Harga minyak pada bulan ini mencapai level tertinggi. Hal ini disebabkan oleh pembelian untuk stock keperluan musim panas. Sebagian analis mengatakan bahwa permintaan pasar akan menurun sampai menjelang musim dingin sekitar Sept- Nov. Kemudian akan mulai naik lagi ketika memasuki musim dingin. Alasan yang mengemuka karena harga minyak sekarang sudah mencapai level over-bought. Lagi pula banyak spekulan yang terperangkap pada posisi long. Sementara trader komersial yang mewakili pengguna (kilang minyak) mempunyai posisi short. Andaikata yang mempunyai posisi long adalah trader komersial, situasi tidak terlalu buruk, karena posisi long trader komersial akan berakhir pada delivery barang bukan untuk dijual kembali. Spekulan yang banyak posisi long tidak mempunyai tujuan untuk memperoleh fisik barangnya dan tidak bisa menerima barang (minyak). Oleh sebab itu harus dijual kembali sebelum delivery date kalau mereka melakukan pembelian berjangka. Kalau tidak, kantor mereka akan kena siram minyak. Dan kalau mereka membeli option, besar kemungkinan optionnya hangus.
Tapi benarkah harga minyak akan turun ?saya tegaskan tidak mungkin ! mengapa ? karena bila harga minyak turun akan merontokkan harga saham perusahaan minyak. Ini tidak diinginkan terjadi oleh konglomerasi business minyak dunia yang sedang menikmati keuntungan dari spekulasi harga minyak. Disamping itu , harga saham perusahaan minyak raksasa sudah mencapai over bough sehingga renta sekali untuk terkoreksi. Karenanya harga minyak akan terus dipertahankan sampai menuju Winter Stocking, persiapan musim dingin. Ini memang paradox kapitalisme, semakin kuat spekulan mendorong kenaikan harga minyak, semakin cepat dunia terjebak dalam krisis yang luar bisa besar. TIdak ada satupun negara yang bisa selamat. Kemudian secara berlahan harga minyak akan terkoreksi sampai harga wajar. Tapi proses koreksi itu akan memakan waktu lama dan selama itupula dunia menghadapi resesi ekonomi yang parah.
Spekulan memang menentukan kenaikan harga minyak. Ini adalah dampak krisis kredit subprime mortgage (perumahan berkualitas rendah) di AS. Investor di bursa mengalihkan investasinya dan memilih minyak sebagai lahan menicptakan yield sehingga menaikkan harga minyak. Perry Sadorsky (2000) dalam studi empirisnya yang berjudul “The empirical relationship between energy future prices and exchange rate”, menunjukkan bahwa dalam keadaan keseimbangan jangka panjang (long Equilibrium) jika US exchange rate meningkat sebesar 1% maka harga minyak mentah yang akan datang (crude oil future prices) akan turun sebesar 0.737%. Parameter estimasi ini juga dapat dibaca; jika US exchange rate menurun sebesar 1% maka harga minyak mentah yang akan datang (crude oil future prices) akan naik sebesar 0.737%. Jadi ada hubungan erat kenaikan minyak dan turunnya kurs dollar. Ini semua permainan spekulan. Ulah spekulanlah yang lebih banyak menyebabkan kisruh harga minyak saat ini. Fadel Gheit, analis energi yang disegani dari Oppenheimer & Co di New York, mengatakan, “Harga minyak seharusnya tidak melampaui 55 dolar AS perbarel.” Gheit juga menuding ulah spekulan, termasuk lembaga keuangan terbesar di dunia milik AS, Inggris, dan lainnya. Jadi menghapus subsidi tidak lebih adalah semakin menyuburkan spekulan secara systematis dan mempercepat jatuhnya dunia kejurang resesi terdalam.
