Saudaraku, bisakah kamu melupakan sejenak tentang Indonesia. Begitu katanyanya kepadaku , ditengah kesedihan. Ketika harapan hablur, ketika ketidak pastian selalu menjadi pasti bagi yang lemah. Putus asa adalah pilihan tanpa bisa memilih. Saya tak bisa menghindar dari semua ini, tentang tanah air. Sebuah negeri, sebuah sejarah tentang heroic, sebuah nama. Apa arti semua ini. Adakah makna tentang tanah air ? Diluar negeri , saya berusaha membaca dengan teliti di papan pengumuman kurs mata uang disamping desk receptionist Hotel. Tidak ada kurs yang berlaku untuk Rupiah. Saya sedih karena uang yang melambangkan legitimasi negara tidak diakui dinegeri orang. Ketika saya kembali ke tanah air, yang nampak di Bendara kedatangan adalah berbagai poster iklan tentang VISA, AMEX, CITIbank Semuanya berbau asing dibanggakan dinegeri ini. Ketika maskapai penerbangan asing yang penuh sesak dan maskapai Garuda yang menyedihka, saya malu dan sedih. Negeri yang saya banggakan ,yang selalu meminta pajak penjualan dan pembelian, meminta saya membayar fiscal keluar negeri. Tapi disetiap sudut kehidupan dan kehiruk pikukan tidak tersedia ruang untuk sebuah negeri bernama Indonesia.
Lantas dimanakah Indonesia ? Inilah yang membuat saya lelah berpikir dan terus bertanya tentang tanah air. Mungkin nama ini hanya sekedar mengingatkan kita tentang masa lalu dan sejarah, yang baru disadari keberadaannya ketika kita ingin mendapatkan izin dan mengisi formulir. Itu saja. Selebihnya adalah kosong tanpa makna , apalagi harapan tentang cita cita adil dan makmur. Cobalah kamu bayangkan, negeri ini memang tidak pernah ada secara substansi kecuali symbol vulgar tentang kekuasaan. Maka jangan tanya soal sense of crisis. Jangan kaget bila semua negara Asia yang terkena kiris ekonomi telah pulih kecuali negeri yang bernama Indonesia. Ekonomi berjalan hanya diatas angka angka tanpa makna seperti lukisan tanpa imaginasi dan rasionalitas. President yang selalu meminta sabar kepada rakyat tapi tak cukup punya nyali melawan kekuatan pemain amatir politik di senayan. Partai partai sibuk menjadi penjarah dan pelindung pengrusakan hutan dan alam.
Kebingungan saya tentang Indonesia, tidak jauh berbeda dengan Samad siburuh tani atau si Dul penjaga pintu kereta. Yang tak pernah mempunyai cukup penghasilan tapi tubuhnya tetap kokoh berdiri. Lantas apa yang diharapkan oleh si Samad dan Si Dul. Mengapa mereka masih betah hidup ditengah ketidak pedulian sebuah system dari rumah besar bernama Indonesia ? Ya, Mereka hidup dalam spirit masa lalu tentang cita cita kemerdekaan , mereka menantinya walau hanya mungkin sebuah kepastian tentang kematian yang sia sia. Karena masalalu , mereka hidup untuk hari ini dan hari esok. Tapi memang harapan dinegeri ini terlalu mahal kecuali harga sebuah Togel.
Ketika saya berjumpa dengan TKI di luar negeri. Dengarlah katanya ketika saya tanya tentang tanah air. “ Saya kangen simbok. “ itu saja.Tidak ada kata kata yang keluar “ Saya kangen Indonesia. “ Saya bisa saja mengganti passport dan menjadi warga negara china atau Canada. Tapi akumulasi kenangan yang buruk dan indah dari perjalanan masa lalu saya tidak mudah dilupakan, sama halnya tentang Indonesia. Yang akan selalu menjadi ingatan tentang masalalu yang heroic penuh darah dan kebanggaan. Itulah yang menyakitkan bila kita setiap hari berharap kepada sebuah nama - Indonesia -, tentang keadilan dan kemakmuran sementara setiap hari kekuatan kita terus berkurang untuk bertahan hidup menghadapi harga yang terus naik. Sampaikan kapan , nama ini tetap membuat kita tegar dalam penantian ?
