Wednesday, March 26, 2025

Roller Coaster ekonomi dari masa ke masa.

 




Zaman orde baru demokrasi ala pak Harto. Walau kita menganut trias politika, legislative, eksekutif, yudikatif namun kekuasaan tetap terpusat kepada Presiden. Dunia tidak peduli. Apalagi Pak harto tidak pernah pinjam uang untuk APBN dari asing atau pasar uang. Dia hanya pinjam uang untuk proyek. Dan itu uangnya tidak mampir di kas negara tetapi masuk langsung ke proyek.  Tentu yang bayar utang adalah proyek itu sendiri. Seperti Pabrik Pupuk, Semen, Petrokimia, PLN, Telkom dan lain lain. 


Pada tahun 1997 krisis berawal bukan krisis pemerntah, tetapi krisis Moneter. Artinya yang krisis BI. Mengapa ? karena modal BI negative. Apa sebab? Akibat KKN. Banyak bank memberikan kredit tidak sesuai aturan dan dengan mudah aturan dilanggar. Contoh, larangan BMPK atau Batas Minimum Pemberian Kredit, kepada afialiasi atau grup dari bank. Moral hazard effect. Pemberian kredit di mark up. Memberikan relaksasi kepada perbankan untuk menarik utang luar negeri lewat PBG dan SBLC.  Dan lain lain.


Lambat laut, arus kas masuk ke bank tersendat. Karena banyak proyek tidak menghasilkan laba. Sehingga tidak ada uang untuk bayar bunga simpanan dan deposito. Bank terpaksa menaikan suku Bunga untuk menyarap likuiditas dari masyarakat. Moneter terdistorsi. BI memberi Kredit Likuiditas kepada Bank agar bunga turun. Belum lagi tagihan dari bank luar negeri atas utang korporat yang dijamin bank dalam negeri di call. Sementara kurs IDR terus melemah akibat devaluasi. Utang luar negeri jadi bertambah dalam IDR. Korporat tidak bisa bayar. BI terpaksa bailout guna menghidari effect systemic.


Soeharto bisa saja berkelit itu masalah BI. Tetapi dia lupa. Bahwa BI itu tidak terpisah dari pemerintah. Artinya dengan adanya pelonggaran kredit oleh BI, itu sama saja pemerintah menambah uang beredar, yang bagaimanapun harus dibayar lewat fiscal. Sementara sistem fiscal belum solid akibat sistem demokrasi yang terpusat. Jatuhnya kurs, karena jatuhnya trust pasar. Yang tentu berdampak kepada jatuhnya trust politik. Soeharto sadar. Yang dihadapinya adalah sistem yang dia pilih sendiri dan dia dijatuhkan oleh sistem itu sendiri. Dia lengser.


***


Setelah Soeharto lengser. Habibie tampil berkuasa. Yang pertama dia lakukan adalah mengembalikan Trust. Caranya? Inilah nasehat Director IMF, buat undang undang reformasi Politik, yang akan menjadi dasar reformasi keuangan negara. Selama 7 bulan kekuasaannya, Habibi berhasil membuat UU Otonomi Daerah, UU kebebasan Pers, dan UU Independensi BI. Otonomi daerah memastikan tidak ada lagi sentralistik. UU Pers, memastikan negara tidak boleh intervensi kebebasan Pers dan UU BI, menjamin pemerintah tidak boleh intervensi.


Era Gus Dur, IMF minta lagi agar pisahkan TNI dari Sipil. Jadi tidak ada lagi militerisme. Era Megawati, berlaku SAP. KPK sebagai Lembaga adhock dibentuk. Pemberantasan Korupsi segera dilaksanakan dan pada waktu bersamaan reformasi kelembagaan POLRI, Kejaksaan, Hakim Tipikor dilakukan secara terprogram. Agar kelak kalau sistem peradilan sudah solid, maka KPK bisa dibubarkan. juga disahkan UU Keuangan negara dan UU Perbendaraan negara. Agar disiplin anggaran dilakukan secara transrfaan sesuai dengan Government finance statistic reform


Era SBY, Indonesia sudah  clean dari masa lalu. SBY tidak punya beban politik akibat krismon. Karena masalah BLBI sudah diselesaikan lewat Obligasi rekap ( QE). Asset obligor BPPN sudah disita dan dilelang lewat BPPN. Indonesia sudah masuk ke wahana financial resource. Tidak perlu repot cari duit. Tinggal hitung berapa defisit APBN, ya pemerintah terbitkan SUN. 8 tahun Era SBY, PDB meningkat 193%. Dahsat kan. Dari keterpurukan bisa bangkit menuju negara dengan PDB USD 1 trilion dan qualified jadi anggota G20.


