Saturday, October 18, 2008

Hak Politik

Menjelang pemilu partai sibuk loby sana loby sini. Tujuannya adalah menggalang kekuatan dalam bentuk koalisi. Melihat kondisi ini kita bertanya tanya , mengapa harus ada koalisi? Bukankah platform politik kita adalah presidential dan bukan parlementer. Artinya, kekuatan diparlement bukanlah lawan pemerintah yang berkuasa.Parlemen harus lepas dari kepentingan partai dan hanya bekerja untuk amanah yanga didapat dari rakyat sebagai pemilihnya. Tapi , ya sebuah reformasi telah membuat system politik menjadi abu abu. Anggota parlemen benar dipilih oleh rakyat namun tetap harus menghamba kepada Partai karena hak partai untuk merecall masih dipertahankan.

Itulah sebabnya, berbagai program pemerintah dari president terplih langsung oleh rakyat menjadi sulit diterapkan bila tak mendapat dukungan dari Parlemen. Padahal tujuan parlemen bukanlah melawan kekuatan pemerintah tapi sebagai mitra pemerintah. Kita tidak mengenal oposisi. Konsep politik kita berdasarkan UUD 45 adalah gotong royong dan mencari kesepakatan berdasarkan musyawarah. Dan lagi lagi konsep ini sudah lama dibuang ke tong sampah. Yang ada adalah budaya voting. Yang terbanyak yang menang. Maka jadilah setiap pembahasan UU untuk kepentingan rakyat sebagai cara untuk mendapatkan uang. Pasal Pasal dalam RUU diperdagangkan atau menjadi bargain position untuk kepentingan golongan.

Dalam tesisnya , tentang, “Presidentialism, Multipartism, and Democracy: The Difficult Combination”, Comparative Political Studies, Scott Mainwaring telah memperingatkan bahwa sistem presi­densial yang diterapkan dalam kontrsuksi multi partai, akan melahirkan ketidakstabilan peme­rintahan dan menghasilkan presiden minoritas dan pemerintah yang terbelah. Hal ini terbukti sudah dalam system politik kita. Tapi para elite sibuk mencoba mengatisipasi kelemahan dari multipartai itu. Caranya dikeluarkan aturan tentang ambang perolehan suara di pemilu (electoral threshold) dan penerapan ambang batas perolehan kursi di parlemen (parliamentary threshold) melalui pembagian daerah pemilihan (Dapil). Ini akan mendorong terciptanya secara alamiah system multipartai yang sederhana.

Hanya masalahnya proses menuju multipartai yang sederhana itu memakan waktu lama dan biaya yang mahal. Padahal ujungnya sudah diketahui akan menimbulkan masalah bagi kekuatan politik nasional. Lantas mengapa tetap juga dijalankan?. Yang pasti, Pemilu yang akan datang tetap akan menhasilkan dua kamar kekuasaan yang saling berseteru. Walau koalisi terbentuk di parlemen untuk mendukung president maka mindset politik yang berkata “ tidak ada teman sejati, yang ada hanyalah kepentingan “maka sehebat apapun koalisi dibangun, satu saat dia akan rontok dimakan politik kepentingan. Inilah yang membuat kekuatan unity bangsa ini sangat renta dipecah belah dan akibatnya lemah sebagai bangsa yang besar untuk menjawab masalah besar yang terus berkembang dari tahun ketahun.

Kita tidak mengatakan system demokrasi ala Orde Baru lebih baik untuk menopang persatuan atau lebih buruk karena terkesan dictator atau centralistic. Juga kita tidak bisa mengatakan sytem politik ala barat dan AS lebih baik. Dan system kita sekarang sudah final. Tidak.! Apapun system yang dibangun selagi hak politik rakyat tidak menyatu dalam nafas kekuatan politik formal di parlement atau dipemerintahan maka jangan berharap potensi 200 juta lebih rakyat akan menjadi symbol kebesaran bangsa kita. Selama aspirasi koloktive rakyat tidak terbangun maka konspirasi kepentingan golongan akan terus terjadi, dalam system apapun.

