Friday, December 11, 2020

Makna Jihad?




Sejarahnya Jihad itu bermula ketika kerajaan Sassania (Persia) ingin menaklukan kekhalifahan Islam di Madinah. Sassania (Persia) melakukan propaganda melemahkan aqidah islam melalui agent propaganda di wiilayah kekuasaan Islam. Umar bin Khatap sebagai khalifah membalas dengan propaganda keimanan. istilah Jihad dipakainya dalam melawan propaganda bangsa Sassania. Artinya, Umar membangkitkan nilai nilai keimanan untuk tetap istiqamah dan sakaligus mengajak orang beriman menghadapi Sassania. Kalaupun perang dilakukan, itu karena perundingan perdamaian gagal. Sassania menolak berdamai. Akhirnya Perang dimenangkan pasukan Umar. Dinasti Sassania tumbang.


Setelah itu, istilah Jihad jadi populer. Terus dipakai untuk mengajak orang berperang dan mati sahid. Padahal arti jihad itu bukan  panggilan berperang. Secara etimologis “jihad” bukan berarti “perang” melainkan “ berjuang”. Kalaupun ada istilah Jihad dalam pengertian “berperang “ di  Al Quran ( Ash-Shaff: 4) , itu terkait secara eksplisit dengan membela diri. Sejarahnya, Ayat itu diturunkan ketika kaum quraisy berusaha menghapuskan islam dari muka bumi. Dalam konteks itu, tidak berlebihan untuk berpendapat bahwa pertempuran itu memiliki dimensi moral: mempertahankan diri, bukan hendak menghabisi. Samahalnya dengan fatwa Jihad dari Kh Hashim Ashari dalam menghadapi agresi militer Belanda. Itu karena Belanda mengingkari perjanjian yang mereka buat.


Itupun dengan syarat bahwa jihad itu harus dilakukan  atas dasar kepemimpinan. Perhatikan ayat  Ash-Shaff: 4. Tujuannya agar gerakan itu teratur. Satu komando. Engga bar-bar. Tetap dalam dimensi moral. Sama seperti orang sholat berjamaah. Kepemimpinan seperti apa ? Dalam kitab Mu’amalatul Hukkam, Syaikh Abdus Salam bin Barjas atas tafsir Al Quran juz 13 dari al-Imam al-Baihaqi, kitab Syu’abul Iman. Ada dialogh antara khalifah  Ali Bin abi Thalib sebagai rujukan apa yang dimaksud dengan pemimpin itu.


“ Urusan kaum muslimin tidaklah stabil tanpa ada penguasa, yang baik atau yang jahat sekalipun” Kata khalifah Ali bin Abi Thalib kepada rakyatnya.

“ Kalau penguasa yang baik kami bisa menerimanya, lalu bagaimana dengan penguasa yang jahat?”

“ Sesungguhnya (walaupun) penguasa itu jahat namun Allah subhanahu wa ta’ala tetap memerankannya sebagai pengawas keamanan di jalan-jalan dan pemimpin dalam jihad….”


Apa artinya ? tidak ada dalil yang kuat untuk berjihad memerangi penguasa yang sah dipilih oleh kehendak mayoritas rakyat. Apalagi seruan jihad itu datang dari pemimpin yang tidak sah dan hendak menjatuhkan pemimpin yang sah. Apapun alasanya menjatuhkan penguasa yang sah itu tidak ada dalam ajaran Islam. Mengapa? modharatnya lebih banyak daripada kebaikan. Itu akan menimbulkan ketidaktertiban dan menghancurkan perdamaian secara luas. Justru mengikuti dan patuh kepada penguasa yang sah adalah bagian dari jihad itu sendiri.  


Sekali penguasa yang sah dijatuhkan, walau dalilnya agama sekalipun itu justru merusak nilai agama itu sendiri. Makanya aneh saja kalau ada kelompok ormas membentuk Laskar. Laskar itu artinya pasukan tempur. Padahal sudah ada pasukan resmi dari negara yaitu TNI dan POLRI. Membentuk laskar yang tidak sah itu saja sudah perbuatan maksiat dan zolim. Apalagi menyerukan jihad kepada laskar yang tidak sah itu untuk melawan pemerintah yang sah. 

No comments:

Akhlak atau spiritual

  Apa pendapat bapak soal kenaikan pajak PPN 12 % “ tanya Lina. Peningkatan tarif PPN tujuannya tentu untuk meningkatkan penerimaan negara d...