Profil bisnis hiburan
Dulu di Era Soeharto tempat hiburan malam dikuasai oleh Keluarga Ibnu Soetowo, yang di komandani oleh Adiguna Sutowo, yang menggunakan TW , kakak beradik Cahyadi Kumala dan Haryadi Kumala. Tapi setelah era reformasi khususnya era SBY bermunculan banyak tempat hiburan yang berkelas dunia. Mengapa saya katakan berkelas dunia ? karena sudah di kelola sebagaimana layaknya industri yang melibatkan agent international penyedia wanita penghibur, agent musik dan professional dance. Tempatnyapun di design sangat mewah untuk sorga bagi pelanggan Spa, Music lounge, massage , KTV, Bar. Sekilas memang tempat ini sebagai etalage wisata malam. Tapi bukan rahasia umum bahwa tempat tempat itu juga menyediakan kamar hotel dan kamar massage yang bisa dipakai tempat execute. Nah di era Foke sebagai Gubernur dan SBY sebagai presiden, business hiburan malam nampak adem walau menyimpan api dalam sekam karena persaingan keras antar pemilik business hiburan. Yang menarik adalah datangnya pendatang baru yang tampil percaya diri di era SBY, yaitu Arief ( Cocong ). Dia dulu adalah sahabat SBY waktu SBY bertugas di Palembang. Bisnis utamanya adalah jasa EMKL, yang tentu punya koneksi hebat di kalangan pejabat bea cukai. Selama era SBY, Cocong mengembangkan bisnis hiburan dibawah bendera Malio Group, yang meliputi Stadium , Malioboro, Milles Club, Sumo, Classic, Nebula, King Cross, Level V, Exodus, Kampus, Rajamas.
Keberadaan Cocong membayangi Alexis Group yang mengelola Alexis Hotel, Play Club, Zen, Club 36, Emporium, Colosseum and 1001, Tease Club. Orang awam tahunya pemilik Alexis Group adalah Alex Tirta, tapi kalangan business tahu dibalik nama Alex Tirta adalah pemain lama dengan Godfather adalah TW. Juga di ceruk business hiburan seperti life style night bagi kalangan middle class, seperti OPCO, Ismaya, Union Group, Potato Head, MRA, Hard Rock Café, MAP , Cork and Screw , All-In, Biko, Immigrant, Rys, dimana semua berhubungan dengan miras yang berlisensi dari pemerintah, yang umumnya dikelola oleh putra putri konglomerat yang tadinya sekolah di Amerika atau Australia.
Di Era Ahok fenomena bisnis hiburan ini dipetakan dengan baik. Ahok melihat potensi PAD ada pada bisnis ini. Makanya dia tidak melarang secara ketat walau dia sering nyinyir soal bisnis ini. Itu mungkin sebagai bentuk penolakannya sebagai pribadi krisitiani yang taat. Ahok menetapkan aturan pengawasan terhadap tempat hiburan itu dengan menempatkan CCTV di tempat tersebut, dan cashier online ke database pendapatan daerah untuk memastikan tidak ada penyelewengan pajak. Kemudian menetapkan pajak hiburan setinggi tingginya.Jadi sama dengan kebijakan penjualan rokok di luar negeri .Silahkan beli tapi pajak 4 kali lipat dari harga. Kalau bandel anda harus bayar ongkos sosialnya, tapi kalau engga mau itu memang lebih baik.
Semua tahu bahwa bisnis hiburan itu berhubungan dengan lingkaran kekuasaan baik kekuatan informal maupun formal. Di Era Soeharto , upeti mengalir ke oknum petinggi TNI sebagai bentuk biaya perlindungan. Di Era SBY, biaya perlindungan diberikan bukan hanya kepada oknum TNI tapi juga Ormas. Di Era Jokowi, keadaan ini tidak berubah. Hanya saja menjadi lain, ketika group Cocong mulai ngeyel terhadap kebijakan Ahok, dan ini diketahui oleh Ahok dengan adanya banyak tekanan dari kalangan ormas dan Partai oposisi kepada Ahok. Namun bukannya Ahok berdamai malah makin gila dia. Di era Ahok sebagai Gubernur, yang ngeyel dia sikat ,seperti Stadium, Kampus, Rajamas , Milles semua berhasil ditutup oleh Ahok. Itu semua tadinya milik Malio Group, Cocong.
Sementara Group Alexis lebih bisa menerima kebijakan Ahok. Dari teman, saya tahu bahwa TW sangat takut melanggar aturan apalagi sampai berani melawan. Engga mungkin TW berani. Pernah teman saya cerita TW ancam anak buahnya kalau ketahuan bisnis narkoba dia sendiri yang akan habisi mereka setelah itu dia sendiri yang akan seret mereka ke Polisi. Dari dulu dia aman karena loyal kepada penguasa , siapapun itu penguasanya. Ketika Kampanye PILKADA DKI, Anies selalu nyindir Alexis tanpa sekalipun dia nyindir Malio Group. Karena kita tahu bahwa Malio group memang dibacking oleh Baret Merah dan Partai dari koalisi Merah Putih berserta Ormas pendukungnya. Jadi, silahkan nilai sendiri bahwa Issue soal penutupan Alexis tak lain riak dari adanya persaingan bisnis hiburan malam antar dua godfather, TW dan Cocong. Dan TW tenang saja. Engga ngaruh apapun. Dan ini berhubungan dengan uang beredar sedikitnya Rp. 60 trilun setahun. Apakah dengan uang sebanyak itu akan mudah membuat TW kalah begitu saja.? Akses politik TW lebih hebat. Contoh dia memegang kendali dan izin peredaran miras di Inddonesia dan ini tanpa dukungan luas engga mungkin bisa. Nah Mau coba?