Terbangunnya aspirasi koloctive hanya mungkin bila dilakukan melalui pendekatan budaya local dengan menempatkan agama sebagai tulang punggung untuk mencerahkan rakyat tentang hak haknya dibidang politik, budaya, ekonomi maupun social. Dari sinilah akan lahir kepemimpinan yang berakar dengan komunitasnya. Apapun system politik yang diterapkan , dia akan hidup dan terlindungi karena dia dalam rahmat Allah, yang pantas melegitimasi dirinya sebagai “suara rakyat adalah suara tuhan.”

Friday, October 17, 2008

"Rating"

Rating adalah peringkat untuk menentukan kelas. Dalam dunia keuangan , kelas ditentukan oleh lembaga rating. Lembaga ini punya Standard Operating Procedure untuk menentukan rating suatu surat berharga pasar uang maupun pasar modal dan saham. Semakin tinggi reputasi suatu lembaga Rating semakin dipercaya rating yang dipublikasikan. Seperti dijepang ada , Rating & Investment (R&I), Japan Credit Rating Agency (JCRA),di AS ada A.M. Best , Dun & Bradstreet, Fitch Ratings, Moody's, Standard & Poors, di Autralia ada Baycorp Advantage. Di Kanada ada Dominion Bond Ratin Service dan di Indonesia ada lembaga Pemeringkat Efek.

Kemudian istilah Rating ini juga dipakai dalam berbagai kehidupan social. Berbagai Lembaga Rating dibentuk yang berkaitan dengan Pendidikan, LSM, Acara Telivisi dan sampai kapada Homepage didunia internet. Dibidang pendidikan, lembaga rating menjadi acuan mahasiswa atau pelajar untuk memilih universitas atau sekolah yang mereka inginkan. Begitu juga dengan Acara televise, rating sangat berpengaruh bagi pemasang iklan untuk membeli jam tayangnnya. Dunia internet juga, rating akan mempengaruhi jumlah pemasang iklan. Bahkan lembaga LSM akan mudah mendapatkan simpati dan bantuan dari masyarakat apabila ratingnya tinggi.

Dalam bentuk lain, Rating juga hadir dalam bentuk publikasi dari media massa yang berbobot. Seperti di AS Majalah Forbes , Fortune , Majalah SWA di Indonesia dan Koran Kompas. Media Massa walau bukan sebagai lembaga rating resmi namun publikasi yang disampaikannya telah menjadi sebuah pengakuan dan dipercaya oleh public sebagai rating. Bahkan media massa bersama lembaga polling ikut memberikan rating bagi kandidat president untuk dipercaya oleh public. Jadi, tidak ada lagi ruang social ,ekonomi dan budaya yang dapat menghindar dari rating.

Lembaga Rating bukanlah Government Body. Ini adalah lembaga swadaya masyarakat yang dikelola oleh para intelektual disegala bidang. Idealisme tentang lembaga pemantau untuk lahirnya objectivitas agar public tidak diperdaya oleh mekanisme pasar adalah tepat untuk kehadiran rating. Disamping tentunya agar system pasar bekerja secara efisent dan efektif. Namun perjalanan waktu, kepercayaan yang begitu tinggi terhadap keberadaan lembaga rating ini telah mengakibatkan lembaga rating sebagai lembaga business oriented. Maka konspirasi antara yang mendapatkan berkah dari rating dan pemberi rating terjadi dengan apik. Publikpun ditipu . Batas moral tentang kebenaran dan kebaikan terdeviasi.

Sebuah kenyataan yang meneyedihkan adalah lembaga rating telah merendahkan legitimasi negara dihadapan public.Berbagai surat hutang negara ditentukan kepercayaannya dari lembaga rating ini. Juga telah merendahkan lembaga agama dan budaya, terbukti jauh dari rating. Lembaga rating sudah tidak lagi seratus persen melihat data fundamental. Rating diangkat dari symbol symbol materialistis. Negara yang banyak berproduksi dan berkosumsi ratingnya tinggi. Perusahaan yang banyak beriklan , ratingnya tinggi. Sekolah atau kampus yang megah, ratingnya tinggil. Tayangan TV tak bermutu , ratingnya tinggi. LSM yang rajin mengadakan jumpa pers , ratingnya tinggi. Calon president yang rajin pasang iklan , ratingnya tinggi. Semua karena rating, orang melakukan apa saja untuk mendapatkan kepercayaan dari public dan mendulang untung dari itu.