Nah,bagaimana dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan BBM melalui penghaspusan subsidi karena alasan mengamankan APBN. Mari kita ulang pernyataan pemerintah tahun 2007:
Direktur Ekonomi Makro Bappenas Bambang Priambodo mengatakan, meskipun belanja subsidi bahan bakar minyak ikut terkerek, total pendapatan negara dari PNBP Migas, PPh Migas, dan penerimaan lainnya masih lebih besar dari beban subsidi. Setiap US$ 1 dolar kenaikan harga minyak akan meningkatkan pendapatan negara Rp 3,24 triliun sampai Rp 3,45 triliun; subsidinya juga naik Rp 3,19 triliun sampai Rp 3,4 triliun. Artinya setiap kenaikan US$ 1 dolar negara untung Rp 48-50 miliar (Tempointeraktif, 22/10/07).
Menteri ESDM juga menyatakan, “Setiap kenaikan US$ 1 harga minyak, kita memperoleh `windfall` (keuntungan tambahan) sebesar Rp 3,34 triliun, dengan asumsi kursnya mencapai Rp 9.050 perdolar.” (Antaranews, 23/10/07).
Kenaikan harga minyak itu juga akan menaikkan cadangan devisa negara. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom menyatakan pada akhir Oktober lalu bahwa cadangan devisa negara sebesar US$ 54,3 miliar. Menurutnya, dalam simulasi yang dibuat BI, untuk setiap kenaikan 1 dolar AS perbarel, pada triwulan IV 2007, akan meningkatkan surplus transaksi berjalan 23,3 juta dolar AS dan meningkatkan cadangan devisa 35,6 juta dolar AS setiap triwulannya; dan pada 2008 akan meningkatkan surplus transaksi berjalan 27,1 juta dolar AS dan cadangan devisa 36,3 juta dolar AS setiap triwulannya
Analisa Kwik sebagai mantan Menteri yang membidangi perekonomian, juga menegaskan bahwa tidak ada kerugian pemerintah terhadap kenaikan minyak dunia. Juga tidak ada alasan pembenaran terhadap penghapusan subsidi BBM yang dikaitkan dengan tekanan APBN
Yang jadi pertanyaan adalah apakah pernyataan pemerintah tahun lalu itu benar berdasarkan data yang benar atau sekedar bicara saja ? Juga, apakah pernyataan pemerintah tahun ini juga benar berdasarkan data yang benar ? entahlah..., setidaknya kita sadar bahwa sikap pemerintah sekarang tidak lebih adalah sama dengan gaya spekulan kapitalis yang smart memanfaatkan kesempatan apapun , tidak peduli kalau itu harus merugikan rakyat banyak dan menhancurkan masa depan peradapan manusia. Yang pasti apapun alasan yang disampaikan pemerintah untuk menaikkan harga minyak, tidak akan dipercaya oleh rakyat. Pemerintah kini , benar benar pemain watak terbaik untuk menjadi penipu terbaik.
Tapi benarkah harga minyak akan turun ?saya tegaskan tidak mungkin ! mengapa ? karena bila harga minyak turun akan merontokkan harga saham perusahaan minyak. Ini tidak diinginkan terjadi oleh konglomerasi business minyak dunia yang sedang menikmati keuntungan dari spekulasi harga minyak. Disamping itu , harga saham perusahaan minyak raksasa sudah mencapai over bough sehingga renta sekali untuk terkoreksi. Karenanya harga minyak akan terus dipertahankan sampai menuju Winter Stocking, persiapan musim dingin. Ini memang paradox kapitalisme, semakin kuat spekulan mendorong kenaikan harga minyak, semakin cepat dunia terjebak dalam krisis yang luar bisa besar. TIdak ada satupun negara yang bisa selamat. Kemudian secara berlahan harga minyak akan terkoreksi sampai harga wajar. Tapi proses koreksi itu akan memakan waktu lama dan selama itupula dunia menghadapi resesi ekonomi yang parah.
