Wednesday, July 11, 2012

Miskin karena malas ?


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie. Saat menjadi pembicara dalam seminar Badan Eksekutif Mahasiswa-Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama se-nusantara di kampus Unipdu Rejoso, Peterongan, Jombang, Minggu (8/7/2012), Marzuki Alie mengatakan, "orang miskin itu karena salahnya sendiri, karena dia malas bekerja. Selain itu, petinggi partai Demokrat itu mengurai persoalan kemiskinan sebagai persoalan pribadi (personal). Katanya, tidak ada orang miskin  yang disebabkan oleh orang lain. "Salah sendiri malas. Kalau mau usaha, pasti tidak miskin," demikian katanya.  Benarkah begitu?  Satu kesempatan saya bertemu dengan teman dalam suatu acara investment road show yang berkaitan dengan satu project di Indonesia. Teman ini seorang fund manager yang bekerja di Shanghai. Dia mengatakan karena budaya malas dari pejabat Negara lah yang memungkinkan pasar investasi untuk pengelolaan sumber daya Alam ini terjadi. Saya sempat terkejut. Lanjutnya, bagaimana  mungkin begitu kayanya sumber daya alam Indonesia tapi diobral kepada orang asing. Kemana orang pintar dan penjabat anda. Katanya sambil menggeleng gelengkan kepala. Bukankah kemerdekaan bangsa itu bertujuan untuk mengelola sumber daya yang ada diatas semangat kemandirian untuk kemakmuran. Demikian tanyanya yang mungkin tak mudah kita jawab. 

Tapi bagi China,  kata teman itu, untuk mencapai kemandirian itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Ia butuh kerja keras dari semua pejabat Negara yang berada di executive, legislative, yudikative. Mereka bahu membahu bekerja keras siang dan malam untuk membuat rencana , mengornisirnya dengan baik agar terlaksana dengan efektif dan efisien , serta mengawasinya dengan ketat agar strategi berjalan dengan baik meraih tujuan. Para pejabat dari pusat hingga daerah mempunya visi yang sama bahwa kemakmuran tidak mungkin didapat dari bantuan orang asing, tidak mungkin dari investasi asing dengan mengorbankan sumber daya alam. Kemajuan hanya mungkin lewat penguasaan tekhnologi, produksi, pasar dan penguatan system moneter maupun fiskal. Mereka berpacu dengan waktu, karena setiap tahun ada jutaan orang lahir kedunia yang butuh infrastructure dan lingkungan untuk hidup dan berkembang. Sementara masih ada sebagian yang tertatih tatih butuh peluang untuk bangkit dari kemiskinan. Dari keadaan inilah membuat pejabat china tidak bisa tidur nyenyak apalagi bersantai. Seorang pejabat china pernah berkata kepada saya bahwa dia merasa duduk diatas bara. Sedikit saja dia terlambat mengambil kebijakan dan solusi ada jutaan orang yang akan terkapar.

Demikian china membangun dan demikian hasil yang kini kita lihat dimana dari kehancuran setelah revolusi kebudayaan kini mereka menjadi kekuatan ekonomi nomor dua didunia. Keberhasilan China bukan hanya didukung oleh pejabat yang mampu bekerja keras tapi didukung oleh budaya kerja keras rakyatnya. Dua duanya saling mendukung untuk kemajuan. Pemerintah menyediakan peluang , sarana dan prasarana agar rakyat yang bekerja keras hari ini dapat menikmati kemakmuran besok.  Beda dengan Indonesia. Negara dikelola oleh segerombolan orang yang pemalas. Budaya menunggu dan lebih banyak berdiskusi tapi miskin tindakan. Kalaupun ada tindakan maka yang ditempuh adalah short cut. Bagaimana mendatangkan dana ke APBN untuk membiayai organisasi Negara yang boros dan culas. Caranya sederhana; bebaskan izin agar asing yang membawa modal dan tekhnologi mau mengelola sumber daya alam. Kalau ada BUMN yang merugi karena salah urus bukannya di evaluasi untuk diperbaiki namun memilih untuk dijual kepada asing atau swasta. Negara tinggal menikmati pajak dan bila pendapatan pajak masih kurang maka terbitkan surat hutang. 

Untuk memenuhi konsumsi mereka yang kaya dari rente business akibat penguasaan sumber daya alam dari asing maka pejabat  tidak mau repot mendesign kemandiran Produksi dalam negeri untuk memenuhi konsumsi itu. Daripada berlelah merencanakan indusri hulu dan hilir dengan dukungan riset maka lebih baik buka kanal import agar barang tersedia dietalage. Daripada berlelah dan bersusah memompa produksi pertanian lebih baik import. Akibatnya jalanan macet diisi oleh kendaraan buatan jepang, korea, eropa dan Amerika. Penumpang angkutan darat laut udara, dilayani oleh alat transfortasi buatan asing. Produk pertanian import membanjiri pasar dalam negeri dan petani keok.  Daripada berlelah merencanakan dan membangun kekuatan rakyat menyediakan distribusi barang maka lebih baik mengizinkan asing mengurusnya. Maka gerai raksasa asing hadir disemua sudut kota dan desa. Dari pada berlelah lelah membuat perencanaan undang undang yang qualified berdasarkan standar ilmiah maka lebih baik tiru Negara lain. Maka studi banding para anggota legislative menjadi marak. Anggaran berjuta juta dollar terkuras untuk menikmati perjalalanan dari sekelompok orang malas ini. Dari anggaran kemalasan ini saja,tingkat impelementasi APBN masih tergolong rendah atau hanya 70% anggaran terpakai. Memang pejabat malas dan super malas.

Benarkah rakyat Indonesia malas ? tanyalah kepada orang Hong Kong , Arab, Malaysia, Korea,Taiwan. Setiap tahun permintaan buruh migran asal Indonesia terus meningkat.  Para pengguna tenaga kerja asal Indonesia itu bukan orang tolol yang mau membayar mahal tanpa manfaat yang jelas.  Apa sebab? Karena etos kerja orang Indonesia dinilai mereka paling baik dibandingkan Negara lain. Tidak akan terbangun gedung tinggi dan infrastruktur ekonomi tanpa keterlibatan buruh migran asal Indonesia. Tidak akan nyaman para suami instri yang bekerja di hong kong dan Arab tanpa kehadiran PRT asal Indonesia. Ini fakta. Mengapa mereka terkesan malas di Indonesia ? mereka tidak malas!. Mereka smart. Karena mereka merasa di zolimi sebagai petani , nelayan  bila pendapatannya lebih rendah dibandingkan mereka jadi kuli di  negeri jiran atau jadi pengemis dijalanan. Jadi kemiskinan  bukanlah disebabkan oleh kemalasan rakyat tapi karena para pejabat Negara memang pemalas menggunakan segala sumber daya, serta pengetahuannya untuk membangun system yang memungkinkan orang bekerja keras mendapatkan hasil yang manusiawi. 

Jadi apa yang dikatakan oleh Marzuki Alie mungkin ada benarnya kalau yang dia maksud adalah kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh pejabat Negara yang malas, culas , korup dan tidak punya empati seperti dia…

No comments:

Kualitas elite rendah..

  Dari diskusi dengan teman teman. Saya tahu pejabat dan elite kita   berniat baik untuk bangsa ini. Namun karena keterbatasan wawasan dan l...