Kini, sebuah fakta terungkap dengan jelas. Lembaga Rating tidak lebih hanyalah penipu ulung. Berbagai rating berkatagori tinggi seperti AAA, AA, A, BBB yang dikeluarkan atas surat berharga , hancur karena gagal bayar. Saham ber rating "blue chip" dengan harga berlipat akhirnya terjun bebas.. LSM , yang ratingnya tinggi ternyata tidak lebih hidup dari pesanan pengusaha dan penguasa. Kampus dan sekolah yang ratingnya tinggi ternyata hanya menghasilkan gerombolan penipu di bursa dan pemerintahan. Televisi yang ratingnya tinggi ternyata hanya menghasilan acara sampah. Perusahaan yang ratingnya tinggi ternyata tempat bercokolnya orang orang penipu. Calon president yang ratingnya tinggi ternyata tidak lebih pengekor dan bukan pembaharu.

Pada akhirnya kita disadarkan bahwa krisis terjadi akibat sebuah system yang memang dari awal sudah salah. Karena semua pada akhirnya adalah kepentingan pasar yang bebas direkayasa untuk menipu. Dan kita semua tertipu dengan "rating" dan menjadi korban tanpa kita pernah menyadari itu semua, dengan terbukti kita lebih suka dengan semua yang bermerek terkenal dan tinggal ditempat high class agar rating social kita tinggi.

Tuesday, October 14, 2008

Kebodohan ?

Kebodohan itu sumber penyakit hati dan sumber segala kejahatan. Puncaknya adalah penderitaan ,keresahan ,kehinaan didunia dan akhirat. Allah mengingatkan dalam firmannya tentang orang yang hina dan bodoh karena lari dari kebenaran agama, dalam Alquran Surat Al- Furqon 44 “Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami ?. Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya. “ Dan perumpamaan tentang binatang merupakan hilangnya interlektualitas dan moral , yang tentu lebih hina dari binatang. “Sesungguhnya (makhluk) yang paling jelek di sisi Allah adalah orang yang bisu dan tuli yang tidak mau mengerti apapun (tidak mau mendengar dan memahami kebenaran).” ( QS- Al-Anfal : 22).
***
Apakah kebodohan itu hanya dimiliki oleh orang yang tak pernah masuk perguruan tinggi ? Ini kalau diajukan pertanyaan secara ilmiah maka yang berlaku ada aksioma bahwa orang bodoh karena tidak ada pendidikan. Jawaban ini sekarang menjadi tidak lagi relevan kita lulusan terbaik universitas di AS menjadi penganguran akibat perusahaan tempatnya bernaung koleps. Ini menjadi tidak lagi relevan ketika ekonom Barclay membuat ekonomi Indonesia bangkrut ditahun 1998. Ini menjadi tidak relevan bila rezim reformasi sebagai koreksi rezim orde baru limbung? Sebuah relevansi akibat kebodohan memang tidak pernah dibahas.Yang ada hanyalah excuses bahwa itu adalah hukum dari sebuah kemungkinan.

Dari berbagai asumsi yang direkayasa , para pemodal menemukan pola bermain untuk mendulang untung dari sekelompok "orang bodoh"; Para akuntan lulusan terbaik universitas berkeja untuk membuat simulasi keuangan corporate agar manarik untuk dibeli sahamnya dengan harga berapapun. Financial analysis officer bekerja dengan kehandalannya merangkai index economic growth untuk memastikan masa depan obligasi dan saham akan naik. Para lawyer bekerja dengan gigihnya merangkai settlement dari satu regulasi keregulasi lainnya agar semua follow by rule. Para banker sibuk menyiapkan berbagai product untuk mendukung asumsi. Dan terakhir negara menyaksikan semua itu dengan diam sambil tersenyum “ system berjalan dengan baik”begitu katannya. Padahal sebuah konspirasi terbentuk antara yang mengawas dan diawasi. Sehingga pasar bergerak liar seakan tanpa kendali.