Spekulan memang menentukan kenaikan harga minyak. Ini adalah dampak krisis kredit subprime mortgage (perumahan berkualitas rendah) di AS. Investor di bursa mengalihkan investasinya dan memilih minyak sebagai lahan menicptakan yield sehingga menaikkan harga minyak. Perry Sadorsky (2000) dalam studi empirisnya yang berjudul “The empirical relationship between energy future prices and exchange rate”, menunjukkan bahwa dalam keadaan keseimbangan jangka panjang (long Equilibrium) jika US exchange rate meningkat sebesar 1% maka harga minyak mentah yang akan datang (crude oil future prices) akan turun sebesar 0.737%. Parameter estimasi ini juga dapat dibaca; jika US exchange rate menurun sebesar 1% maka harga minyak mentah yang akan datang (crude oil future prices) akan naik sebesar 0.737%. Jadi ada hubungan erat kenaikan minyak dan turunnya kurs dollar. Ini semua permainan spekulan. Ulah spekulanlah yang lebih banyak menyebabkan kisruh harga minyak saat ini. Fadel Gheit, analis energi yang disegani dari Oppenheimer & Co di New York, mengatakan, “Harga minyak seharusnya tidak melampaui 55 dolar AS perbarel.” Gheit juga menuding ulah spekulan, termasuk lembaga keuangan terbesar di dunia milik AS, Inggris, dan lainnya. Jadi menghapus subsidi tidak lebih adalah semakin menyuburkan spekulan secara systematis dan mempercepat jatuhnya dunia kejurang resesi terdalam.
Nah,bagaimana dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan BBM melalui penghaspusan subsidi karena alasan mengamankan APBN. Mari kita ulang pernyataan pemerintah tahun 2007:
Direktur Ekonomi Makro Bappenas Bambang Priambodo mengatakan, meskipun belanja subsidi bahan bakar minyak ikut terkerek, total pendapatan negara dari PNBP Migas, PPh Migas, dan penerimaan lainnya masih lebih besar dari beban subsidi. Setiap US$ 1 dolar kenaikan harga minyak akan meningkatkan pendapatan negara Rp 3,24 triliun sampai Rp 3,45 triliun; subsidinya juga naik Rp 3,19 triliun sampai Rp 3,4 triliun. Artinya setiap kenaikan US$ 1 dolar negara untung Rp 48-50 miliar (Tempointeraktif, 22/10/07).
Menteri ESDM juga menyatakan, “Setiap kenaikan US$ 1 harga minyak, kita memperoleh `windfall` (keuntungan tambahan) sebesar Rp 3,34 triliun, dengan asumsi kursnya mencapai Rp 9.050 perdolar.” (Antaranews, 23/10/07).
Kenaikan harga minyak itu juga akan menaikkan cadangan devisa negara. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom menyatakan pada akhir Oktober lalu bahwa cadangan devisa negara sebesar US$ 54,3 miliar. Menurutnya, dalam simulasi yang dibuat BI, untuk setiap kenaikan 1 dolar AS perbarel, pada triwulan IV 2007, akan meningkatkan surplus transaksi berjalan 23,3 juta dolar AS dan meningkatkan cadangan devisa 35,6 juta dolar AS setiap triwulannya; dan pada 2008 akan meningkatkan surplus transaksi berjalan 27,1 juta dolar AS dan cadangan devisa 36,3 juta dolar AS setiap triwulannya
Analisa Kwik sebagai mantan Menteri yang membidangi perekonomian, juga menegaskan bahwa tidak ada kerugian pemerintah terhadap kenaikan minyak dunia. Juga tidak ada alasan pembenaran terhadap penghapusan subsidi BBM yang dikaitkan dengan tekanan APBN
Yang jadi pertanyaan adalah apakah pernyataan pemerintah tahun lalu itu benar berdasarkan data yang benar atau sekedar bicara saja ? Juga, apakah pernyataan pemerintah tahun ini juga benar berdasarkan data yang benar ? entahlah..., setidaknya kita sadar bahwa sikap pemerintah sekarang tidak lebih adalah sama dengan gaya spekulan kapitalis yang smart memanfaatkan kesempatan apapun , tidak peduli kalau itu harus merugikan rakyat banyak dan menhancurkan masa depan peradapan manusia. Yang pasti apapun alasan yang disampaikan pemerintah untuk menaikkan harga minyak, tidak akan dipercaya oleh rakyat. Pemerintah kini , benar benar pemain watak terbaik untuk menjadi penipu terbaik.