Yang disayangkan peningkatan PDB itu bukan karena meningkatnya produksi dan Human Capital, tetapi karena kemudahan berhutang yang sebagian besar dipakai untuk subsidi konsumsi (BBM) dan lain lain. Makanya SBY mewarisi defisit primer kepada Jokowi. Pendapatan dikurangi belanja ( tidak termasuk bayar bunga) hasilnya defisit. 


Di era Jokowi, difisit itu disikapinya dengan rasionalisasi APBN. Mengurangi pos subsidi dan meningkatan tax ratio lewat tax amnesty. Trust market bangkit lagi. Jalan berhutang terbuka lagi. Sampai pada periode pertama. Jokowi selamat. Bisa pertahankan pertumbuhan diatas 4% dengan terbangunnya infrastruktur secara luas. Namun periode kedua. Pandemi COVID melanda. Ekonomi kontraksi. BIaya pandemic menguras anggaran yang dibiayai dari SBN burden sharing. 


Pada saat Pandemi, karena skalanya luas, moral hazard penyimpangan anggaran tidak terelakan. ICOR nakk diatas 6. Juga terjadi perang dagang China-AS dan setelah itu terjadi perang Rusia-Ukraina yang membuat harga pangan dan MIGAS melambung. Kurs IDR melemah terus. Karena banyak devisa terpakai untuk impor. Pada waktu bersamaan kita diuntungkan oleh kenaikan harga ekspor komoditas utama. Kita mengalami windfall. Surplus perdagangan. APBN selamat dan bisa terus berhutang lewat SBN. IHSG meningkat diatas 7000. Pasar modal bullish. Harapan besar. 


Namun dari tahun 2023 likuiditas mulai berkurang akibat terserap SBN. Puncaknya tahun 2024. Asing mengurangi porsinya.  Mengapa ? karena the Fed menaikan suku bunga setelah QE. Akibatnya likuiditas mengalir ke AS. Era suku bunga tinggi memang merepotkan BI dan Menteri keuangan.Apalagi tax ratio tidak meningkat significant. Korupsi skalanya semakin besar dan meluas. Utang meningkat 3,5 kali lipat dari stok utang 2014. Antisipasi berkurangnya Likuiditas, DPR bersama pemerintah mengizinkan BI masuk kepasar Perdana beli SBN.


Era Prabowo. Likuiditas semakin ketat. Porsi kepemilikan SBN oleh BI makin besar yaitu diatas 25%. Yield SBN terus meningkat. Resiko SBN membayangi. Akibat defisif fiscal. Yang menanggung bunga dan hutang jatuh tempo era Jokowi. Engga ada lagi tersisa untuk ekspansi, kecuali pagu utang yang diatur UU diubah. Kalau diubah, pasti yield SBN akan meningkat lagi. SBN jadi jatuhnya murah, dan lama lama bisa jadi sampah. Solusinya? Mendapatkan dana diluar skema APBN. Nah dibentuklah BPI Danantara.


Dalam konteks ngurus negara, saya tidak setuju skema financial resource di luar APBN seperti Danantara. Mengapa? Walau diluar skema APBN kan tetap saja melibatkan  negara sebagai undertaking secara tidak langsung. Sulit dijamin displin penggunaannya. Karena pengawasan dan pengendalian disiplin dana tidak seperti di APBN yang ada Lembaga yang lahir dari Rahim demokrasi seperti BKP, BPKP, KPK dan inspektorat pada setiap kementrian.


Saya setuju kalau keberadaan Danantara ini focus kepada program rasionalisasi BUMN dan Asset menager. Dengan rasionalisasi BUMN, proses  transformasi BUMN berkelas dunia bisa dimitigasi resikonya. Setelah BUMN sehat, biarkan BUMN mencari dana sendiri lewat perbankan, pasar uang maupun pasar modal, untuk melaksanakan penugasan dari negara sebagai agent of development. Itu tidak akan sulit. Mana ada investor engga mau deal dengan korporat yang sehat dan profitable.


Sebagai Asset Manager, Danantara jangan ambil modal dari sumber likuiditas bendahara negara. Cerdas dikitlah. Engga melulu harus tunai. Jadi caranya, saat terima deviden BUMN, saat itu juga belikan SBN. Likuiditas bendahara negara tidak terganggu. Nah kalau Danantara perlu uang merasionalisasi BUMN, bisa gunakan SBN itu lewat pasar repo. Tentu pastikan setiap penarikan dana lewat REPO dengan skema yang secure sehingga bisa rolling. Jangan sampai default. Kalau default itu sama saja makan dari uang negara.