Waktu berlalu dan memenggal hari. Keadaan yang direkayasa dari sekelompok orang katanya pintar itu memang berhak menndapatkan acungan jempol. Harga saham melambung, indek naik, Para akuntan, lawyer, perbankan, financial analysis mendapatkan berkah dari situasi penuh rekayasa. Pemerintahpun boleh berbangga bahwa asumsi yang dibuat terbukti sudah. Rasio ekonomi yang diwakili oleh index saham dan arus modal , rendahnya NPL dan tingginya CAR adalah bukti bahwa fundamental ekonomi kuat. Rating penguasa naik seiring naiknya ratio tersebut. Rakyat miskin terpesona kebingungan karena harga bergerak cepat meninggalkan income buruh dan petani. "Orang bodoh " berhati batu dan semakin asik terlibat menanggapinya dengan positip. Bahkan ikut terlibat dalam permainan rekayasa itu. Disinilah kebodohan terjadi secara multiflier effect. Berputar di midle class. Mengapa ? apa yang bisa diperbuat dengan asumsi bila sesuai “pesanan ?

Pesanan siapa ? Tentu dari akumulator modal ,yang memang bertujuan menjadikan “let money working for us “ sebagai cara membuat orang semakin kaya tanpa kerja keras dengan menggunakan uangnya di pasar modal dan uang. Konsep ini dibangun menjadi trend baru di era millennium. Sudah jelas visinya. Bahwa tidak ada pabrik dan pertanian harus dibangun untuk mendapatkan yield. Tidak ada. Yang ada hanyalah memancing emosi untuk terlibat dalam bsinis ilusi. Sama seperti ungkapan salah satu fund manager yang menjadi korban PHK” Andai tidak ada penguasa yang korup. Andai tidak ada pengusaha yang malas berinvestasi real. Andai tidak ada sikap follower terhadap devisa dollar. Andai tidak ada greedy dan individulisme maka tidak akan ada banjir likuidias dipasar. Tidak akan ada rekayasa financial anylisis dan financial product. Semua terjadi karena semua percaya dari sebuah illusi bahwa
let the money working for you.

Kini sebuah system kebebasan pasar yang penuh illusi menjadi makian. Para follower menjadi pecundang. Negara, Lembaga , Individu , semua yang dimanjakan oleh asumsi indah penuh illusi terjerembab. Sementara pemain modal dan akumulator modal, sebelum krisis terjadi, sudah lebih dulu berkemas dan membungkus diri dalam rekening off balance sheet. Mereka menanti untuk kembali beraksi bila semua sudah reda oleh kekuatan loyalis intelektual yang ada di parlemen dan dipemerintahan. Ada banyak pengamat ekonom loyalis dan hidup dari pesanan pemodal untuk terus meniupkan perlunya intevensi negara mengatasi krisis ini. Juga tak ketinggalan para lembaga Multilateral dibidang keuangan ikut meniupkan intervensi negara untuk kembali berhutang mengatasi krisis.

Kini tidak ada lagi hiruk pikuk tawa dan canda di financial club mewah dari para eksekutif muda dan komunitas middle class yang manja. Yang ada hanyalah menanti uluran tangan pemerintah untuk melindungi mereka dari kehancuran. Dan untuk itu kembali anggaran untuk pembangunan rakyat miskin harus dikorban lewat buy back saham yang anjlok, menggunakan dana APBN untuk mengamankan likuiditas perbankan dll.. Agar kelangsungan rezim ilusi ini tetap berjalan dalam bentuk dan cara lain. Satu fakta bahwa kebodohan yang bisa dijual dan menghasilkan yield adalah bila itu kebodohan para lulusan universitas.Walau untuk itu semakin mengikis empati kepada mereka yang miskin ilmu dan harta.