Saya berusaha menjelaskan sendiri makna Indonesia itu kepada TKI. Bahwa Indonesia adalah sebuah proyek kebersamaan kita. Sebuah kemungkinan yang menyingsing. Sebuah cita cita yang digayuh generasi demi generasi. Sebuah perjalanan yang kita jalani dengan kelelahan. Tanah air adalah sebuah ruang masa kini yang kita arungi karena sebuah harapan hari esok yang lebih baik. Percayalah. Tapi TKI itu menjawab “ saya kangen simbok tapi saya butuh uang. Nanti kalau tabungan saya cukup barulah saya pulang. “ Indonesia ada dan passport pun melegitimasi orang untuk jadi jongos di negeri orang. Tentu untuk sebuah harapan …walau terasing dan terlempar jauh dari negeri sendiri.
“ Jangan menangis kawan. Kita boleh marah dan benci kepada mereka yang membuat kita terhina. Justru itu adalah ujud karena rasa cinta itu sendiri kepada sebuah nama yang kita agungkan, Indonesia. Di kejauhan ribuan mill dari tanah zamrud katulistiwa, airmata mengalir ketika mendengar lagu "Indonesia tanah airku, yang dikarang Ibu Sud :
Tanah airku tidak kulupakan,
Kan terkenang selama hidupku,
Biarpun saya pergi jauh,
Tidak kan hilang dari kalbu.
Tanah ku yang kucintai.
Engkau kuhargai.
Walaupun banyak negri kujalani.
Yang masyhur permai dikata orang.
Tetapi kampung dan rumahku.
Di sanalah kurasa senang.
Tanahku tak kulupakan.
Engkau kubanggakan”.
Kesedihan semakin menjadi jai karena lagu ini , kini sudah jarang terdengar ditelivisi dan radio. Dia sudah digantikan oleh lagu dengan ritme melankolis ala rock atau popsong, bahkan dalam acara gema cipta yang dihadiri president yang terdengar adalah lagu “Imaging.” Dimanakah Indonesia ?..jangan jangan kita sudah menerima bulat kata kata dalam lirik lagu imaging “Imagine there's no countries “
Saya tetap bingung dalam kesedihan sambil berusaha tersenyum ketika petugas imigrasi mengecap passport saya dan berkata “ Selamat datang di Tanah Air…” Ya..negeri yang tak kulupakan dan engkau kubanggakan...
Lantas dimanakah Indonesia ? Inilah yang membuat saya lelah berpikir dan terus bertanya tentang tanah air. Mungkin nama ini hanya sekedar mengingatkan kita tentang masa lalu dan sejarah, yang baru disadari keberadaannya ketika kita ingin mendapatkan izin dan mengisi formulir. Itu saja. Selebihnya adalah kosong tanpa makna , apalagi harapan tentang cita cita adil dan makmur. Cobalah kamu bayangkan, negeri ini memang tidak pernah ada secara substansi kecuali symbol vulgar tentang kekuasaan. Maka jangan tanya soal sense of crisis. Jangan kaget bila semua negara Asia yang terkena kiris ekonomi telah pulih kecuali negeri yang bernama Indonesia. Ekonomi berjalan hanya diatas angka angka tanpa makna seperti lukisan tanpa imaginasi dan rasionalitas. President yang selalu meminta sabar kepada rakyat tapi tak cukup punya nyali melawan kekuatan pemain amatir politik di senayan. Partai partai sibuk menjadi penjarah dan pelindung pengrusakan hutan dan alam.