Sebagai asset manager, Danantara bisa provide financial solution mengatasi defisit fiscal. Pos pembiayaan APBN bisa dilempar ke Danantara. Jadi APBN tidak lagi defisit. Misal, pemeritah harus bayar utang jatuh tempo dan menugaskan Danantara untuk melakukan restruktur. Tidak lewat revolving bayar utang pakai utang, tetapi lewat Debt SWAP. Caranya ? Danantara wrap SBN itu menjadi instrument structure back securities. Kemudian instrument structure itu di SWAP dengan Bond negara laib anggota OECD atau BRICS.


Misal, bunga Bond  Jepang 1%. Bunga SBN 6%. Danantara tukar SBN itu dengan instrument back securities yang berbunga 2%. Nah 4% itu jadi income Danantara. Income itu sangat besar. Pertahun kita bayar bunga diatas Rp. 400 triliun. Bisa hemat Rp 300 triliun, itu sangat besar untuk menjamin likuiditas BUMN melaksanakan tugas negara membangun proyek strategis nastional


Atau Danantara bisa memanfaatkan pasar credit carbon. Potensi credit karbon kita sangat besar. Bisa mencapai Rp. 8000 triliun. Caranya? Negara memberikan hak konsesi hutan tropis kepada Danantara untuk dilestarikan dan dijaga. Dari sumber daya itu bisa disekuritisasi untuk dapatkan uang dari pasar credit carbon dan uangnya untuk bayar utang negara.


Apa yang saya jelaskan diatas, bukan hal too good to be true. Tentu harus melewati prosedur risk management, international financial compliance standards yang ketat dan sophisticated,  dan  tidak bisa cepat. Butuh waktu lama berproses. Setidaknya perlu 5 tahun  untuk bisa established.. Tapi tanpa dukungan team professional yang punya dedikasi bela negara dan standar moral yang tinggi, serta  dukungan sistem demokrasi yang sehat hampir tidak mungkin bisa sukses.  


***


Problem utama kita sejak era Soharto sampai era Prabowo adalah buruknya management resiko dalam mengelola sumber daya. Itu karena politik menjadi panglima. Sehingga dengan mudah membuka peluang korporat menguasai bisnis rente yang non tradable dan meningkatkan uang beredar tanpa terkendali lewat bursa dan sistem perbankan. GINI rasio memburuk. Dampaknya terjadi ketidak seimbangan fiskal dan moneter. Hanya masalah waktu, pasti akan tergelincir sendiri. Seharusnya hukum sebagai panglima. Ya Hukum atas dasar sistem demokrasi yang sehat tentunya.


Saya hanya rakyat jelantah. Bukan siapa siapa. Saya mendukung saja setiap upaya yang terbaik untuk negara, tentu dengan sikap kritis. Saya sadar, upaya tetaplah upaya. Tentu tidak ada rencana yang sempurna. Pasti ada proses mitigasi resiko, trial and error. Tapi yang penting selama proses itu pastikan Pak Prabowo sehat. Kalau ada apa apa dengan dia, habis kita. No hope. 


*Ditulis di SQ pada ketinggian 33,000 feet 

Saturday, March 22, 2025

BlackRock

 



Mungkin orang awam menganggap BlackRock (BR) bagian dari elite penguasa keuangan dunia. Itu ada benarnya namun pastinya tidak seratus persen benar. Mengapa ? karena BR adalah Lembaga keuangan non bank yang berbisnis mengelola asset bukan miliknya. Jadi kalau asset yang dikelolanya ( AUM) sebesar USD 11,5 trilion, itu bukan berarti dia pemilik asset. Namun yang pasti dia dapat trust dari clients nya. Ini yang mahal. Maklun dia bukan negara tetapi trust nya lintas negara.


BR hanya sebagai meneger asset dan mereka dapat fee atas jasa itu.  Siapa yang bayar fee itu? Ya para clients seperti Dana Pensiun, Bank central, SWF, High-net-worth individual (HNWI) dan lain lain. Artinya kalau kinerja AUM nya buruk tentu dia akan ditinggalkan oleh Clients-nya. Apalagi kalau terlibat skandal korupsi seperti PLN atau Pertamina. Udah pasti tamat dia.


Secara bisnis, BR bukan bisnis yang high profit. Maklum dia hidup dari fee saja. Dan saham BR juga bukan pilihan yang bagus. Karena tahun 2024 saja dia membayar bonus kepada Direksi sebesar USD 800 juta. Jadi lebih mengutamakan personal para pengelola daripada pemegang saham. Makanya ada wacana akan diakusisi oleh JP Morgan. Namun rencana itu hanya jadi wacana. Karena terhalang oleh UU anti monopoli dari FTC ( federal Trade Committee ).