Thursday, October 09, 2008

Idiologi negara ?

Didunia kini ada tiga idiologi negara yaitu kapitalisme , Sosialisme dan Islam. Dari ketiga idiologi yang mempunyai formula yang jelas dan disepakati oleh komunitasnya adalah Kapitalisme dan Sosialisme. Sementara Islam sebagai idiologi negara masih menjadi silang sengketa diantara komunitasnya. Memang Islam membutuhkan kekuasaan yang bernama negara tapi bukan berarti menjadi negara islam ? Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al Iqtishad fil I'tiqad berkata : ?Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.?

Konsep negara dan system pemerintahan Islam sendiri memang tidak pernah ada secara kelembagaan. Ketika Nabi wafat, para sahabat sibuk untuk menentukan siapa pengganti Nabi sebagai pemimpin. Karena memang Rasul tidak pernah menentukan system suksesi sebagai model pemerintahan dan kekuasaan. Hanya ada pesan khusus bahwa apabila terjadi silang sengketa maka umat sepeninggalnya harus kembali kepada AL Quran dan Hadith. Namun dalam perjalanannya, justru itu menjadi silang sengketa tak berujung karena menyangkut pemahaman (tafsir ) yang berbeda. Islam apabila sudah dibawa dalam satu kelembagaan seperti Partai, Negara maka dia akan menjadi lembaga birokrasi sama seperti kelembagaan dalam sosialisme dan kapitalisme. Yang ada hanyalah politik kepentingan golongan yang berkuasa.

Para pejuang Islam kebanyakan terjebak dengan cara berpikir kelembagaan dan bukan ruh Islam sebagai rahmatan lilalamin. Akibatnya akan disikapi oleh musuh islam secara kelembagaan juga. Maka yang mengemuka adalah perasangka negative satu sama lain dan akibatnya menjauhkan eksistensi islam sendiri sebagai agama yang damai dan pemberi solusi menyeluruh terhadap segala aspek kehidupan manusia. Sejak berakhirnya Kehalifahan para sahabat Nabi, memang terjadi pergeseran memaknai cara berjuang meninggikan kalimat Allah itu. Islam menjadi cara untuk berkuasa dan menguasai. Kekuasaan dibangun dan akhirnya menimbulkan fitnah dan kemunafikan. Akhirnya jatuh dengan sendirinya dan menjadi catatan mengharukan sampai kini.

Sebagaimana system sosialisme yang tak pernah hentinya dikoreksi dalam perjalanan sejarahnya.Begitupula dengan system Kapitalisme. Karena kedua system ini semakin hari semakin menunjukan bukti kegagalan mencapai tujuan idealnya. Harusnya pada moment inilah pejuang islam tampil untuk mencerahkan. Tidak semua sosialisme itu buruk dan tidak pula semua kapitalisme itu jelek dan suka tidak suka keduanya hadir karena akal pemberian Allah. Tentu ada hikmah terjadinya pemahaman ini. Keduanya hanya dibutuhkan koreksi dan Islam harus tampil melakukan koreksi ini secara substantial akidah dan syariat yang ditetapkan oleh Al Quran dan hadith dan bukan justru menciptakan blok Idiologi baru yang bernama Negara Islam.

Idioliogi negara adalah cara bersiasat untuk mengurus dunia. Sama seperti pejuang mujahid dimedan tempur melawan kelompok murtad dan penguasa zalim, yang membutuhkan siasat menjadi pemenang. Soal siasat ini Nabi sendiri mengungkapkan “ soal urusan dunia kamu lebih tahu “. Namun sehebat apapun siasat perang itu maka harus tunduk kepada etika Islam. Yaitu jangan membunuh orang lemah, anak anak, wanita wanita dan jangan merusak tanaman serta tempat ibadah umat walau berbeda agama. Inilah keindahan ruh Islam yang diajarkan oleh Rasul. Semua dijabarkan secara detail dari hal terkecil cara menyuap makanan sampai soal urusan besar menyangkut negara dan melawan kezoliman.

