Untuk menjawab hal tersebut diatas mungkin kita harus kembali menelaah siapa diri kita sebenarnya. Pada manusia itu terdiri dari Ruh, Nafsu, JIwa dan Raga. Ruh berisi tentang blue print /hakikat kita sebagai manusia yang bermuara kepada cinta dan kasih sayang . Karena Ruh bersumber dari Dzat Allah. Tapi disebelah lain ada juga Hawa Nafsu yang juga adalah Dzat Allah. Sifat dan sikap Nafsu selalu ingin copy paste terhadap eksistensi Ruh. Bila Ruh bersifat berkuasa, berkehendak dan segala sifat agung Allah maka nafsu juga sama. Hanya yang membedakn nafsu dan Ruh adalah soal kualitas.
Ruh hanya hak Allah. Suci tak tersentuh oleh pengaruh dari luar. Sementara nafsu dapat dimasuki oleh pengaruh external yang merupakan mahakarya dari Iblis. Apa Mahakarya Iblis itu ? Tipu daya dengan memanfaatkan kelemahan materi kita sebagai manusia yang terisolasi oleh ruang dan waktu. Semua informasi tentang Ruh dipelesetkan oleh Iblis untuk memanjakan jiwa kita namun menipu. Nafsu itu dapat dengan mudah berlaku seperti Ruh, yang akhirnya justru kekuasaan menimbulkan korup, kehendak menimbulkan kerakusan ? Mengapa sifat “berkuasa” tidak menimbulkan kasih sayang, mengapa sifat "berkehendak" tidak menimbulkan sifat tawadhu dan sabar? Dan berbagai sifat maha agung Ruh menjadi hablur ketika sampai kepada nafsu.Padahal sifat Ruh selalu kepada kasih sayang. Justru hal inilah yang tidak ada pada nafsu. Mengapa ?
Ternyata nafsu berperan besar mempengaruhi Jiwa bersikap. Jiwa berada dipersimpangan jalan antara Ruh dan Nafsu. Memang mikrokosmos berupa sel, jaringan sel, organ sampai raga digerakan oleh Ruh. Namun pusat komando ini berasal dari otak manusia untuk mensikronkan kerja indra, organ dalam maupun luar tubuh. Dibalik otak inilah jiwa kita bersemayam. Apa yang kita pikirkan dan kemudian timbul inisiatif untuk begerak tegantung dari jiwa kita sendiri. Allah memberikan hak inisiatif kepada jiwa untuk itu. Itulah sebabnya Allah mengirim Rasul dan menurunkan AL-Qur’an sebagai tuntunan , agar jiwa cerdas menentukan jalan yang benar.
Nutrisi raga kita adalah makanan. Semakin sehat yang kita makan semakin sehat pula tubuh kita.Begitupula sebaliknya.Nutrisi jiwa adalah informasi. Semakin sehat informasi yang diterima maka semakin sehat jiwa kita. Begitupula sebaliknya. Bila informasi hukum dan ekonomi serta pengetahuan kita dapat dari pemikiran sekuler maka jiwa kita akan bersikap sekuler (individualistis, hedonis, materialistis ). Bila informasi itu kita dapat dari AL Quran dan Hadith maka jiwa kita akan bersikap seperti Rasul. Orang yang setiap hari mendapatkan informasi dan terus berulang ulang maka akan mendorong jiwanya memaknai seperti apa yang diinginkan oleh informasi tersebut.Inilah hakikat "jiwa"
Jadi bila kini gema informasi Anti Korupsi lewat berbagai media terus berkembang maka ini adalah berkah tak terhingga dari Allah untuk bangsa kita. Hal ini sebelumnya tak pernah terjadi. Dari maraknya kemarahan orang banyak tentang korupsi maka sebetulnya ini adalah genderang perang secara terbuka melawan nafsu. Khususnya jiwa sekuler sedang diperangi leh jiwa religius. Kita bisa berharap semoga bagi jiwanya yang sudah dikuasai oleh Nafsu dapat disadarkan untuk berkiblat pada Ruh. Pada saat itulah jiwa akan berangsur angsur mulai menghadap kepada Ruh. Maka Al-Qur”an dan Hadith mulai dilirik untuk memperterbal khasanah pengetahuan agar hak inisiaptif jiwa hanya bermuara kepada cinta dan kasih sayang untuk lahirnya kebaikan, kebenaran dan keadilan disini. Semoga...