Bagaimana BR bisa begitu raksasa AUM nya? Padahal berdiri baru beberapa decade yaitu tahun 1988. Jawabnya, karena pemegang saham BR memang pemain lama dalam dunia keuangan. Siapa saja? Pemegang saham terbesar adalah Vanguard. Kemudian berikutnya adalah Blackrock Inc, State Street, Bank of America dan Temasek. Tentu ada pemegang saham personal seperti Susan Wagner, Laurence Fink, Robert Kapito. Richard Kushel, Murry Gerber. Mereka semua pendiri BR.


BR punya platform investasi yang terhubung dengan ribuan saham di bursa efek utama. Kalau anda berniat berinvestasi pada platform trading BR,  Anda bisa membuka akun ETF ( exchange trade fund). ETF merupakan mutual fund  berbentuk Kontrak Investasi Kolektif yang unit penyertaannya diperdagangkan di Bursa. Ada dua jenis ETF. Satu bersifat terbuka yang berbasis index. Satu lagi ETF bersifat tertutup. 


Kalau ETF bersifat terbuka, investor bisa flexible dalam berivestasi. Tidak semua investor berivestasi denga uang cash. Mereka hanya ada kumpulan asset berupa saham dan obligasi yang ditempatkan di bank custodian. Nah ETF-BR punya fasilitas untuk mengakses duit lewat Short selling dan Repo. Sehingga investor tidak perlu jual asset untuk berinvestasi dalam perdagangan berjangka. Kalau ETF bersifat tertutup tidak berbasis index. Itu pure dealing di market lewat meneger investasi. 


Kalau anda punya skill trading, keberadaan BR ETF memungkinkan wahana terbuka lebar dan lintas batas. Data riset mereka juga hebat terupdate real time. Sehingga bisa cepat membaca perubahan market dengan benar. Engga sulit dapat cuan. Makanya hampir semua orang kaya yang punya kelebihan uang berinvestasi pada ETF BR. Dan wajar kalau total AUM BlackRock mencapai lebih USD 10 trilion  yang nilainya 10 kali dari PDB Indonesia. Bahkan lebih besar dari PDB seluruh negara ASEAN.


Nah karena BR mengelola asset dari investor institusi dan individu berkelas dunia. Itu semua clients nya.  Tidak sulit bagi BR untuk mendukung pendanaan proyek yang punya bisnis model yang strong. Lewat SPV mereka create product investasi semacam thematic bond untuk pembiayaan pada proyek yang punya value strategis, seperti renewal energi, media dan video stream, energi, IT, mining, logistic dan food. Produk investasi BR ini diperjual belikan lewat ETF dalam kemasaran hedge fund. Sementara pendanaan pada perusahaan start up  lewat skema Convertible bond dari  unit bisnis Venture Capital BR. 


Mengapa saya ceritakan soal BlackRock ini? Itu sebagai wawasan bagaimana asset menegement holding company mengelola bisnisnya. Kekuatan mereka ada pada SDM yang professional. Kekuatan riset dalam menentukan keputusan investasi. Punya standar tinggi terhadap etika moral. Dan menolak nepotisme, apalagi bersinggung dengan politik. Jadi credit rating atau trust ada pada standar itu. Nah apakah Danantara bisa seperti BR? 


Friday, March 21, 2025

Mana ada manusia berhati malaikat.

 




Saya diminta sebagai nara sumber dalam diskusi terbatas. Tentu topik yang dibahas terkait pasar modal dan pasar uang. Dari awal dikusi saya menyimak saja. Saya tahu diri. Kalau engga ditanya, saya tidak akan bicara. Karena saya tidak punya referensi cukup bicara secara akademis tentang ekonomi makro. Saya hanya membaca apa yang terjadi dan menganalisanya dengan cara sederhana. Ya lebih kepada hal praktis saja.


Pada sesi terakhir saya diminta pendapat. Saya pandang mereka satu persatu. Apa yang harus saya katakan. Semua mereka bicara tentang prospek ekonomi kita yang tetap terbaik dibandingkan negara lain. Masih growth. Jauh dari resesi. Walau ada goncangan akibat faktor eksternal , mesin ekonomi kita masih akan tumbuh diatas 4%, begitu kata OECD.