Jaringan bisnis hiburan bekerja.
UU kita menetapkan Prostitusi itu ilegal. Sama halnya dengan judi. Itu karena falsafah negara kita adalah Pancasila. Di China baru dinyatakan ilegal prostitusi tahun 2010. Jadi sebelumnya legal. Tapi sejak China mengamendemen UUD yang menetapkan prostitusi ilegal maka sejak itupula Prostitusi dibrantas secara tegas. Law enforcement diterapkan melalui proses social engineering sehingga tahun 2013, tindakan keras tanpa kompromi terhadap kegiatan terselubung prostitusi seperti Panti pijet, Bar, Diskotik, Karaoke, di awasi ketat dan dengan jam bisnis terbatas. Di china semua tempat hiburan malam harus tutup jam 11 malam. Kini kalau kita datang ke kota kota CHina terasa perbedaannya dengan puluhan tahun lalu. Mengapa China bisa cepat menurunkan angka prostitusi ? Karena mereka paham sekali peta bisnis prostitusi.
Sebetulnya dimana saja bisnis prostitusi itu di kelola secara rumit dengan jaringan yang terorganisir tanpa ada ikatan formal. Hubungan patron dengan clients dalam bisnis prostitusi terjadi karena rasa takut. Dan pihak patron didukung secara informal oleh oknum penguasa dan ormas yang sehingga dapat dengan mudah menghukum clients. Untuk lebih jelasnya baiklah saya uraikan skema business prostitusi ini. Yang punya tempat seperti Panti Pijet, Hotel, Karaoke, hanya melaksanakan bisnis formalnya sesuai aturan. Sementara layanan seperti wanita penghibur dan minuman keras ,tidak berasal dari Pengelola tempat. Itu datang dari Agent. Anda tidak akan tahu siapa agent itu. Mereka tidak nampak di kesehariannya. Yang nampak hanya mama-san atau mami. Mamasan ini bekerja sesuai target yang ditetapkan agent.
Tugas agent adalah menjadi kapten dari para sindikat perdagangan wanita dan miras. Siapa sindikat ini ? tidak ada yang tahu. Karena sindikat ini kesehariannya nampak plamboyan seperti layaknya pengusaha sukses. Punya perusahaan resmi yang bersih. Punya keluarga yang harmonis. Ada juga aktif di kegiatan sosial dan keagamaan. Para sindikat ini bekerja dibawah perlindungan sang Ayah yang dalam dunia undercover disebut dengan Godfather. Keseharian Godfather ini sama dengan agent. Mereka terhormat dan kaya raya lewat bisnis formal. Nama mereka tidak ada dalam akta pendirian perusahaan yang mengelola tempat hiburan atau yang bersinggungan dengan bisnis hiburan. Mereka bersih. Tapi mereka mendapatkan income dari para sindikat dalam bentuk uang perindungan.
Darimana para sindikat dapat uang untuk setor kepada godfather ? ya dari para agent. Ada puluhan agent yang membawahi ratusan para mamasan. Uang mengalir deras dari mama san terus agent, terus ke sindikat dan terakhir ke godfather. Di dunia manapun tidak pernah godfather itu satu orang. Pasti ada saingan satu orang lain lagi. Tentu tujuannya agar Godfather tidak terlalu berkuasa. Oknum penguasa bermain di dua kaki, Satu mereka dukung namun dengan yang lainnya main mata. Sehingga oknum penguasa yang sebetulnya ada dibalik Godfather dapat menciptakan persaingan secara tidak langsung, dan persaingan ini tentu meningkatkan uang setoran kepada oknum penguasa. Sangking rumitnya maka Ahok tidak mau ganggu jaringan ini kecuali mereka bersinggungan dengan narkoba.
Sebagai penutup, bagimana bisnis esek esek ini menggiurkan. Contoh harga bandrol untuk wanita pemijat satu paket ( termasuk esek esek ) Rp 350.000. Harga itu dibagi untuk pengelola tempat Rp. 150.000. Untuk Mami Rp. 50.000. Untuk agent Rp. 100.000, Wanita yang punya asset dan kerja, hanya dapat Rp. 50.000. Jadi kalau engga dapat tip dari tamu, maka wanita hanya dapat Rp. 50.000. Itu kelas kambing. Kelas premium, wanita penghibur asing Rp. 2.300.000. Untuk mami Rp. 100.000. Untuk pengelola tempat sesuai tarif kamar VVIP Rp. 800.000. Untuk agent Rp. 1000.000. Dan wanita hanya kebagian Rp. 400.000. Jadi benar benar bisnis ekploitasi. Tapi semua happy. Buktinya selalu ada “barang baru “.
Dengan saya buka ini maka siapapun anda yang peduli terhadap moral maka jangan coba jadi pelanggan untuk pertama kali. Karena sekail anda mencoba maka itu akan sama dengan merokok atau narkoba. Akan ketagihan. Bagi yang sudah kecanduan maka sebaiknya ingat dan sadari bahwa aksi anda menyuburkan perbudakan dan membuat kaya “ sekelompok orang” dan oknum penguasa yang brengsek. Carilah cara kreatif menciptakan suasana mesra dengan pasangannya bila kebosanan melanda. Itu lebih bijak. Ingat bahwa keputusan sikap anda menentukan karakter anda, dan satu lagi yang harus diingat bahwa itu hanya soal kenikmatan sekian detik ketika orgasme…setelah itu moral anda ada dibawah sendal jepit.