Friday, April 07, 2023

Kelemahan kita adalah logika kita.

 



Logika itu berkaitan dengan hukum kausalitas. Kausalitas itu mengekor kepada hukum aksi dan reaksi atau hukum alam. Artinya setiap perbuatan selalu diawali karena reaksi. Tanpa reaksi tidak ada aksi. Perbuatan ditempatkan sebagai ekses dari respon yang ada. Kalau anda belajar filsafat itu dasar hukumnya. Dan semua tahu induk dari ilmu pengertahuan adalah filsafat ( mater scientiarum). Yang tidak berinduk kepada filsafat dianggap irasional.


Sejak muda saya belajar ilmu agama. Saya pelajari ilmu syariat dan fikih tapi saya tidak menemukan Jalan ke Tuhan. Malah membuat saya merasa bodoh dan lemah. Logika saya kuat sekali mempertanyakan banyak hal tentang syariat dan fikih. Apalagi melihat fenomena kehidupan yang terus berubah. Sementara saya tidak mau kehilangan rasa hormat kepada syariat. Saya beriman dan saya tidak bisa lepas dari fikih.  Dan karena itu saya hidup dalam keadaan terombang ambing.


Kemudian usia 30 an saya belajar ilmu tasauf. Di sini saya dipaksa mendefinisikan kembali tentang syariat dan hakikat. Awal belajar, membuat saya terjebak dalam ruang kosong. Syariat semakin menjauh dan hakikat tidak saya temukan. Ibu saya minta saya belajar dari Kitab Tasauf Modern Hamka. Saya baca lambat lambat. Akhirnya keranjingan sampai saya lumat semua buku itu.


Nah logika saya bertanya. Kalau tasawuf adalah pembersihan hati. Gimana caranya melaksanakan tasawuf itu. Bukankah marah, kecewa, sedih, nafsu rakus terhadap harta, tahta dan wanita,  takut, kawatir, itu ada pada diri manusia. Itu fitrah manusia. Bagaimana kita lepas dari itu. Bagaimana mengelolanya. Ini perlu bukti untuk membenamkan  persepsi tentang prinsip tasawuf. Kalau engga, saya akan kembali lagi ke ilmu syariat. Berputar putar lagi saya. Bingung lagi. Tapi saya terus berusaha mencari jalan ke Tuhan. Saya sempat pergi haji usia tepat 40 tahun. Itupun tidak membuat saya tercerahkan.


Mungkin karena effort dan niat saya sungguh sungguh untuk mendapatkan hikmah dalam perjalanan hidup saya. Entah kenapa. Tahun 2006 saya berangkat ke Shaolin Tempel di Hunan. Ikut program healing selama 40 hari. Saya sendiri tidak tahu mengapa saya ikut program healing ini. Selama di Klenteng itu saya tidak makan kecuali minum. Saya tetap melaksanakan sholat lima waktu. Seminggu puasa makan,  saya sudah merasa tidak tahan. Badan lemah. Tapi saya tetap bertahan. Masuk hari ke 10, saya  sudah benar benar tak ada tenaga. Tetapi para biksu itu  biasa saja. Mereka juga puasa. Kegiatan sama dengan saya. Mereka bangun setiap jam 2 pagi. Mereka meditasi. Saya sholat malam.


Masuk hari ke 20 saya sudah benar benar lemah. Sudah tak ada tenaga untuk duduk. Tetapi ada yang tegur. Saya terkejut. Siapa? dia menggunakan bahasa ibu saya.  Oh dia menggunakan bahasa telepati. “ Saya ada disamping kamu. “ Kata suara itu. Saya lirik ke samping.  “ Kamu sedang dikuasai oleh jiwa dan raga kamu. Itu sisi terlemah kamu. Padahal kekuatan kamu itu ada pada diri  kamu. Keluarlah dari dimensi itu” Lanjutnya.


“ Semua hidup ini hanya ilusi. Lapar, sakit, haus, senang, marah, kecewa, sedih, itu hanya ilusi. Buah dari permainan pikiran saja. Materi itu tidak ada. Ragamu lemah karena ia berusaha memperdaya jiwamu, agar jiwamu jadi budak ragamu. Selama jiwamu jadi budak ragamu, kamu terisolasi oleh pikiran kamu. Kamu  hidup dalam ilusi. Akan lemah selamanya. Orang lemah tidak akan menemukan kebijakan. Tidak akan menemukan jalan kepada Tuhan “ Katanya.


Kata kata itu seperti cuci otak. Membenamkan persepsi baru kepada saya.Selama seminggu saya gunakan persepsi itu bertarung melawan lapar. Akhirnya masuk hari ke 30 saya sudah tidak lemah lagi. Badan saya terasa enteng. Bahkan saya bisa melihat gerakan kupu kupu dengan slow motion. Dengan sumpit mudah saja tangkap lalat yang terbang. Pernah saya lempar daun kering ke arah pohon. Daun itu nancap kepohon.  


Nah, kalau anda mendewakan Logika, hukum kausalitas dan filasafat sebagai induk pengetahuan, Anda tidak akan percaya kalau saya bisa lempar daun kering ke pohon dan nancap. Tidak akan percaya dengan sekali gerakan sumpit bisa jepit lalat yang terbang. Tidak akan percaya air saya siram seperti silet tajamnya. Tapi itulah yang saya alami. Begitu juga orang yang llmunya tinggi lebih memilih diam ketika diajak berdebat oleh orang bodoh. Orang yang kaya memilih hidup sederhana di tengah lingkungan hedonisme


Apa hikmah yang saya dapat?. Konsepsi materi itu ada karena pengetahuan dunia, dan itu hanya berlaku saat anda terisolasi oleh ruang waktu. Yang terisolasi itu adalah pikiran. Jiwa akan mengikuti kemana pikiran kita. Tapi kalau  kita (ruh dalam dimensi sufi) lead terhadap jiwa ( captain of the soul ) maka kita sudah menjadi Shadow of God. Pengetahuan dunia kita tumbangkan. Dan kita bisa tersenyum menghadapi situasi apapun. Kita terlalu kuat untuk diperdaya dunia berserta materi dan cungkuneknya.

No comments:

HAK istri.

  Ada   ponakan yang islamnya “agak laen” dengan saya. Dia datang ke saya minta advice menceraikan istrinya ? Apakah istri kamu selingkuh da...