Sebelum saya mulai, ada baiknya saya mengutip kata kata George Soros " There is a powerful case for the market mechanism, but it is not that markets are perfect; it is that in a world dominated by imperfect understanding, markets provide an efficient feedback mechanism for evaluating the results of one's decisions and correcting mistakes.” Saya akan memberikan gambaran bagaimana pemain hedge fund melakukan hostile T/O terhadap sistem keuangan negara. Prosesnya step by step.


Saya awali dengan analogi market. Katakanlah trader A punya asset SBN sebesar Rp 100 miliar. Lewat skema REPO, dia jaminkan SBN itu kepada investor untuk dapatkan pinjaman Rp. 100 miliar. Sesuai kontrak yang disepakati,  premium atau selisih harga jual dan beli 1% atau Rp. 1 miliar. Harga opsi tebus jadi  Rp. 101 miliar. Artinya dia hanya cash out Rp 1 miliar. Namun pergerakan pasar SBN terbentuk sebesar Rp 100 miliar. Peningkatan yang tajam dalam perdagangan basis ini, beresiko bagi sistem keuangan nasional. 


Apa yang saya analogikan diatas, adalah operasi hedge fund pada pasar SUN. Dipengaruhi oleh Demand and supply. Setiap ada yang ambil posisi dia berpotensi kalah ( rugi ) atau menang ( untung.). Yang jadi masalah adalah pemain hedge selalu berada di depan gelombang. Dia sudah hitung dengan rijid kemungkinan di masa depan dan dengan itu dia design agenda untuk memancing orang masuk dalam kotrak dan jadi pecundang. Dan proses nya berjalan dengan terstruktur dan sistematis.


Ketika pasar modal crash, biasanya pemain hedge fund beralih ke pasar SBN. Ini saatnya panetrasi. Karena Index bursa jatuh disebabkan  daya beli  melemah. Sementara ekpansi APBN sebagai mesin pendorong growh lumpuh. Karena defisit fiscal melebar, yang memaksa pemerintah menambah utang.  Hukum demand and supply berlaku. Kalau penawaran tinggi, harga jatuh. Yield SBN akan terkerek naik.  Pemain hedge fund sell down saham dan reposisi ke SBN. Take advantage kepada pemerintah yang BU.


Tapi issue resiko atas defisit fiscal itu ditepis oleh proxy hedge. Semua mentri dan DPR satu nada mengatakan bahwa ekonomi kita baik baik saja. Biasanya pihak perbankan dan LK dan Dapen mudah sekali terprovokasi. Sehingga mudah jadi korban trading surat utang oleh pemain hedge fund. Nanti setelah semua masuk trap, Asset SBN yang ada di perbankan, BI, Lembaga keuangan menyusut akibat yield yang terus terkerek. Selanjutnya yang dihajar adalah mata uang. Sekali goyang, muncrat dan langsung IDR loyo…dampaknya bisa sistemik.


Biasanya di situasi mendung itu, dalam rangka recovery crisis ekonomi, terpaksa pemerintah masuk dalam perangkap SAP ( standard adjustment protocol) yang mengharuskan negara melakukan divestasi BUMN dan melepas sumber daya alam. Hostile take over terjadi. Selanjutnya pemerintah hanyalah proxy pemain hedge fund. Contoh yang terjadi pada Ekuador, Argentina, zimbabwe, Srilanka dan Bangladesh.


Akhir cerita. Semua itu terjadi karena pemerintah tidak pernah berpikir realistis. Selalu cari kambing hitam. Selalu berusaha mencari jalan too good to be true. Bahkan menjadikan pemain hedge fund sebagai penasehat. Dan menjadikan konglomerat sebagai mitra solving problem. Mana ada player berhati melaikat. Semua setan kok. Demikian dan terimakasih, kata saya mengakhiir diskusi.

Sunday, March 09, 2025

Sehat selalu pak...

 



Kalau saya terkesan mendukung Prabowo dan kadang terkesan mengkritik, itu karena kecintaan saya kepada negeri ini. Saya tahu  niatnya sangat mulia untuk negeri ini. Dia tidak punya ambisi personal. Karena secara materi dia sudah punya segala galanya. Secara politik dia pendiri partai yang rating 4 besar di republic ini. Anaknya sudah nyaman sebagai professional. Engga mungkin minta konsesi politik jabatan.


Saya justru sedih. Karena diusia dia yang diatas 70 tahun, dia terbawa arus politik yang menjadikan dia sebagai presiden. Yang lebih menyedihkan lagi takdirnya mengharuskan dia berada  disituasi ekonomi global yang sedang mendung. Dia harus melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Jokowi. Kalau melanjutkan dengan kelebihan tabungan dan APBN surplus, tentu tidak ada masalah. Tetapi ini tidak dalam keadaan baik baik saja.


