Fasilitas bisnis impor gula itu memang sudah dipastikann rente. Apapun alasannya termasuk stabilitas harga, itu omong kosong. Ini bisnis mudah dapatkan uang mudah. Mengapa ? Kita ambil contoh tahun 2024 aja. Harga gula ditingkat retail oleh Bapanas Rp. 17.500/kg. Harga impor raw sugar Rp.7300/kg ( USD 471/Ton, harga April 2024). Ditambah dengan ongkos transport, asuransi, dan pengolahan, distribusi, senilai Rp. 4000 per kg, maka harga pokok siap dijual Rp 11,300. Untung per kg Rp.6200.
Disparitas harga impor dan local lumayan besar. Hitung aja berapa cuan dapat dari volume impor. Tahun 2017 mencapai 4.484.099 ton, 5.028.853 ton (2018). Dari tahun 2019 hingga 2023 ndonesia masih mengimpor gula dalam jumlah 26.189.406,3 ton. Ya karena cuan besar, tentu kompetisi juga sangat ketat antara sesama importir. Ya adu kuat akses politik tidak bisa dihindari.
Dalam kasus Tomas Lembong. Yang mengajukan Izin impor gula itu perusahaan swasta yang kerjasama dengan unit business dari Polisi dan TNI( Inkoppol, SKKP TNI-Polri, Inkop Kartika/TNI-AD.). Mereka kerjasama dengan swasta yang punya pabrik refinery mengolah gula kristal mentah (GKM) menjadi gula kristal putih ( GKP). Nah pihak swasta pun tidak menjual langsung GKP itu ke masyarakat. Tetapi melalui BUMN (PT. PPI).
Jadi skema bisnis real nya sederhana aja. PT PPI kerjasama dengan importir swasta untuk mengolah GKM jadi GKP. Setelah itu PT. PPI akan membayar GKP seharga yang disepakati. Maklum yang diberi hak pemerintah menjual GKP impor hanyalah PT. PPI. Ini hanya business as usual. Deal sebenarnya antara konsumen GKP dengan pihak Swasta. PPI itu hanya jual terbitkan invoice doang. Engga kerja dan engga keluar modal tapi dapat fee, begitu juga dengan unit bisnis TNI/POLRI.
Sekilas yang bermain itu unit bisnis Polri/TNI dan BUMN. Logika awam saja. Kalau mungkin sampai Menteri harus melanggar administrasi dalam pemberian izin impor tentu tekanan politik tidak hanya dari PT. PPI dan Koperasi TNI/POLRI, tetapi ada yang lebih kuat dibelakang itu. Dan tidak mungkin TomLem tidak minta dukungan politik dari menko dan Presiden untuk menghadapi tekanan ini. Dan kalau sampai dia keluarkan juga izin, itulah batas kekuatan dia. Mungkin anda mengerutkan kening dan meragukan logika awam saya. Baik saya lanjut.
Data BPK secara rinci pada periode Tom Lembong menjabat ( 2015 sampai 2016 ), persetujuan impor gula yang diterbitkan untuk perusahaan swasta adalah 682.700 ton. Setelah dia tidak jadi Menteri sampai tahun 2017, impor mencapai 1.694.325 ton GKM. Apa artinya ? walau didudga itu memang melanggar administrasi, namun Menteri sesudah Tomlem tidak juga mampu malawan dengan mengembalikan sesuai aturan. Tetap lanjut aja. Padahal aturan belum diubah. Presiden belum berganti. Hebatnya Menteri setelah TomLem tidak ( belum ) dijadikan tersangka.
Ada empat hal yang saya garis bawahi dan semoga pihak jaksa bisa mengklarifitkasi nya agar nitizen tidak terus berdengung menyalahkan Prabowo.
Pertama. Kasus Impor gula ini dikeluarkan sprindik pada oktober tahun 2023. Jadi clear ya. Ini engga ada urusannya dengan Prabowo. Ini era Mulyono ketika masih presiden.
Kedua. Pada tanggal 12 Mei 2015, rapat koordinasi antar kementerian menyimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor gula. Kalau akhirnya izin impor keluar, tidak bisa dijadikan dasar hukum adanya pelanggaran. Karena berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula Kristal Mentah tidak perlu ada koordinasi atau rekomendasi dari kementerian terkait
Ketiga. Mari lihat data. Tahun 2015 produksi gula nasional 2.623.923 ton. Di sisi lain, kebutuhannya mencapai 2.817.743 ton. Minus. Pada tahun 2016 produksi gula refinasi 2.510,49 ton. Konsumsi 2.647,89 ton. Minus lagi. Jadi kesimpulan rapat koordinasi antar kementrian itu tidak berdasar. Karena memang tidak ada surplus gula.
Keempat. Pelaksana impor tidak diberikan kepada BUMN (PT. PPI) tetapi kepada swasta (PT.AP). Karena yang di-import bukan gula kristal putih (GKP) tetapi Gula Kristal Mentah (GKM). Sementara PT.PPI tidak punya refinery GKM. Tapi Tomas Lembong menugaskan PT. PPI sebagai mitra dengan pihak swasta yang punya refinery GKM jadi GKP. Kalau ada deal antara PPI dan swasta atau koperasi, itu business as usual. Kan engga melibatkan uang negara.
Jadi kalau kebijakan ini salah dan tetap salah menurut jaksa. Tentu alasannya tidak berdasarkan empat hal itu. Apa ? ya bisa saja alasannya makro dan politis. Katakanlah, bahwa impor gula itu membuat kebijakan swasembada gula tidak bisa tercapai. Merugikan petani. Nah itu tepat. Tapi pastikan juga bukan hanya Tomas Lembong. Semua Menteri perdagangan yang keluarkan izin impor juga ditangkap. Bila perlu semua pihak terkait langsung maupun tidak langsung tangkap juga. Pasti rakyat akan bertepuk tangan. Citra presiden Prabowo akan meningkat.