Jadi, bagi kapitalisme dan sosialisme tidak akan kehilangan symbolnya bila kedua idiologi ini menempatkan ruh ajaran Islam sebagai dasar untuk mereformasi dirinya. Samahalnya dengan Idiologi negara kita.Pancasila tidak akan kehilangan symbol sebagai idiologi selagi dasar berpijaknya adalah Syariat Islam. Namun ternyata dalam perjalanannya Pancasila lebih memilih Sosialis ( Era Soekarno ) dan kemudian kapitalis ( Era Soeharto dan sampai sekarang ) sebagai landasannya. Sementara Islam dicurigai oleh penguasa. Muhamad Natsir pernah berkata dalam debat di konstituante tahun 1957 :''Kita berkeyakinan yang tak kunjung kering, di atas tanah dan dalam iklim Islamiyah Pancasila akan hidup subur. “ Artinya tidak ada satu silapun yang bertentangan dengan ajaran Islam. Namun yang pasti Pancasila bukanlah Islam. Karenanya perlunya dasar negara bersyariat menggunakan ajaran Islam dan tidak penting model pemerintahan dalam bentuk apapun, apakah Republik atau Monarkhi.

Natsir hanya menginginkan dasar negara adalah syariat Islam sebagaimana yang tertuang dalam piagam Jakarta, tanpa menghilangkan keberadaan Pancasila sebagai cara bersiasat mengurus negara. Itu samahalnya dengan idiologi kapitalisme dan sosialisme yang tak digugat sepanjang menerima Islam sebagai syariat dalam menegakkan aturan dalam menjalankan kekuasaan negara. Selagi paham sosialis, kapitalis dan Pancasila mengabaikan syariat Islam maka selama itupula the truth, goodness, justice menjadi subjective. Dan dunia akan selalu dalam ketidak seimbangan dan masyarakat terjebak dengan kelelahan akalnya untuk mencapai kemakmuran dan kedamainan dimuka bumi.

Islam menginginkan agama sebagai jalan hidup dan bukan sebagai lembaga. Islam tidak berjalan diatas symbol symbol kasat mata. Islam ada dihati umat dan teraktual dalam interaksinya dengan alam dan lingkungannya. Karena itupula , Islam tidak akan bertentangan dengan idiologi apapun sepanjang mengedepankan kebenaran absolute ( The truth) , kebaikan sejati ( goodness ) dan keadilan ( Justice). Hanya masalahnya kebenaran sejati ,kebaikan, dan keadilan itu bukanlah hal yang mudah hingga dapat diurai oleh tesis secular (Kapitalis dan sosialis ) yang hanya bertumpu pada akal. Ini membutuhkan pemahaman ( Keimanan dan ketakwaan ) yang dalam tentang alam ruh dan hakikat manusia tercipta. Karenanya yang menjalankannya haruslah pula orang yang memahami Islam secara utuh dan teruji keimanan dan ketakwaannya.

Yang pasti andaikan semua orang didunia ini menentang Islam dan murtad, kekuasaan Allah tidak akan berkurang. Dan tidak ada satupun manusia didunia ini (termasuk Rasul ) yang bisa memaksakan hidayah kepada hati manusia kecuali Allah. Tugas umat islam adalah teruslah berjihad meninggikan kalimat Allah sebagai syiar untuk tegaknya Islam disemua aspek kehidupan..

Wallahualam

Tuesday, October 07, 2008

Moral dan spiritual

“ We are now facing more than just a financial mess; almost every other major institution is under threat. The political system is adrift; public schools are failing; the borders are porous; the intelligence agencies are dysfunctional; the inner cities are infested with drugs and gangs; the family is broken; and millions are fleeing their churches. In most of our institutions there is poor leadership. A survey by Harvard's Center for Public Leadership revealed 77 percent of Americans believe the country faces a leadership crisis; this is prevalent across 12 different institutions and leadership groupings. In the survey, Congress, the executive branch, the business community and the media ranked in the lower echelons. Democratic capitalism is based on widespread social trust - especially, trust in leaders. Without this confidence, the whole system threatens to unravel. The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal. “ ini adalah komentar dari Jeffrey T. Kuhner is a columnist at The Washington Times sehubungan dengan adanya credit crisis dan dilanjutkan dengan bail out oleh pemerintah sebesar USD 700 billion.

