“ Kemungkinan Jokowi menang itu sangat besar namun tidak mudah mencapainya.” kata teman. Saya terdiam. Dia mulai membuat analisa politik berdasarkan survey kepada orang orang terdekatnya. Menurutnya baik kalangan TNI, ASN, sebagian besar tidak suka dengan Jokowi. Banyak kalangan kampus juga tidak suka. Tetapi yang menarik adalah semua alasan tidak suka Jokowi itu bukan karena Jokowi KKN. Bukan. Tetapi alasan klasik. Banyak rakyat miskin. Pengangguran terjadi dimana mana. Harga pada naik. Pelayanan kesehatan tidak becus. Hutang menumpuk. Korupsi semakin banyak. Partai pengusung nya beraliran kiri. Target pembangun tidak tercapai. Demikian singkatnya apa yang dikeluhkannya terhadap Jokowi. Yang menarik teman ini bukan orang biasa. Dia termasuk pejabat. Pendidikannya tinggi. Kehidupannya mapan.
Semua tahu bahwa sistem negara ini tidak akan berubah. Saya tahu mereka sadar itu. Tetapi mengapa di Era Jokowi pembangunan itu dapat dirasakan langsung oleh rakyat namun oleh sebagian orang itu disangkal dan oleh sebagian rakyat diakui sebagai kegagalan Jokowi ? Sehingga muncul jargon sederhana yang langsung masuk kedalam otak rakyat kecil “ rakyat tidak butuh infrastrutkur tetapi butuh makan. “ Padahal dana infrastruktur itu bukan dari APBN tetapi hutang korporat dalam skema B2B. Artinya andaikan tidak ada pembangunan infrastruktur tetap saja tidak akan ada perbedaan dengan presiden sebelumnya. Rakyat tetap miskin. Nah dengan adanya pembangunan infrastruktur, rakyat punya hope. Infrastruktur akan melahirkan efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi wilayah. Tetapi ini tidak bisa dipahami dengan mudah oleh rakyat yang sudah terhipnotis dengan janji populis.
Dalam pergaulan saya dikalangan atas, memang saya merasa orang asing diantara mereka. Karena saya termasuk segelintir orang yang memilih Jokowi. Saya tidak mau berdebat dengan mereka. Karena persepsi mereka sudah terbentuk. Mereka sudah punya sikap politik. Tetapi yang menarik adalah para mereka yang kaya dan mapan karena jabatannya, karena bisnis rentenya, karena culasnya, kini mendadak peduli kepada rakyat kecil. Peduli kepada soal hutang negara. Peduli kepada jaminan sosial. Padahal sebelum era Jokowi kalau saya bicara soal keadilan karena bisnis rente yang merugikan rakyat. Karena kebun sawit yang meminggirkan rakyat. Karena tambang yang memperkaya orang kota. Karena penguasaan lahan yang gigantik, justru saya diketawain mereka.” Kita butuh orang miskin agar pemimpin dihormati dan diharapkan. Dan kita bisa terus pesta diatas retorika populis.” demikian kata mereka.
Jokowi kemarin mengatakan bahwa kemenangannya tidak akan diatas 60% tetapi dibawah itu. Ini berbeda dengan keyakinannya beberapa bulan lalu yang berharap menang diatas 60%. Kantong suara dari partai koalisi yang tadinya diharapkan memberikan tambahan suara kepada Jokowi ternyata tidak. Para koalisi Jokowi yang tadinya tahun 2014 ada di kubu PS, kini faktanya tetap bersama PS secara politik diakar rumput. Itu satu jawaban pada akhirnya memang politik yang melahirkan pesta tanpa jeda menguras Sumber daya selalu diharapkan kembali datang. Kemenangan Jokowi adalah mimpi buruk bagi elite politik dan birokrasi culas termasuk para pengusaha rente. Jokwoi sadar bahwa lawannya sekarang bukan hanya PS tetapi sama dengan lawannya di tahun 2014. Yaitu mereka yang inginkan statusquo dan tak ingin adanya perubahan yang lebih baik. Tidak ingin bisnis rente tergantikan dengan bisnis kreatif dan berdaya saing. Tidak ingin birokrasi berubah menjadi meritokrasi. Tidak ingin keadilan sosial bagi rakyat.
Saya berdialog dengan supir taksi yang mengantar saya ke rumah dari Bandara “ Saya tidak ragu untuk selalu ada bersama Jokowi. Jokowi lahir dari rakyat kecil. Dia bukan keturunan bangsawan. Bukan jenderal. Bukan profesor. Bukan ulama. Dia hadir karena Tuhan. Terbukti selama kekuasaanya dia tidak KKN. Kehidupan keluarganya sangat harmonis. Taat beragama. Selalu dekat ke rakyat. Mencari rezeki mudah asalkan mau kerja keras. Mereka yang ingin mengalahkan Jokowi dengan kebohongan dan fitnah sebetulnya mereka berperang dengan Tuhan. Karena kekuasaan itu dari Tuhan. Maka Tuhan lah sebagai penentu. Sebagai orang beriman, saya percaya itu.” Kata supir taksi itu. Saya tersenyum dan diingatkan akan pesan spiritual dalam pemilu kali ini. Saya harus percaya kepada Tuhan. Kini saatnya keimanan saya diuji.
Dia memang kurus
Karena dia tidak memanjakan diri
Hidupnya lurus
Selalu memberi
Dia memang kurus.
Tapi kokoh ditengah elit yang tak becus.
Bekerja keras, rakyat di urus.
Tak goyah ditengah badai tetap focus.
Kamu maki dia tetap berdiri
Kamu puji dia tetap berdiri
Tak akan kamu lihat mengeluh karana makian
Dan tak akan kamu lihat dia bangga karana pujian.
Mengapa?
Dia tampil karena kehendak Tuhan
Karena doa rakyat sekalian.
Agar budaya diterapkan, agama tegak
Hidup sejahtera diatas akhlak.
Dia tidak lemah
Namun tetap ramah
Kepada rakyat dia mengabdi
Dengan penuh kerendahan hati.