Yang jadi masalah adalah APBN defisit mendekati pagu utang yang ditetapkan UU. Artinya ruang fiscal sangat sempit untuk ekspansi. Sementara dia punya rencana besar mencapai pertumbuhan 8%. Dengan  positif thingking dia menerima semua stakeholder nya pada Pilpres 2024 masuk dalam jajaran cabinet dan lingkaran istana. Tentu itu sikap kompromi yang transaksional. Ada trade off yang dia harapkan. Apa? Financial solution  dan budget solution.


Saya menduga, belum adanya release APBN sampai dengan Maret. Karena Prabowo masih menanti financial solution yang dijanjikan oleh mereka yang ada dalam cabinet.  Itu karena warisan utang era Jokowi jatuh tempo di eranya. Maklum tahun ini, pemerintah harus bayar utang Rp. 800 Triliun dan Bunga Rp. 550 triliun. Itu diatas 50 % dari penerimaan pajak. Berat sekali. 


Saya tahu itu membebani pikiran pak Prabowo. Apa jadinya kalau target pajak tidak tercapai karena situasi ekonomi global tidak mendukung? Kan bisa berdampak sistemik terhadap SBN, IDR dan IHSG. Mengapa ? memang utang  tidak begitu besar dibandingkan negara lain. Yang jadi masalah adalah cash flow negara tidak mendukung. Jadi walau utang relative kecill, asset besar, namun uang cash engga cukup tersedia mendukung pertumbuhan. Makanya utang jadi masalah.


Saran saya, sudahi semua rencanan too good to be true. Lebih baik kembali kepada akal sehat. Mari berproses kepada perbaikan secara holistic dan terstruktur dengan baik. Caranya? Penggal APBN  dan pastikan APBN surplus. Kemudian bapak bicara di DPR. Sampaikan apa adanya keadaan ekonomi negara. Bahwa perlu reformasi ekonomi dan hukum. Segera sahkan UU Perampasan Asset dan pembuktian terbalik. Kalau mereka tidak mendukung, rakyat pasti mendukung bapak. Engga apa apa susah. Tapi kita melangkah dengan langkah kanan.


Nah semua team yang menjanjikan too good to be true, kick out aja. Mereka buang waktu bapak. Pastikan semua mereka yang terlibat skandal korupsi yang selama ini disembunyikan di brangkas aparat hukum agar diproses. Kemudian, pilih team professional yang punya kompetensi kelas dunia sebagai tekhnorat.  Engga usah kawatir. Saya yakin tidak perlu dua tahun. Setahun aja ekonomi bisa recovery dan kapal besar NKRI bisa dengan gagah menuju dermaga harapan. 


Yang penting, bapak jaga kesehatan. Kalau terjadi apa apa dengan bapak, Indonesia akan mundur jauh sekali ke belakang. Recovery nya butuh waktu lama dan ongkosnya mahal. Sehat selalu pak..

Friday, March 07, 2025

Dunia tidak baik baik saja.

 




Aling bertanya kepada saya, apa sih sebenarnya yang membuat ekonomi global menghadapi ketidak pastian? Ya dampak dari keadaan dunia ini bisa dirasakan oleh semua negara. Tidak ada satupun negara yang bisa mengclaim bahwa ia adalah negara super power dalam hal ekonomi. China yang hebat pun suffering. AS jangan tanya. Eropa juga sama. Korea, Jepang dan Taiwan juga tidak lagi disebut dengan macan Asia. Dunia memang berubah. Namun perubahan tidak seperti ramalan revolusi industry tentang kemakmuran.


Problem utama dunia dalam sekian decade ke belakang dan kini maupun masa depan ada pada AS. Berawal ketika AS mengarahkan kapal besar ekonominya dari industry mass production ke high tech, dari comparative advantage berbasis sumber daya  ke competitive advantage  berbasis sains. Kemakmuran nasional diciptakan, bukan diwariskan. Kemakmuran tidak tumbuh dari kekayaan alam suatu negara, sumber daya tenaga kerjanya, suku bunganya, atau nilai mata uangnya, seperti yang ditegaskan oleh ilmu ekonomi klasik, demikian kata mereka.


Pada waktu bersamaan China focus kepada comparative advantage. China dengan cepat mengubah UU PMA dan memberikan insentif pajak dan upah murah serta kepastian hukum. China mengambil peluang yang mungkin mereka bisa kerjakan dari kekosongan produksi yang ditinggalkan AS.  By process terjadi relokasi industry mass production dari AS ke China. China diuntungkan dari adanya produksi substitusi impor dan penyerapan angkata kerja luas. Tapi bukan itu saja. China belajar dari AS dalam segala hal terutama mengola industri secara modern.