Ungkapan tersebut diatas ingin menyadarkan public AS bahwa krisis terjadi harus disikapi secara fundamental terhadap akar masalah. Dana talangan tidak akan menjamin perbaikan ekonomi AS. Ini hanya mengobati rasa sakit tapi tidak menghilangkan sumber penyakit. Biang penyakit sebenarnya adalah ada pada kemorosotan moral para pemimpin AS. The solution is not more government regulation; it is moral and spiritual renewal. Saya terhenyak membaca komentar oleh kolumnis yang disegani di AS ini. Padahal sebelumnya para pemimpin AS begitu bangganya mengeksport paham kapitalisme dan demokrasi kepada seluruh dunia. Mereka memaksakan agenda demokrasi dan kapitalisme , neo liberal disemua sector tapi mereka lupa satu hal bahwa apapun ideology haruslah didukung oleh kepercayaan public terhadap pemimpinnya. Dan itu hanya mungkin bila pemimpinnya mempunyai moral spiritual yang tinggi.

Di AS para politisi berusaha menghilangkan ruang agama dalam setiap pembahasan regulasi. Kampanye hidup bebas dan individualisme telah membuat banyak gereja kosong dan bahkan ada yang dilelang. Namun , Islam tumbuh dan berkembang secara significant di AS. Kedatangan Islam di AS menjawab semua kebutuhan spiritual masyarakat AS yang mulai gamang dengan masa depannya. Lambat tapi pasti, Islam mulai menjadi agama yang diperhitungkan. Keagungan peradaban Islam tempo dulu ,kini mulai diulas oleh berbagai seminar. Spiritual Islam dan kehebatan sejarah peradaban islam , banyak digunakan oleh perusahaan Raksasa AS sebagai cara memotivasi karyawan untuk tumbuh dan berkembang ditengah arus globalisasi. Mereka sadar globalisasi bukan seperti yang kuat memakan yang lemah tapi globalisasi seperti ketika Islam menguasai dunia, dimana kemakmuran dan keadilan , perdamaian mewarnai seluruh pelosok bumi.

Sementara itu, kalangan politisi AS terus meniupkan kebencian terhadap pengaruh Islam diseluruh dunia. Bahkan negara yang mendukung kekuatan gerakan islam akan menuai kesulitan untuk memperoleh dukungan pendanaan dari lembaga multilateral. Ulah AS terhadap Afghanistan, Pakistan, Irak , Sudan adalah bukti betapa rendahnya moral politikus AS dan selama ini hanya ditonton saja oleh public AS. Namun , dengan kejatuhan wallstreet dan mega scandal dibidang keuangan, maka public AS baru sadar bahwa musuh mereka sebenarnya bukanlah Islam tapi diri mereka sendiri. Dan islam selama ini berjuang tidak lebih hanya untuk mengingatkan umat manusia agar kembali kepada hakikat diciptakan oleh Allah bahwa manusia itu harus menegakan kebajikan dengan menjujung tinggi the truth, goodness dan justice. Dan itulah moral sebenarnya yang membuat semua fondasi social kokoh sepanjang masa.

Tapi akankah ini dapat dipahami oleh para politikus AS ? Keliatannya masih jauh sebagaimana ungkapan dari Jeffrey T. Kuhner “Don't expect to hear any of this from Sen. Barack Obama or Sen. John McCain. They are our leaders, after all. “Sangat menyedihkan dan keliatannya krisis ini tidak disikapi sebagai peringatan Allah. Mereka masih meremehkan situasi…Bagaimana dengan kita ?

