Sunday, February 17, 2019

Elitis?


Saya termasuk orang yang dekat dengan gerakan agama. Hampir semua petinggi aktifis islam dari partai sampai ormas saya kenal. Dulu era SBY saya aktif berdiskusi dengan mereka. Namun dari pergaulan itu saya sampai pada kesimpulan bahwa perjuangan mereka tidak untuk kepentingan islam tetapi untuk kepentingan elite saja. Dokrin yang harus diterima bahwa pimpinan tidak boleh disalahkan. Harus patuh kepada pemimpin. Tafsir para elite itu adalah sama dengan firman Tuhan. Engga boleh di debat. PKS, HTI , dan lainnya sama saja.  Sangking elitis nya, hubungan antara umat dengan tokoh organisasi dipuji seperti setengah dewa. Namun anehnya bila bicara dengan para elite nya, selalu berujung kepada bagaimana dapat duit.  Idea apapun yang mudah mendatangkan uang, mereka akan terima. Selalu dengan alasan untuk umat.

Saya percaya bahwa orang seperti saya ini banyak di Indonesia. Terutama generasi setingkat saya dan juga generasi setelah saya yang dewasa di era reformasi sangat paham situasi politik nasional. Bahwa yang membuat indonesia gagal menjadi negara besar dan selalu jalan terseok karena mental elitis ini. Semakin tinggi jabatan seseorang semakin sulit di jangkau oleh rakyat. Mereka hanya ada ketika menjelang pemilu saja. Pernah teman sebagai pengurus HKTI tingkat daerah yang menjemput PS di Bandara , bilang bahwa hanya untuk ke toilet saja PS harus minta di pesankan kamar hotel. Ada juga pemuka agama yang kalau berkunjung ke daerah harus di sediakan kamar hotel berbintang dan lengkap dengan tiket pulang pergi business class. Pejabat dari pusat juga sama. Kalau berkunjung keluar negeri lebih banyak wisata daripada kunjungan kerja.

Tahun 2014 saya memilih Jokowi. Mengapa ? ketika itu saya lihat semua partai yang hidup dari patron dan primodial bergabung kepada PS-Hatta. Teman saya orang partai pernah mengatakan bahwa Jokowi akan mudah di kalahkan. Alasannya dukungan ulama dan ormas besar ada pada kubu Prabowo-Hatta. PDIP akan sulit mengembangkan strategi di akar rumput berhadapan dengan barisan Partai yang di dukung ormas islam besar. Sangat sulit berhadapan dengan Golkar yang punya akar rumput tersebar di seluruh Indonesia. Apalagi Jokowi adalah pendatang baru dalam politik nasional. Bukan pula elite partai PDIP. Dia hanya kader partai di level kota. Saya bilang mungkin saja Jokowi kalah tetapi itu adalah pilihan saya. Tetapi ini berkaitan dengan sikap saya.  Bahwa saya muak dengan mental elitis. Muak dengan orang yang selalu merasa paling benar.

Akhirnya Jokowi menang. Unggul hanya berjarak kurang lebih 6% dari Prabowo-Hatta. Ini kemenangan fenomenal. Mengapa ? karena kemenangan demokrasi. Kekuatan yang didukung oleh partron dan primodial dapat dikalahkan oleh kuatan massa mengambang. Massa dari generasi seperti saya dan generasi setelah saya. Mereka yang tidak berharap apapun dengan janji politik Jokowi ketika kampanye. Karena mereka sadar bahwa Jokowi akan menjadi presiden dalam sebuah sistem yang tidak akan berubah. Mereka memilih Jokowi hanya inginkan perubahan mental kepemimpinan yang tidak lagi bersifat elitis. Pemimpin yang dekat ke rakyat. Responsip terhadap situasi.  Dan konsisten melawan KKN. Ya mereka yang memilih Jokowi hanya berharap perubahan mental kepemimpinan nasional.

Selama Jokowi berkuasa, dia telah membuktikan pemimpin sesuai dengan harapan pemilihnya. Keseharian Jokowi tetap rendah hati. Dekat kepada rakyat dan tidak sulit ditemui dan di sapa. Jokowi mendatangi rakyat dengan pakain sederhana. Dia tidak pernah marah bila kebijakan nya dipertanyakan. Tidak merasa rendah bila harus mengkoreksi kebijakannya. Bahkan ada kebijakan menteri yang tidak sesuai kehendak rakyat dia intervensi. Sangat responsip sekali.  Tetapi sikap responsip ini menjadi bulan bulanan para elite politik oposisi yang masih punya paradigma pemimpin tidak boleh salah dan tidak boleh keliru. Namun bagi pemilih Jokowi itu adalah credit point terhebat yang dimiliki Jokowi. Karena mereka tahu Jokowi tidak intevensi proses hukum. 

Saya yakin 53,15%  pemilih Jokowi di tahun 2014 tidak akan berpindah pilihan. Suara Jokowi akan bertambah dari kalangan milenial yang sudah merasakan dampak dari pembangunan yang kini sudah dirasakan oleh rakyat. Kekuatan sejati Jokowi ada pada cebonger yang tidak berharap harga sembako murah atau apalah. Mereka hanya inginkan perubahan yang lebih baik untuk indonesia lebih baik. Akan ada penambahan suara diatas 10 %. Makanya mencapai kemenangan 70% suara tidak sulit bagi Jokowi. Resiko politik sangat rendah menghadang kemenangan cebonger ini. Mengapa ?Partai pendukung Jokowi adalah partai yang berbasis ormas besar. Ormas besar juga mendukung Jokowi. TNI merasa puas dengan kepemimpinan Jokowi. Jadi tidak mungkin ada Tsunami politik yang bisa merekayasa kekalahan Jokowi. Dan lagi Elite politik maupun agama sama saja. Hanya ingin hidup senang. Engga mau mereka chaos. 

1 comment:

Jazzy said...

Mudah-mudahan jika Beliau terpilih lagi nanti, Beliau dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pelanggaran HAM.

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...