Aku mengenalnya di situasi tidak direncanakan. Kali pertama bertemu di Kereta dari pejalanan Hong Kong- Shenzhen. Aku beranikan diri menegurnya karena dia sedang membaca novel berhasa inggris. Aku memang seperti orang linglung di China tanpa bisa bahasa mandarin. Ada orang China yang kutemui sedang membaca novel berbahasa inggris. itu seperti musafir yang kehausan menemukan oase di tengan gurun. Setidaknya aku bisa berkomunikasi dan kalau bisa berteman dengan dia. Ini berkah bagi sang kelana sepertiku di negeri orang. itulah yang patut kamu ketahui kekonyolanku saat kali pertama menginjakan kaki di China tahun 2004.
Setelah bertemu di Kereta, aku lupa tanya nomor telpnya dan dia pun tidak minta nomor telp ku. Tapi berselang sebulan kemudian, Tuhan pertemukan aku lagi dengan dia di sebuah cafe di kawasan central Hong Kong. Sejak itu kami jadi akrab. Aku tahu namanya Wenny. Dia bekerja pada perusahaan investasi di Shanghai. Wanita bersuami dan ibu dari satu anak. Apa peduliku dengan statusnya. Aku hanya butuh dia menjadi tongkatku selama awal awal berbisnis di China. Karena aku tidak punya sedara atau kenalan yang bisa menuntunku dalam hijrah ini.
Selama dia membantuku, aku selalu membayarnya. Tidak gaji tapi setiap dia mengenalkan networking untuk melancarkan bisnisku, pasti setelah itu aku serahkan amplop uang untuk dia. Tapi dia terus menolak pemberianku. Akupun maklum. Tapi sebenarnya bagiku itu sinyal agar aku harus lebih waspada. Mengapa? wanita kadang cerdas dan hebat menaklukan pria. Mereka bisa saja bersabar sampai mereka menguasai potensi pria dan akhirnya menguasai hati pria untuk ditaklukan. Aku datang ke China tidak untuk jadi pecundang. Aku sangat hati hati menjaga hubunganku dengan dia. Terutama aku tidak boleh percaya bahwa dia tulus.
Setelah setahun di China aku belum juga berhasil ekspor. Bisnis maklon menghadapi kendala. Terutama dari segi pabrikan dan keharusan menyediakan sample barang sebelum teken kontrak dengan buyer. Uang bekal yang gua bawa dari jakarta sudah habis. Aku tidak tahu kemana harus minta tolong. Pulang tidak mungkin. Itu sama saja aku kalah. Entah kenapa aku beranikan berhutang kepada dia. Uang tabungan untuk persiapan biaya kuliah anaknya ke luar negeri dia serahkan kepadaku. Setelah itu aku bisa berhasil melakukan ekspor dan terus berlanjut. Utang kepada dia aku bayar tak lebih 3 bulan. Tapi dia menolak aku kembalikan uang itu. Dia sempat menangis sebelum pergi.
2 tahun berbisnis di China aku sudah sukses mendapatkan laba diatas USD 5 juta. Dan karena kesibukan, aku sudah jarang bertemu dengan dia. Satu saat aku dapat telp dari dia. Bahwa dia sudah bercerai dengan suaminya karena dikejar debt collector. Dia terpaksa berhutang untuk biaya berobat ibunya. Diapun terpaksa berhenti kerja. Aku sempat termenung. Namun alarm mengingatkanku bahwa dia sedang menagih uangnya dan mungkin lebih banyak yang akan dimintanya. Aku harus temui dia. Aku tidak bisa lari.
Aku akan bayar berapapun yang dia minta dan closed file. Aku tidak mau dibebani hutang budi, yang tak mungkin aku beri lebih banyak dari yang dia harapkan. Aku pria beristri dan ayah dari dua anakku. Mereka ikhlaskan aku hijrah untuk berbisnis bukan untuk senang senang. “ Aku tidak minta kamu kasihani aku dan keluar cash menyelesaikan masalahku. Aku sudah senang karena kamu sudah sukses. “ Katanya menolak pemberian uang dariku. Padahal jumlah nya 10 kali dari uang yang pernah aku pinjam dua tahun lalu
“ Aku hanya mengabarkan keadaanku, bahwa aku tidak lagi bisa membantumu. Karena aku akan pulang ke kampung membawa anakku untuk tinggal bersama ibuku. Setelah itu, aku akan berkerja apa saja di Shanghai untuk membayar utangku. “Kata Wenny. Aku masih beranggapan dia sedang bersiasat menguasai perasaanku. Tapi aku tidak peduli. Ya udah. Karena dia menolak uang dariku, ya aku tidak bisa paksa. Dan tinggalkan dia.
8 bulan kemudian aku hampir melupakannya. Tapi entah mengapa aku merasa tetap berhutang kepada dia. Aku telp dia dan berjanji besok pagi akan ke Shanghai menemuinya. Dia beri tahu tempat kerjanya. Keesokannya aku dapati dia berkerja sebagai front officer perusahaan travel agent. Dari balik kaca aku lihat dia bekerja. Hampir 1 jam aku dia diam perhatikan dia dari luar. Entah mengapa aku luluh. Tidak nampak sama sekali dia bersiasat dalam hubungannya dengaku. Aku sempat berlinang air mata ketika dia makan siang dibalik loket kasir sambil jongkok. Itu makan siang yang dia bawa dari rumah. Tidak dibelinya. Dia tidak percaya ketika melihatku sudah di depannya.
“ B, “ katanya terkejut berusaha berdiri. Aku mengangkat bahunya.” Wen, kita ke Hong Kong sekarang! Kataku tarik tangannya. Dia sempat berpikir berusaha menahan tarikan tanganku. “ Lupakan kerja di sini. Mari ke hong kong. Ikut aku” Kataku. Dia patuh saja.
Di Hong Kong aku sewakan apartement dan beri dia modal start up bisnis shadow banking. Aku akan jadi mentor dia. “ B, kamu sahabatku.” Katanya menolak uang dariku untuk melunasi hutangnya. “ Kamu beri aku peluang bisnis dan juga modal, itu beban yang sangat berat bagiku. Tanpa nilai persahabatan engga mungkin kamu percaya beri aku modal dan peluang” katanya. “ Aku akan kerja keras di perusahaan yang baru kamu dirikan ini dan dari itulah caraku membayar utang yang aku ciptakan sendiri.” Lanjutnya.
Wenny bekerja keras siang malam. Seperti tidak ada lelahnya. 10 tahun kemudian, bisnisku dengan Wenny berkembang pesat. Bila modal awal tahun 2006 USD 200,000, tahun 2016 sudah menjadi International holding. Wenny jadi CEO. Kini aku benar benar menyesal berprasangka buruk dari awal kepadanya. Tapi mau gimana lagi. Aku harus survival di negeri orang dan itu mengharuskan aku terus waspada. Kalau melihat kejujuran dan loyalitas nya selama ini, membuat aku terus merasa bersalah dan berhutang dengan dia…
Hikmah cerita : Ketulusan itu bukan dengan kata kata tetapi bagaimana kita bersikap dan berbuat tanpa syarat. Ya, melepaskan segala sesuatu yang kita miliki, yang pada waktu bersamaan kita sangat membutuhkannya. Dari Wenny saya belajar tentang ketulusan. Memang tidak mudah..
No comments:
Post a Comment