alat membungkam hak demokrasi rakyat. Ini juga paradox dengan Pancasila. Akhirya Soeharto di jatuhkan oleh gerakan reformasi.
Untuk kepentingan menjaga amanah Pancasila, negeri ini sudah teruji. Siapapun itu, entah golongan agama atau sekuler yang ingin menghancurkan NKRI dan merubah Pancasila akan selalu gagal. Karena selalu ada pemimpin yang tampil berani menjaga Pancasila. Jadi, siapapun, jangan pernah coba coba melakukan aksi inkonstitusional untuk mencapai tujuannya. Pasti gagal ! Mengapa ? Allah tidak ridho. paham bahwa kekuatan Indonesia itu ada pada Umat islam yang mayoritas. Mereka harus dijadikan kekuatan real lewat pendidikan akhlak dan SDM serta gerakan ekonomi umat. Jokowi yang berlatar belakang pengusaha, dan Ma’ruf Amin yang ulama, adalah pasangan ideal untuk mewujudkan itu. Tentu mereka belajar dari sejarah, bahwa Pancasila harus dibela sampai mati. Ini amanah Allah.Ini juga pelajaran bahwa Kartosuwiryo ingin keluar dari Pancasila dengan mendirikan negera Islam di Aceh, Jawa barat dan Sulawesi. Ini paradox dengan fitrah Indonesia dan eksistensi Islam. Muso ingin keluar dari Pancasila dengan PKI nya. Kedua nya berhasil dibungkam oleh Soekarno. Kemudian Soekarno mencoba membangun front nasional yaitu nasakom. Nasionalis-agama- komunis. Ini juga paradox dengan Indonesia yang pluralis. Kartosuwiryo kalah karena Paradox dalam berjuang, Musso juga dan kesalahan ini di tiru juga oleh Soekarno dengan membentuk Nasakom. Padahal Pancasila itu menghilangkan Sekat idiologi dan agama, satu untuk semua. Dan Pancasila itu sebetulnya paswords : rahmatan lilalamin. Rahmat bagi semua. Itu pesan Tuhan. Apa ada yang sehebat Tuhan YME? Dan akhirnya Soekarno di jatuhkan oleh Soeharto. Belakangan Soeharto menjadikan Pancasila sebagai alat membungkam hak demokrasi rakyat. Ini juga paradox dengan Pancasila. Akhirya Soeharto di jatuhkan oleh gerakan reformasi.