Setiap proyek entah itu milik Swasta atau negara, kalau sudah masuk PSN ( proyek strategis nasional), maka jalan kemudahan didapat. Semua kekuatan dan sumber daya negara bergerak mensukseskannya.. Kalau itu proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), ada fasilitas PINA lewat viability Gap Fund (VGF) sebagai insentif project financing. Kalau itu proyek non KPBU, pembebasan tanah dari APBN/D. Kalau itu penugasan kepada BUMN, maka bank BUMN harus mendukung pembiayaannya dalam skema non-recourse loan.
Jangan kaget bila dari proyek proyek itu terjadi rente. Dari pengadaan tanah sampai kepada procurement di mark up. Contoh, di Indonesia biaya proyek Toll trans java mencapai Rp. 108 miliar per KM atau USD 6,7 juta. Bandingkan dengan di India jalan empat jalur menghabiskan biaya $1,1-1,3 juta per kilometer, USD1,3-1,6 juta di Cina, dan USD 2,5-3,5 juta di Eropa. Tiga kali mark-up nya. Makanya tidak mudah bagi BUMN lakukan divestasi proyek Tol untuk bayar utang. Harganya kemahalan. Dan karenanya banyak BUMN karya gagal bayar utang bond dan bank.
Pemerintah memberikan fasilitas pajak kepada pemilik IUP yang membangun pusat pengolahan ( smelter) dan melarang ekspor mentah. Tetapi karena perbedaan harga ore dalam negeri dengan luar negeri begitu besar. Maka terjadilah fraud. Contoh, harga ekspor ore nickel lebih mahal USD 30/ton daripada dalam negeri. Izin tambang Feronium tetapi yang diekspor adalah nickel. Itu massive sekali. Mencapai jutaan ton. Kasus tambang sangat banyak dan sudah diketahui oleh KPK. Bahkan sudah ada fakta dalam persidangan ex Gubernur Malut. Namun KPK tidak bergerak menindak lanjuti.
Data stok pangan nasional yang dibuat bias. Sehingga mendesak pemerintah untuk impor demi ketahanan pangan. Volume impor beras, gula, garam, kedelai naik terus, bahkan disaat harga sedang tinggi di pasar dunia. Dampak dari adanya rente impor pangan adalah sulit menurunkan harga eceran dan jelas membuat petani semakin terpuruk. Kemandirian pangan semakin jauh dari harapan. Program swasembada pangan hanya ilusi.
Bahkan program Perlinsos atau perlindungan sosial juga dikorup. Data penerima program bantuan sosial (bansos) yang tidak diperbarui secara rutin, sehingga mereka yang telah berhasil keluar dari kemiskinannya masih menerima bansos, termasuk aparatur sipil negara. Kerugian negara akibat ketidaktepatan sasaran bantuan sosial mencapai Rp523 miliar per bulan. Data tersebut mendasarkan catatan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dari awal tahun 2021 hingga awal tahun 2023. Belum lagi mark up harga pembelian beras untuk bansos.
Periode kedua Jokowi terjadi percepatan korupsi lewat state capture. Makanya engga aneh bila index korupsi semakin memburuk atau sama dengan awal Jokowi berkuasa tahun 2014. Engga aneh bila index demokrasi juga turun. Hal ini bisa terjadi karena oligarki sudah terbentuk sedemikian solid. Mereka kendalikan Parlement, termasuk aparat hukum, pengadilan dan bahkan Mahkamah Konstitusi. Secara kepemimpinan itu terjadi dari tingkat pusat sampai ke daerah, bahkan ke desa. Semua mereka menikmati financial freedom dari adanya state capture. Tentu antar mereka saling melindungi.
Saya yakin mungkin secara personal Jokowi tidak korup. Tetapi dia lemah sebagai pemimpin. Terutama sejak ambisi keluarganya terjun ke politik dan bisnis rente. Sehingga dia lemah di hadapan oligarki. Tidak ada ruang bagi pencari keadilan untuk menang. Yang ada hanya menyaksikan semua itu dengan tatapan kosong. Apalagi menyaksikan Pansus Haji DPR. Kita tahu ternyata kegiatan ritual agamapun dikorupsi. Sebagai rakyat jelata yang lemah, hanya doa sebagai senjata kita. Semoga Tuhan jaga negeri ini dari kaum predator.
***
Ale, lue kan bergaul dengan kalangan pengusaha. Dan terbiasa berpikir secara terstruktur berdasarkan data. Siapa saja sih penguasa ekonomi di Indonesia? “ Kata Ira. Dia memang begitu. Kalau ada maunya selalu muji dulu. Setidaknya dia ingin abaikan saya hanya tamatan SMU.
“ Mau tahu ? tanya saya.
“ Ya. “ Jawabnya cepat. Saya udut dulu rokok GG.
“ Strukturnya ada empat. Pertama, politisi yang juga pengusaha. Kedua, Elite business. Ketiga. Proxy elite partai. Keempat. Ring kekuasaan presiden.” Kata saya.
“ Jelaskan satu persatu” kata Ira seraya siap siap dengan Ipad nya. Dia rekam omongan saya. Emangnya saya narasumber politik dan ekonomi.? Dan lagi dia PHD. Tetapi bagaimanapun dia sahabat saya. Kami bersahabat sudah lebih 30 tahun.
“ Pertama. Politisi yang punya konsesi bisnis seperti minerba, Migas, impor pangan , media massa. Siapa orangnya?. Lue pasti tahulah. Nah mereka ini yang mengatur Presiden dan DPR agar mengeluarkan UU dan aturan yang menguntungkan mereka. Paham ya. “ Kata saya.
“ Kedua ?
“ Pengusaha yang termasuk elite. Mereka adalah konglomerat yang bisnis nya tergantung kepada kebijakan negara. Seperti impor gandum. Nah lue kan tahu siapa raja Mie. Cukai rokok. Lue kan tahu, siapa boss rokok. Likuiditas pasar uang, lue kan tahu siapa saja pemilik bank. Dan lain lain. Nah mereka ini berinvestasi pada partai dan calon presiden. Tujuannya agar bisnis mereka secure.“ kata saya.
“ Terus ketiga?
“ Mereka tidak punya bisnis formal. Tetapi mereka punya proxy bisnis yang loyal. Tugas proxy ini untuk mengisi pundi partai dan tentu pundi pribadinya. Umumnya proxy ini bermitra dengan asing dalam mengelola SDA. Biasanya asing mayoritas. Proxy hanya minoritas. Namun itu significant. Karena bisnisnya kan scale of economic. Raksasa. Nah proxy ini juga jadi komprador asing untuk menjarah SDA tanpa peduli dengan lingkunga” kata saya.
“ Terus keempat ? tanya ira lagi
“ Ini ring kekuasaan atau presiden. Mereka bisa saja relawan, ormas, LSM, birokrat, aparatur negara. Mereka tidak punya bisnis yang established. Namun mereka ada dibalik illegal mining, ekspor tambang illegal, Smuggling, investasi bodong, IPO yang bermasalah, bobol dapen dan asuransi. Namun karena mereka ring kekuasaan, jelas tidak ada yang bisa perkarakan dan tidak ada yang berani jadi saksi memberikan bukti. Kalaupun ada kasus, itu tidak menyentuh mastermind nya“ kata saya.
Ira terdiam. Saya senyum aja.