Dalam perjalanan pulang dengan Taksi.
“ Tadi demo ya pak. Macet ? tanya saya kepada supir taksi.
“ Ya macet, biasa saja. “ kata supir taksi. Keliatan dia tersenyum. Saya balas senyum.
“ Pak..” seru supir taksi. “ Anak saya kena PHK di pabrik. Yang menderita bukan hanya anak saya. Tentu banyak orang menderita akibat korban PHK. Setiap hari ada aja berita PHK. Cari kerjaan sekarang sulit dan uangpun semakin sulit. Kita engga salahkan presiden. Ya udah nasip kita kurang beruntung. Tetapi melihat fakta DPR berusaha menolak keputusan MK demi meloloskan putra Jokowi jadi Cawagub Jateng. Kita merasa Jokowi sudah melewati batas. Engga tahu diri. Ternyata selama ini dia tidak kerja memikirkan rakyat tetapi lebih memikirkan keluarganya sendiri. “ Kata supir taksi itu.
Saya terkejut. Ternyata demo aksi protes mahasiswa dan pelajar itu seperti mewakili hati rakyat banyak. Ya mewakili 9 juta Gen Z yang nganggur. Usaha informal yang bangkrut. Keluarga yang menderita akibat sengketa angraria. Masyarakat yang semakin kehilangan daya berkonsumsi karena inflasi harga pangan. Ya, hanya karena ingin memanjakan putranya, Jokowi kehilangan kepekaan sosial. Secara politk sangat merugikannya. Citra yang dia bangun bertahun tahun sebagai presiden bersehaja, runtuh dalam semalam. Lost Respect.
Tadi sebelumnya saya betemu dengan teman lama di café. Apa salahnya kalau anak presiden mencalonkan diri sebagai Gubernur atau walikota atau ikut Pilpres. Toh kan ini demokrasi. Yang milih kan rakyat dan proses nya kan kontestasi. Kata teman. Pertanyaan lain di era Soeharto namun nadanya hampir sama. Pak Harto dengan enteng bertanya, apa salahnya putra putri saya berbisnis. Toh mereka warga negara, yang juga punya hak untuk menghidupi dirinya. Kalau anda menangkap kata kata itu dengan pengertian awam, tentu sependapat. Tidak ada yang salah.
Memang tidak salah. Tidak pula melanggar hukum selagi prosesnya dilegitimasi. Dan justru negara bisa dianggap melanggar HAM kalau menghalanginya. Demikian argument mereka yang numpang hidup dari kekuasaan Jokowi. Tetapi dalam hidup ini kan engga semua mengacu kepada hukum tertulis. Jangan lupa, ada juga aturan tidak tertulis dan kadang tidak logika. Disebut dengan norma. Apa itu? etika dan moral. Nah ini masalah personal. MIsal tidak ada salahnya makan anak ayam yang baru menetas dari telur. Kan telur aja dimakan. Daging ayam dimakan. Tetapi manusia beradab tidak ada yang mau makan. anak ayam yang baru menetas.
Tradisi politik China mengenal istilah darah biru. Hampir semua elite politik china sekarang berasal dari keluarga elite partai. Xi Jinping sendiri ayahnya, Xi Zhongxun adalah salah satu pendiri partai Komunis. Namun sejak Xi Jinping berkuasa. Dia tidak ingin meneruskan tradisi itu. Dia punya paradigma baru terhadap masa depan politik China. Ya dia pemimpin pembaharu. Dia menjauhkan Xi Mingze, putri tunggalnya dari arena politik. Padahal Xi jinping bisa lakukan dengan mudah untuk karir politik putrinya. Sebagaimana dulu ayahnya lakukan untuk dia. Apalagi China tidak mengenal pemilu langsung dan lagi putrinya lulusan Harvard.
Vladimir Putin di Rusia, juga hampir sama. Hanya bedanya Rusia menganut system demokrasi langsung. Putin tidak memberi akses berkarir dalam politik kepada Maria dan Katerina, kedua putrinya. Padahal dengan power nya sebagai presiden dan pendiri partai, tidak sulit bagi Putin jadikan kedua putrinya dan menantunya sebagai walikota atau gubernur atau Menteri atau anggota DPR. Apalagi kedua putrinya bukan kaleng kaleng. Keduanya dosen dan peneliti.
Entah bagaimana Putin mendidik kedua putrinya sehingga tahu diri. Entah bagaimana Xi Jinping mendidik putrinya sehingga tahu diri. Mereka anak anak yang hebat yang ayahnya memang hebat. Tetapi begitulah karakter manusia yang punya martabat sebagai pengemban amanah. Mereka sadar tanpa rakyat, mereka bukan siapa siapa. Mereka jadi wise man. Dan dicintai rakyat bukan karena kinerjanya saja tetapi karena mereka tahu diri. Menjaga Norma: etika dan moral. Setidaknya mereka bisa menjaga suasana hati rakyatnya dengan tidak nepotisme. Karena mereka sadar masih banyak janji yang belum mereka delivery.
Apa sih wise man itu. Tanya teman. Misal, kamu punya uang berlebih. Tentu bisa beli apa saja. Bahkan bisa punya istri empat. Pasti banyak wanita yang bersedia tanpa dipaksa. Tidak ada yang salah. Kamu dianggap mampu. Kamu dengan uang kamu kok. Begitu persepsi awam. Tapi bagi Wise man, persepsi awam itu tidak berlaku. Mereka lebih patuh kepada norma: etika dan moral. Setidaknya menjaga suasana hati istri pertamanya.
Wise man, tidak akan menggunakan uang dan kekuasaan itu untuk memuaskan keinginannya. Memang tidak mudah, tetapi dia mampu menahan diri dengan cara keras kepada dirinya sendiri. Orang awam mungkin anggap dia tidak rasional. Atau pura pura kaya atau memang naif. Wise man tidak perlu dengar orang banyak atas sikapnya. Mereka punya martabat dan kuat secara personal tanpa harus euphoria dan mengharapkan tepukan.