Pada awalnya AS tidak merasa tersaingi dengan kemajuan industry dan manufaktur China. Malah AS diuntungkan oleh barang murah buatan China. Itu membuat efisiensi belanja domestic AS. Namun lambat laun, proses itu bukan hanya membuat neraca perdagangan AS  defisit terhadap China, tetapi juga mempercepat gelombang relokasi bisnis dari AS ke China. Ya motive kapitalisme. Selalu mencari tempat yang murah untuk berproduksi. Akibatnya terjadi glombang PHK di AS. Sementara Indusri high tech yang menjadi focus AS juga tidak sepenuh nya bisa menyerap angkatan kerja kelas menengah AS yang kena PHK.


Sementara kelebihan modal AS mengalir ke sector monater yang bubble. Ini semakin mempercepat keruntuhan mindset dari masyarakat innovative ke konsumsi lewat berhutang.  Puncaknya terjadi crisis tahun 2008. Segala macam cara dilakukan AS untuk recovery lewat kebijakan moneter dan fiskal. Hasilnya sampai kini tidak membuat AS semakin baik.  Malah menimbulkan ketidak pastian global. Maklum US Currency sudah menjadi mata uang global. Setiap up dan down mata uang dollar berdampak langsung dengan daya tahan moneter dan fiscal setiap negara.  


Imbalance economy tercipta sudah. Tidak ada satupun negara yang secure. Apalagi dengan tampilnya Donald Trumps sebagai presiden terpilih tahun 2024. Membuat kebijakan pragmatis semakin menjadi jadi, terutama dengan inward looking policy yang cenderung proteksionisme. Dampaknya adalah inefisiensi belanja domestic terutama barang impor. Inflasi akan tinggi. Tingkat bunga tidak mudah turun. Tentu akan sulit bagi negara lain seperti Eropa dan Asia turunkan suku bunganya. Ekspansi sector real akan melemah.


Kebijakan relaksasi ekonomi Trumps lewat pemotongan tarif pajak akan meningkatkan defisit APBN AS. Otomatis surat utang AS akan bertambah. Yield T-Bill akan naik. Mata uang AS akan menguat. Modal akan mengalir ke AS. Ini berdampak luarbiasa terhadap likuiditas global. Kalau likuiditas berkurang. Tentu kebijakan belanja negara yang ekspansif semakin mempersempit ruang fiskal. Utang semakin mahal suku bunganya. Ekspansi dunia usaha akan melemah, yang tercermin dengan melemah nya indek saham gabungan dan mata uang. Masa depan yang uncertainly.


Demikian gambaran sederhana ekonomi dunia sekarang, kata saya kepada Aling. Lantas bagaimana kebijakan Indonesia menghadapi ketidak pastian. Tanya Aling. Saya terdiam. Wajah saya sedih untuk bicara tentang Indonesia. Karena kalau bicara solusi tentu harus mau jujur membuka borok negeri sendiri. Ya saya harus beri tahu dulu situasi dan kondisi makro ekonomi Indonesia. Baiklah. Saya coba terangkan secara sederhana begitu juga dengan solusinya.


Kita menghadapi defisit APBN, yang dibiayai dari utang. Sementara struktur utang  yang ada tidak digunakan untuk ekspansi yang bisa meningkatkan lapangan kerja. Tetapi digunakan untuk bayar cicilan dan bunga. Kalau harus berhutang lagi untuk ekspansi, itu akan semakin mempersempit ruang fiscal.  IDR akan terus melemah, SBN akan semakin tinggi yield nya. Kalau kita tidak rem belanja dan tidak rem hutang. Bukan tidak mungkin IDR dan SBN bisa jadi sampah. Kita jadi negara gagal.


Walau situasi tidak baik baik saja, bukan berarti tidak ada peluang. Kalau kita smart membaca situasi dunia, Indonesia bisa survival dan bahkan tumbuh menjadi negara besar. Apa peluang itu? Memanfaatkan relokasi industry dan manufaktur dari China ke Indonesia. China perlu mensiasati kebijakan proteksi AS dengan memindahkan pusat produksi nya ke negara yang tarif nya rendah masuk ke AS. 


Walau perlakuan tarif AS kepada Vietnam lebih rendah daripapa Indonesia khususnya produk industry dan manufaktur,  namun Indonesia bisa  menawarkan relokasi industry downstream Pertanian dan Minerba kepada China. SDA kita melimpah. Dan Indonesia termasuk negara dalam jaring BRI ( bell road initiative ) dimana China sudah berinvestasi lebih dari USD 40 miliar selama 10 tahun belakangan. Dengan adanya FDI dari China, itu akan sangat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah defisit fiscal. 


