Sebenarnya pada tahun 1980an Malaysia belajar industry electronic dari Indonesia. Saat itu industry electronic Indonesia sudah sangat maju dibandingkan Malaysia. Mereka belajar bagaimana mengembangkan industry elektronik. Dari sana mereka paham bahwa kata kuncinya adalah investasi pada SDM dan Riset. Saat itu kita sudah punya BPPT yang boleh dikatakan strategis bagi Soeharto. Dan tidak sedikit mahasiswa yang dikirim oleh BPPT untuk sekolah di Luar negeri. Ini program beasiswa by design sesuai dengan target industry yang hendak dicapai pemerintah.
Malaysia melihat semua kemajuan industry elektronik Indonesia. Tetapi itu semua negara. Mana rakyatnya? Tidak ada konglomerat yang bermain. Oh penyebabnya, karena ambisi Indonesia ingin masuk ke industry high tech. Malaysia tahu diri. Mereka pendatang baru dalam segala hal. Karena sebelumnya mereka mengadalkan pada tambang timah, minyak dan pertanian. Mereka tidak akan masuk ke High tech. Tapi menempuh jalan tengah dalam industrialisasi. Yaitu sebagai pemasok global atau supply chain global.
Sejak 25 tahun lalu Malaysia focus kepada supply chain electronic dengan mengembangkan industry E&E ( electric and electronic ). Mengapa ? Komponen elektronik berfungsi sebagai komponen penting dalam berbagai perangkat listrik dan elektronik, yang meliputi elektronik konsumen, elektronik industri, dan peralatan listrik. Subsektor ini memainkan peran penting dalam perluasan industri E&E, yang mencakup berbagai macam produk.
Meliputi perangkat semikonduktor seperti sirkuit terpadu (IC) dan desainnya, serta aktivitas pengemasan, subsektor ini meluas ke komponen pasif termasuk kapasitor, resistor, konektor, dan induktor. Selain itu, subsektor ini mencakup komponen seperti media penyimpanan, komponen disk drive, papan sirkuit cetak (PCB), substrat LED, epitaksi, mikrokontroler, dan berbagai komponen logam dan plastik yang dirancang khusus untuk aplikasi E&E. Proyek yang disetujui adalah untuk fabrikasi wafer, perangkat semikonduktor, sirkuit terpadu,papan sirkuit cetak (PCB), dan sensor.
Malaysia focus kesana dalam membangun industrinya. Mereka yakin dengan jalan tengah ini. Karena mereka bisa memanfaatkan lingkungan strategis atas keunggulan China, Taiwan, Korea , Singapore dalam bidang R&D high-tech. Malaysia, menawarkan keunggulan akan tersediannya SDM yang berkualitas, proses perizinan yang mudah, infrastrukur logistic dan zona industry yang berkelas dunia. Proses ini dikawal dengan ketat oleh pemerintah agar tidak terjadi deviasi.
Berlalunya waktu, awalnya hanya segelintir pemain saja. Diantara nya National Semiconductor (sekarang Texas Instruments), Intel Malaysia, Hewlett-Packard (sekarang Agilent), Advanced Micro Devices (AMD), Bosch, Clarion, Litronix (sekarang Osram) dan Hitachi (sekarang Renesas). Industri yang matang ini terus tumbuh dengan adopsi teknologi baru, inovatif, dan canggih. Setelah itu pemain kelas dunia berdatangan, seperti Microsoft membangun fasilitas infrastruktur cloud dan AI. Google, Apple dan lain lain.
Malaysia saat ini merupakan pemain utama di pasar E&E yang berkembang pesat, yang tujuan ekspor utamanya meliputi Singapura, Hong Kong, AS, RRC, Jepang, dan Eropa. Para juara industri lokal beroperasi bersama perusahaan multinasional (MNC) dari AS, Jepang, China, Taiwan, Korea, dan sejumlah negara Eropa, yang memproduksi produk mulai dari perangkat semikonduktor hingga elektronik konsumen dan industri.
Tahun lalu Sektor E&E menyumbang sekitar 5,8% dari PDB. Malaysia dikenal sebagai eksportir semikonduktor terbesar keenam dunia Menguasai 13% pasar global untuk pengemasan, perakitan, dan pengujian semikonduktor. 40% ekspor Malaysia dari Semikonduktor. Tahun ini akan dibangun Kawasan ekonomi khusus seluas 3700 hektar di Jurong. Kerjasama antara Malaysia dan Singapore. Ini Kawasan khusus E&E. Singapore memanfaatkan supply chain dan tenaga kerja dari Malaysia. Sementara Malaysia mendapat dukungan market dan modal dari Singapore. 5000 proyek siap bergabung pada kawasan ini.
Apa hikmah yang bisa kita ambil dari kemajuan Malaysia? Sejak 30 tahun lalu pemimpin Malaysia memang serius dan focus melakukan transformasi ekonomi dari SDA ke industry. Mereka tidak terlena dengan SDA yang ada. Tentu tidak mudah. Proses itu dikawal dengan visi besar pemimpinya dan konsisten berinvestasi pada SDM. Karena mindset mereka adalah industry, maka pra-syarat negara industry adalah hukum yang solid dan law enforcement jalan. Dan didukung system demokrasi yang bermartabat. Mantan PM dari Partai paling berkuasa bisa dijadikan pesakitan. Itu fakta bahwa kekuatan politik Malaysia memang mendukung penegakan hukum dan demokrasi.
Yang jadi masalah Indonesia, sejak era Soeharto kita sudah punya landasan kuat pembangunan industry. Namun setelah reformasi semua itu dihancurkan begitu saja. Era Soeharto, kontribusi industry terhadap PDB mencapai 30%. Tahun 2023 hanya 18,67%. Artinya berlalunya waktu kita mengalami deindustrialisasi. Mengapa? Berangsur angsur system negara kita dikudeta oleh oligarki yang berfocus kepada rente SDA dan industry ekstraksi yang rendah serapan tenaga kerja dan nilai tambahnya. Negara kehilangan visi nation interest karena tedistorsi oleh state capture dan mind corruption.
Dari cerita diatas bagaimanapun rakyat Malaysia bersyukur tidak menjadi bagian dari NKRI. Kalaulah dulu Soekarno berhasil dengan program ganyang Malaysia, mungkin nasip rakyat Malaysia akan sama dengan rakyat Sumatera atau Pulau Bintan atau Kalimantan. SDA dijarah, rakyat tetap miskin.
No comments:
Post a Comment