Kebingungan saya tentang Indonesia, tidak jauh berbeda dengan Samad siburuh tani atau si Dul penjaga pintu kereta. Yang tak pernah mempunyai cukup penghasilan tapi tubuhnya tetap kokoh berdiri. Lantas apa yang diharapkan oleh si Samad dan Si Dul. Mengapa mereka masih betah hidup ditengah ketidak pedulian sebuah system dari rumah besar bernama Indonesia ? Ya, Mereka hidup dalam spirit masa lalu tentang cita cita kemerdekaan , mereka menantinya walau hanya mungkin sebuah kepastian tentang kematian yang sia sia. Karena masalalu , mereka hidup untuk hari ini dan hari esok. Tapi memang harapan dinegeri ini terlalu mahal kecuali harga sebuah Togel.
Ketika saya berjumpa dengan TKI di luar negeri. Dengarlah katanya ketika saya tanya tentang tanah air. “ Saya kangen simbok. “ itu saja.Tidak ada kata kata yang keluar “ Saya kangen Indonesia. “ Saya bisa saja mengganti passport dan menjadi warga negara china atau Canada. Tapi akumulasi kenangan yang buruk dan indah dari perjalanan masa lalu saya tidak mudah dilupakan, sama halnya tentang Indonesia. Yang akan selalu menjadi ingatan tentang masalalu yang heroic penuh darah dan kebanggaan. Itulah yang menyakitkan bila kita setiap hari berharap kepada sebuah nama - Indonesia -, tentang keadilan dan kemakmuran sementara setiap hari kekuatan kita terus berkurang untuk bertahan hidup menghadapi harga yang terus naik. Sampaikan kapan , nama ini tetap membuat kita tegar dalam penantian ?
Saya berusaha menjelaskan sendiri makna Indonesia itu kepada TKI. Bahwa Indonesia adalah sebuah proyek kebersamaan kita. Sebuah kemungkinan yang menyingsing. Sebuah cita cita yang digayuh generasi demi generasi. Sebuah perjalanan yang kita jalani dengan kelelahan. Tanah air adalah sebuah ruang masa kini yang kita arungi karena sebuah harapan hari esok yang lebih baik. Percayalah. Tapi TKI itu menjawab “ saya kangen simbok tapi saya butuh uang. Nanti kalau tabungan saya cukup barulah saya pulang. “ Indonesia ada dan passport pun melegitimasi orang untuk jadi jongos di negeri orang. Tentu untuk sebuah harapan …walau terasing dan terlempar jauh dari negeri sendiri.
“ Jangan menangis kawan. Kita boleh marah dan benci kepada mereka yang membuat kita terhina. Justru itu adalah ujud karena rasa cinta itu sendiri kepada sebuah nama yang kita agungkan, Indonesia. Di kejauhan ribuan mill dari tanah zamrud katulistiwa, airmata mengalir ketika mendengar lagu "Indonesia tanah airku, yang dikarang Ibu Sud :
Tanah airku tidak kulupakan,
Kan terkenang selama hidupku,
Biarpun saya pergi jauh,
Tidak kan hilang dari kalbu.
Tanah ku yang kucintai.
Engkau kuhargai.
Walaupun banyak negri kujalani.
Yang masyhur permai dikata orang.
Tetapi kampung dan rumahku.
Di sanalah kurasa senang.
Tanahku tak kulupakan.
Engkau kubanggakan”.
Kesedihan semakin menjadi jai karena lagu ini , kini sudah jarang terdengar ditelivisi dan radio. Dia sudah digantikan oleh lagu dengan ritme melankolis ala rock atau popsong, bahkan dalam acara gema cipta yang dihadiri president yang terdengar adalah lagu “Imaging.” Dimanakah Indonesia ?..jangan jangan kita sudah menerima bulat kata kata dalam lirik lagu imaging “Imagine there's no countries “
Saya tetap bingung dalam kesedihan sambil berusaha tersenyum ketika petugas imigrasi mengecap passport saya dan berkata “ Selamat datang di Tanah Air…” Ya..negeri yang tak kulupakan dan engkau kubanggakan...