Namun bagaimanapun untuk bisa memanfaatkan relokasi industry dari China, diperlukan aturan hukum yang tegak, indek korupsi yang reliable untuk perbaikan Easy doing of business. Bisnis rente yang menjadi sumber dilanggarnya standar ESG harus dipangkas. Kepemimpinan yang kuat dalam memitigasi resiko politik. Mengapa?  Yang masuk ke Indonesia itu tidak bawa uang dari dalam negeri China. Tapi dari investor institusi. Hanya itu solusinya. Karena dari segi moneter kita tidak ada ruang lagi untuk recovery. So, sudahi omong kosong. It was a race against time to complete the project. Pahamkan Ling…

Thursday, February 27, 2025

Tahu diri aja..

 



Ada teman dengan wajah geram berkata “ Gimana caranya menegakan keadilan. Gimana caranya menghapus korupsi? gimana caranya ? Saya senyum aja. Kenapa engga tanya sekalian. Mengapa Tuhan ciptakan Setan. ? Teman ini sedang bicara melewati batas dirinya. Lama lama bisa stress dia.


Makhluk itu hidup sesuai dengan karakter dan budayanya. Elang engga mungkin berteman dengan Angsa. Tikus engga mungkin berteman dengan ayam. Harimau tidak mungkin berteman dengan rusa. Srigala tidak mungkin berteman dengan domba. Nah kalau elang memangsa angsa. Tikus memangsa Ayam. Harimau memangsa Rusa. Srigala memangsa domba, itu bukan ketidak adilan. Justru itulah keadilan hidup. Predator perlu korban untuk bisa hidup. Cobalah, kalau predator tidak ada mangsa, kan mati dia.


Manusia juga sama. Politisi engga mungkin berteman dengan Jelantah. Kalau dia berkata penuh cinta kepada rakyat, itu hanya drama predator. Pejabat birokrat engga mungkin berteman dengan Marbot. Kalau dia santun dengan tokoh agama, itu hanya lipstik aja ala hipokrit. Pengusaha tidak mungkin berteman dengan buruh. Kalau terkesan sayang, itu hanya drama untuk memastikan agar buruh nyaman untuk tetap jadi buruh. Kalau mereka memangsa jelantah, marbot dan buruh, itu bukan karena ketidak adilan. Tapi karena dalam hidup ini, orang cerdas dan culas perlu korban untuk dimangsa. Dan selalu yang jadi mangsa adalah orang lemah dan bodoh.


Dalam kehidupan hewan, mereka dilengkapi instrument tenaga dan kecepatan bergerak untuk mereka survival dari predator. Manusia dilengkapi dengan akal. Ya, gunakan saja akal untuk survival. Kalau anda rakyat jelantah , buruh, marbot, enggga usah berharap politisi, birokrat, pengusaha akan menegakan keadilan kepada anda. Sesama predator saling menjaga. Mereka akan tegakan keadilan kepada sesama mereka saja.  Agar apa ? agar ekosistem mereka terjaga terus menerus. Mau revolusi berkali kali, tetap saja hasilnya sama.


Jadi apa kesimpulan ekstrimnya? tahu diri!. Kalau anda rakyat jelatah, ya jadilah rakyat jelatah. Perkaya literasi agar tidak mudah dimangsa. Jangan terpolarisasi sesama jelantah yang akan membuat anda lemah. Bergandengan tangan terus. Karena diluar habitat anda itu adalah mereka yang siap memangsa anda.  Kalau anda tetap percaya dan bersandar kepada mereka,  anda pasti jadi korban. Jadi pentingnya kemandirian komunitas, lewat gotong royong. Itulah cara agar anda survival. Hukum penguasa culas lewat Pemilu. Jangan pilih mereka. Hukum pengusaha culas lewat boikot produknya. Gitu aja. 


Itu sebabnya saya tidak pernah terprovokasi jadi bagian dari politik, akrab dengan pejabat atau birokrat. Saya tahu diri aja. Karena saya pengusaha ya habitat saya ya pengusaha. Di habitat saya itulah saya gunakan akal dan spiritual untuk survival dalam lingkaran collaboration dan sinergi. Itu bukan karena saya orang sholeh atau orang jahat, tetapi itu hanya cara survival doang..


Roller Coaster ekonomi dari masa ke masa.

  Zaman orde baru demokrasi ala pak Harto. Walau kita menganut trias politika, legislative, eksekutif, yudikatif namun kekuasaan tetap terpu...