Friday, October 03, 2008

Perang tiada akhir

Baik dan buruk selalu bersanding dalam kehidupan ini. Inilah fitrah manusia. Melawan keburukan adalah perang tidak akhir. Nafsu yang bersemayam dalam diri kita menjadi pelengkap dari kehadiran nurani ( Basirah ). Setan menjadi pelengkap dari kehadiran malaikat yang suci. Dalam keseharian kita berjalan diatas titian yang teramat tipis. Kabaikan dan keburukan terlalu tipis jaraknya. Bagaikan rambut dibelah tujuh. Sehingga begitu banyak orang beriman dan berilmu tergelincir kepada syrik dan jatuh kelembah maksiat. Itulah sebabnya Rasul berkata agar perangilah musuh sesungguhnya. Dan itu ada pada diri kita sendiri.

Setan dan Nafsu tercipta sebagai takdir yang melengkapi perjalanan hidup kita. Nafsu, yang senantiasa mengajak kepada keburukan ( QS Yusuf (12): 53), sementara setan , piawai meyesatkan manusia ( QS Al A’raf (7) : 16-17) sehingga menjadi musuh abadi anak manusia sepanjang masa. ( QS Yusuf (12):5). Hebatnya diantara keduanya mempunyai cara berbeda untuk menjerumuskan manusia. Nafsu , keinginan tanpa batas dan tanpa kompromi. Ia diibaratkan seperti anak kecil dan tidak rasional. Dan setan mempunyai cara tersendiri untuk menyesatkan. Strategi setan penuh tipu daya. Terkesan berkompromi dan universal namun menyeret kepada kufur dan syirik. Tentu strategi itu tergantung dari tingkat keimanan manusia ( QS Al Naas (114):4-5).

Diantara strategi Setan adalah pertama , selalu membisikan bahaya kemiskinan. Akibatnya manusia menjadi kikir dan rakus tanpa empati ( QS- AL Baqarah (2): 68). Kedua, membisikan rasa tidak aman sehingga menimbulkan permusuhan dan kebencian terhadap orang lain ( AL Maidah (5) : 91). Tidak ada teman sejati , juga tidak ada musuh abadi. Yang ada hanyalah kepentingan. Tidak ada ketulusan. Ketiga , Meniupkan imaginasi atau angan angan kosong. ( QS AL Nisa (4): 120). Sehingga manusia malas bekerja keras dan beramal soleh karena terbuai oleh hayalan.

Dengan hal tersebut diatas, maka disadari bahwa manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan baik dan buruk. Itu sebabnya manusia disebut sebagai mahkluk moral. Sebagai makhluk moral manusia tidak hanya dapat berpihak pada kebenaran, tetap juga dapat terjerumus pada keburukan dan kejahatan, Firman Allah SWT “ Allah Swt, mengilhamkan kepada jiwa manusia kefasikan dan ketakwaan ( QS- AL Syams (91): 8). Makanya Ibadah puasa yang baru saja kita lewati adalah sarana Training Center ( TC) a gar orang beriman mampu mengalahkan godaan nafsu dan saitan. Pemenang sejati dalam kehidupan ini adalah yang mampu mengalahkan nafsu dan saitan. Caranya sudah Allah ajarkan dengan menjadi orang bertak lewat ritual Puasa.

Namun puncak dari ketakwaan adalah sikap tawadhu dan sadar akan fitrah kita yang tak bisa mengabaikan hubungan antar manusia. Ketika usai ramadhan, para manusia yang sukses melewati sytem pelatihan melawan kekuatan nafsu dan saitan, kembali kepada fitrahnya untuk menerima kenyataan sebagai mahluk moral. Dan karenanya "Minal aidin wal faizin terungkap indah diantara mereka untuk saling bermaafan sebagia ujud cinta dan kasih sayang. Bukankah hakikat Islam adalah cinta dan kasih sayang sesama mahluk ciptaan Allah. Sifat kasih sayang ini tidak lain adalah sikaf persaudaraan, saling memaafkan, saling mendukung untuk kebaikan dan penuh kasih dalam kesabaran. Itu hanya mungkin apabila manusia mampu menjadi pemenang terhadap musuh sejatinya : Nafsu dan Saitan.

Taqabbal Allahu minnaa wa minkum

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...